Menuju konten utama

BNPB Sebut Banjir Bandang Sentani Akibat Kerusakan Alam

Banjir bandang Sentani mengakibatkan 58 orang meninggal dan 74 luka-luka.

BNPB Sebut Banjir Bandang Sentani Akibat Kerusakan Alam
Banjir bandang di Sentani, Jayapura, Papua. FOTO/BNBP/Sutopo Purwo Nugroho.

tirto.id - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nughroho membenarkan bahwa kejadian banjir bandang di Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua disebabkan juga oleh rusaknya ekosistem di Gunung Cycloop, selain karena faktor hujan ekstrem.

"Kondisi hujannya juga sangat ekstrem yang terjadi selama 8 jam, sehingga kondisi alam tidak mampu menampung. Juga ada faktor dari perilaku manusia," ujarnya di Graha BNPB, Minggu (17/3/2019).

Menurutnya, ada beberapa bagian di pegunungan tersebut yang mulai gundul karena terjadinya penebangan pohon untuk kebutuhan kayu bakar, pembukaan kebun, dan hunian yang dilakukan oleh penduduk.

"Bukan [dilakukan] untuk industri. Itu untuk penduduk," ujarnya.

Sebelum banjir bandang ini terjadi, Sutopo mengatakan BNPB sempat memperingatkan pemerintah daerah setempat pada September 2018, soal ancaman bencana tersebut lantaran hutannya yang mulai rusak. Namun, belum sempat disikapi, banjir sudah datang lebih dulu.

"Jadi sebenarnya hari ini mereka [pemda] mau mengadakan konferensi pers tentang kerusakan alam dan upayanya, tapi malah terjadi banjir bandang begini," pungkasnya.

Sutopo juga mengaku, bahwa BNPB telah mengirimkan 20 ribu bibit sejak 2018 hingga sekarang. Yang mulai ditanami oleh warga setempat sebagai upaya rehabilitasi.

Banjir bandang Sentani menelan korban jiwa 58 orang meninggal, 74 luka-luka, 4.150 orang mengungsi, dan ratusan rumah rusak.

Saat ini, kondisi sudah berangsur pulih, air mulai surut meski lumpur masih menjejaki beberapa bagian. Namun tidak mengganggu aktivitas. Begitu juga dengan Bandara Sentani yang sudah bisa beroperasi.

Baca juga artikel terkait BANJIR BANDANG atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Alexander Haryanto