Menuju konten utama

BNPB Jelaskan Tipe dan Penyebab Letusan Gunung Agung Hari Ini

BNPB menyimpulkan letusan Gunung Agung, pada Selasa sore hari ini, berjenis freatik sehingga tidak memicu peningkatan status bahaya gunung api di Bali tersebut.

BNPB Jelaskan Tipe dan Penyebab Letusan Gunung Agung Hari Ini
Letusan Freatik di Gunung Agung Bali yang terjadi sekitar Pukul 17:02 WITA pada Selasa (21/11/2017). twitter/ BNPB_Indonesia.

tirto.id - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB (Badan Nasisonal Penanggulangan Bencana), Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan sebab terjadinya letusan Gunung Agung Bali, yang terjadi pukul 17:05 WITA di hari Selasa (21/11/2017).

Menurut Sutopo, letusan itu merupakan jenis freatik. Karakter tipe letusan itu terlihat dari catatan tingginya asap kelabu tebal dengan tekanan sedang maksimum 700 meter yang keluar dari puncak Gunung Agung. Letusan freatik itu disertai dengan keluarnya asap, abu dan material yang ada di dalam kawah.

“Letusan freatik terjadi akibat adanya uap air bertekanan tinggi. Uap air tersebut terbentuk seiring dengan pemanasan air bawah tanah atau air hujan yang meresap ke dalam tanah di dalam kawah kemudian kontak langsung dengan magma,” kata Sutopo dalam siaran pers BNPB pada Selasa malam.

Sutopo menjelaskan letusan gunung api berjenis freatik sulit diprediksi karena bisa terjadi tiba-tiba dan seringkali tidak ada tanda-tanda adanya peningkatan kegempaan. Beberapa kali gunungapi di Indonesia juga tercatat mengalami letusan freatik saat statusnya Waspada (level 2).

“Seperti letusan Gunung Dempo, Gunung Dieng, Gunung Marapi, Gunung Gamalama, Gunung Merapi dan lainnya. Tinggi (asap) letusan freaktik bervariasi, bahkan bisa mencapai 3000 meter tergantung kekuatan uap airnya,” kata Sutopo.

Karena itu, Sutopo menegaskan kemunculan letusan jenis freatik di Gunung Agung pada hari ini bukan sesuatu yang aneh meski terjadi saat status gunung api itu masih siaga. Biasanya, dampak letusan jenis Freatik adalah kemunculan hujan abu, pasir atau kerikil di sekitar gunung api.

“Letusan freatik tidak terlalu membahayakan dibandingkan letusan magmatik. Letusan freatik dapat berdiri sendiri tanpa erupsi magmatik. Namun letusan freatik bisa juga menjadi peristiwa yang mengawali episode letusan sebuah Gunung Api,” ujar Sutopo.

Mengenai keberadaan letusan freatik yang bisa mengawali episode erupsi misalnya pernah terjadi di Gunung Sinabung. Letusan freatik di gunung itu, pada 2010 hingga awal 2013, menjadi pendahulu dari letusan magmatik yang terjadi setelahnya. Letusan magmatik adalah letusan yang disebabkan oleh magma dalam gunung api. Letusan magmatik ada tanda-tandanya, terukur dan bisa dipelajari ketika akan meletus.

Letusan freatik Gunung Sinabung itu, dalam catatan BNPB, berlangsung lama sebelum diikuti letusan magmatik yang berlangsung akhir 2013 hingga sekarang.

Status Gunung Agung Masih Siaga Usai Keluarkan Letusan Hari Ini

Sutopo mengatakan BNPB memastikan Status Gunung Agung hingga Selasa malam, 21 November 2017 atau usai mengeluarkan letusan freatik, saat ini tetap Siaga, yakni level 3. Analisis pada aktivitas vulkanik Gunung Agung, yang kini terdeteksi mengalami tremor menerus, terus dilalukan.

“Tidak ada peningkatan status,” kata dia. “Masyarakat diimbau tenang. Jangan panik dan terpancing isu menyesatkan.”

Rekomendasi kawasan bahaya, kata Sutopo, juga tetap radius 6-7,5 km dari puncak kawah. Sementara data jumlah pengungsi Gunung Agung hingga hari ini masih ada 29.245 jiwa di 278 titik pengungsian.

Sutopo memperkirakan jumlah pengungsi ini bisa bertambah sebab warga Dusun Bantas Desa Abaturinggit sudah turun menjauh dari radius 7.5 km ke Kantor Camat Kubu. Warga Dusun Juntal Kaje rencana malam ini juga turun ke balai-balai banjar yang ada di Desa Kubu. Begitu juga warga dukuh juga sudah bersiap-siap untuk mencari tempat yang lebih aman.

Berdasar pengumuman Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kementerian ESDM, abu hasil letusan freatik di Gunung Agung hari ini bertiup lemah ke arah Timur-Tenggara. Letusan diawali oleh Gempa Tremor Low-Frequency. Asap teramati bertekanan sedang dengan warna kelabu tebal dan dengan ketinggian maksimum sekitar 700 m di atas puncak.

PVMBG menyatakan zona perkiraan bahaya di sekitar Gunung Agung bersifat dinamis dan terus dievaluasi sehingga bisa berubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan terbaru. Jika erupsi terjadi maka potensi bahaya lain yang dapat terjadi adalah terjadinya hujan abu lebat yang melanda seluruh Zona Perkiraan Bahaya. Hujan abu lebat juga dapat meluas dampaknya ke luar Zona Perkiraan Bahaya bergantung pada arah dan kecepatan angin.

Mengingat adanya potensi bahaya abu vulkanik, PVMBG meminta masyarakat di Bali menyiapkan masker penutup hidung dan mulut dan pelindung mata sebagai upaya antisipasi. Lembaga ini juga meminta seluruh pemangku kepentingan di sektor penerbangan terus mengikuti perkembangan aktivitas Gunung Agung secara rutin agar upaya preventif bisa dilakukan dengan cepat.

Baca juga artikel terkait GUNUNG AGUNG BALI atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom