tirto.id - Bandan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak ingin disangkutpautkan dengan polemik tentang penyebab kematian terduga teroris Siyono yang dikaitkan dengan kinerja Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Pasalnya, BNPT dan Densus merupakan dua institusi yang berbeda.
Hal tersebut diungkapkan Deputi I BNPT Mayor Jenderal Tentara Nasional Indonesia (Mayjen TNI) Abdul Rahman Kadir, usai penutupan "Pelatihan Duta Damai Dunia Maya" di Medan, Kamis (7/4/2016). Karena itu, Rahman, enggan mengomentari sejumlah kritik yang ditujukan pada kinerja Densus 88 tersebut.
Menurut dia, BNPT tidak identik dengan Densus 88 yang berada dibawah institusi Polri. Pasalnya, BNPT merupakan lembaga tersendiri yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 tahun 2010 yang dirubah menjadi Perpres Nomor 12 tahun 2012.
“Sangat berbeda dengan Densus yang langsung dibawah kepolisian,” kata dia menjelaskan.
Selain itu, Rahman juga tidak mau mengomentari wacana yang dimunculkan Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai perlunya pembentukan Pansus Densus di DPR RI.
“Saya mohon maaf, saya tidak bisa berkomentar tentang itu karena bukan ranah saya mengomentari,” kata dia saat ditanya soal usulan ICW tersebut.
Meski demikian, perwira tinggi TNI tersebut mengungkapkan keyakinannya jika Densus 88 akan bertindak sesuai prosedur yang telah ditetapkan. “Pasti ada prosesdurnya,” kata dia menambahkan.
Sebelumnya, ICW mengusulkan agar DPR membentuk pansus untuk mengevaluasi kinerja Densus 88 terkait kematian terduga teroris Siyono yang diduga tanpa melalui proses hukum.
“DPR jangan hanya mempersoalkan KPK. Kalau KPK memiliki kewenangan untuk menyadap, DPR berteriak. Mengapa kali ini DPR hanya diam?" kata peneliti hukum ICW Donal Fariz. (ANT)