tirto.id - “4 tahun yang lalu mendapatkan usulan untuk membangun sebuah pabrik untuk penyandang disabilitas, tapi […] saya tunggu sampai sekarang tanahnya belum ada. Oleh sebab itu, hari ini saya perintahkan kepada Menteri Sosial untuk menyelesaikan ini.”
Instruksi itu ditegaskan Presiden Joko Widodo kepada Menteri Sosial (Mensos) Agus Gumiwang Kartasasmita saat memberikan sambutan pada Peringatan Hari Disabilitas Internasional Tahun 2018, di halaman Parkir Mal Summarecon, Bekasi, Jawa Barat, Senin (3/12/2018).
Jokowi mempersilakan kepada Mensos Agus menentukan jenis pabrik yang akan dibangunnya. Menurut Jokowi, jenisnya bisa berupa garmen, pabrik elektronik, atau inovasi-inovasi yang lain. Yang penting, kata dia, pabrik yang diinginkannya itu segera dibangun.
“Saya tolong dikejar-kejar, diingatkan sehingga saya bisa mengejar juga ke menteri, menteri juga bisa mengejar ke dirjen agar ini bisa segera terealisasi,” kata Jokowi seperti dilansir laman resmi Sekretariat Kabinet.
Agus Gumiwang pun menyambut baik ide Jokowi. Politikus Golkar ini mengatakan dirinya berkewajiban merealisasikan keinginan tersebut, mengingat Jokowi telah menyampaikan rencana itu secara langsung di hadapan masyarakat luas.
Namun, Agus mengaku belum menyiapkan langkah implementasi yang rinci. Ia menyebutkan pemerintah masih menggodok jenis industri apa yang cocok bagi penyandang disabilitas.
“Saya belum bisa bilang implementasinya, tapi itu perintah Pak Presiden kepada saya di depan publik, maka saya akan berupaya dengan sekuat tenaga untuk merealisasikannya,” kata Agus di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, Senin lalu.
Menurut Agus, jenis industri yang sempat dipertimbangkan Jokowi ialah pabrik konveksi. Pertimbangan itu kini akan dikaji lebih lanjut. Pada sisi lain, pemerintah juga membuka peluang kerja sama dengan berbagai pihak untuk merealisasikan rencana ini.
Sembari menentukan langkah konkret dari pembangunan industri untuk penyandang disabilitas, Agus mengaku Jokowi telah memerintahkan kementeriannya mencari tanah yang sekiranya bisa digunakan.
“Kalau saja ada tanah yang idle, enggak harus besar. Sekitar 5 ribu meter persegi sudah cukup,” kata Agus Gumiwang.
Selain itu, Agus menekankan pemerintah juga akan mempersiapkan keahlian para penyandang disabilitas itu lewat pelatihan di balai-balai yang berada di bawah Kementerian Sosial. Menurutnya, koordinasi yang baik harus dilakukan agar penyandang disabilitas kompeten saat masuk ke dunia industri.
Pabrik Khusus Disabilitas Sulit Terwujud
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai rencana pembuatan pabrik khusus disabilitas sulit diterapkan bila hanya diinstruksikan Jokowi kepada Menteri Sosial. Sebab, kewajiban itu merupakan tugas pokok Kementerian BUMN.
Nailul mengatakanyang lebih tepat dilakukan Kemensos adalah memberikan pelatihan dan menjamin akses penyandang disabilitas ke sejumlah tempat kerja serta pendidikan. Peran lainnya adalah mengadvokasi penyandang disabilitas memperoleh fasilitas yang memadai supaya mereka bisa beraktivitas sebagaimana mestinya.
Pendapat serupa dikemukakan Rusli Abdullah, peneliti Indef lainnya. Ia mengatakan persoalan disabilitas memang menjadi ranah utama Kemensos, tetapi bukan berarti kementerian yang dipimpin Agus Gumiwang itu dapat mewujudkannya dalam bentuk pabrik khusus, seperti mimpi Jokowi.
Kalau pun rencana itu direalisasikan, Rusli menyebut Kemensos tidak bisa melakukan sendiri. Mereka harus menggandeng Kementerian BUMN, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), dan Kementerian Perindustrian (Kemenprin).
“Enggak boleh [Kemensos membangun pabrik]. Kalau dia ingin membangun harus ada partnership antara 4 kementerian. Jika tidak, itu enggak layak karena secara institusional, dia [Kemensos] enggak punya kemampuan,” kata Rusli.
Rusli menilai hal itu juga merupakan bentuk kegagalan pemerintah dalam mengimplementasikan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (PDF). Sebab, peraturan itu telah lama hadir untuk mendorong penyandang disabilitas dapat diterima berdampingan dengan mereka yang “normal”.
Regulasi itu, kata Rusli, juga mengharuskan setiap badan usaha, baik swasta maupun BUMN memiliki kuota paling tidak 1 persen yang diperuntukkan khusus bagi penyandang disabilitas yang memang memiliki kualifikasi.
Namun selama ini, realisasinya sering terganjal lantaran pemerintah tidak siap memberikan pendidikan dan pelatihan keterampilan untuk memastikan penyandang disabilitas dapat memenuhi kualifikasi itu.
Selain itu, Rusli juga menyoroti syarat “Sehat Jasmani dan Rohani” yang tercantum dalam sejumlah lowongan kerja. Ia khawatir bila hal itu dapat menghalangi penyandang disabilitas yang sebenarnya memiliki kemampuan, tapi karena keterbatasan fisik yang dimilikinya dianggap sebagai keadaan yang tidak memenuhi persyaratan itu.
“Arti dari sehat jasmani dan rohani itu jangan sampai diartikan sebagai bukan orang difabel. Pemerintah harus meralat syarat-syarat pekerjaan seperti itu,” kata Rusli.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz