tirto.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat data sementara mengenai kerugian akibat gempa Lombok telah mencapai Rp8,8 triliun. Angka itu masih terus dikaji dan bisa terus bertambah.
Deputi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB, Harmensyah mengatakan kerugian harus terdata dan dihitung dengan tepat. Hitungan itu akan dipakai sebagai patokan untuk perumusan program rehabilitasi dan rekonstruksi di Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Tapi, nanti akan kami tentukan nilai kebutuhannya berapa, sehingga kita bisa bangun dari sektor-sektor yang rusak. Ini perlu betul kami lakukan karena memang program ini sudah kami bagi-bagi sesuai kewenangannya [lembaga] masing-masing," ujar Harmensyah dalam diskusi di Kementerian Komunikasi dan Informasi, Jakarta pada Senin (27/8/2018).
Kerusakan fisik, dia menambahkan, meliputi dua hal: fasilitas publik dan rumah masyarakat. Namun, nilai kerugian tidak hanya dihitung secara fisik bangunan yang rusak, tapi juga dampak berganda dari kerusakan.
Misalnya, kerusakan jalan atau jembatan tak hanya dinilai dari fisiknya melainkan juga kerugian berupa akses distribusi logistik yang terhambat dan berpengaruh pada perekonomian daerah.
"Jadi kerugian bukan fisik saja, tapi juga gangguan akses dan fungsi. Sehingga, kecenderungannya untuk kebutuhan perbaikan lebih kecil dari dampak kerugian," kata dia.
Harmensyah menambahkan salah satu sumber anggaran perbaikan kerusakan akibat gempa Lombok akan memakai Dana Siap Pakai dari BNPB. Hingga kini, belum ada angka pasti mengenai kebutuhan dana rehabilitasi dan rekonstruksi, karena masih dihitung.
"Namun, mekanisme pencairannya harus jelas. Sehingga, dana yang diberikan jadi rumah betul bukan motor dan lain lainnya. Jadi ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan," ucap Harmensyah.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom