tirto.id - Bank Indonesia (BI) memperingatkan merchant-merchant yang menggunakan QRIS sebagai salah satu sistem pembayarannya agar tak menarik biaya layanan tambahan kepada konsumen. Sebaliknya, kepada konsumen yang menemukan ada merchant menarik biaya layanan tambahan dapat melaporkannya kepada Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) yang bekerja sama dengan penjual tersebut.
Dengan begitu, PJP bisa memberikan sanksi kepada merchant bersangkutan, baik melalui teguran maupun memasukkannya ke dalam daftar hitam (blacklist).
“Kalau misal kejadian [ada penarikan biaya layanan tambahan] gimana? dicatat dan dilaporkan kepada PJP-nya,” ujar Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, dalam Pengumuman Hasil RDG Bulan Oktober 2024 di Kantornya, Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Filianingsih menjelaskan bahwa ketentuan tersebut telah tertuang dalam Pasal 51 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/6/PBI/2021 Tahun 2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran. Peraturan itu menyatakan bahwa PJP dapat memberikan sanksi berupapenghentian kerja sama dengan merchant yang melakukan tindakan merugikan. Tindakan yang tergolong merugikan diatur lebih lanjut dalam Pasal 51 Ayat 2 PBI tersebut.
“Misalnya, kerja sama dengan pelaku kejahatan [fraudster]; lalu memproses penarikan gestun, gesek tunai kalau credit card itu; lalu mengenakan biaya tambahan, charge kepada pengguna jasa. Ini bisa disampaikan [kepada PJP], nanti bisa dihentikan,” tegas Filianingsih.
Terlepas dari itu, BI mencatat kenaikan signifikan pada transaksi QRIS, mencapai 209,61 persen secara tahunan (year on year/yoy) dengan jumlah pengguna mencapai 53,3 juta dan jumlah merchant 34,23 juta.
Dengan kondisi ini, BI berencana untuk terus mendorong transaksi menggunakan QRIS. Apalagi, dari total merchant yang memfasilitasi pembayaran QRIS, 35,9 persen di antaranya adalah pemilik usaha yang bergerak di sektor makanan dan minuman. Kemudian, diikuti oleh sektor restoran dan hotel sebesar 16,93 persen, lalu rumah tangga dan lain-lain.
“Jadi, ada jasa salon kecantikan, periklanan, dan komunikasi itu besar sekali. Oleh karena itu, kami meyakini bahwa kanal pembayaran QRIS ini bisa menopang daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah bawah. Karena, tadi dikatakan penggunanya akan menstimulus pada sektor rumah tangga,” jelas dia.
Selain itu, 92,47 persen merchant juga tergolong pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang mendapat pembiayaan ultra mikro (UMi) dari perusahaan pembiayaan. Artinya, ketika transaksi QRIS pada merchant tumbuh tinggi, kinerja UMKM juga semakin melaju.
“Jadi, UMi ini sangat besar. Maka dari itu, kami melihat kami mau melakukan pendalaman, perluasan untuk memberikan keringanan di MDR [merchant discount rate], UMi 0 persen,” ungkap Filianingsih.
Dengan adanya insentif yang bakal berlaku efektif pada 1 Desember 2024 ini, konsumen yang berbelanja dengan nominal di bawah Rp500 ribu tidak akan dikenakan biaya transaksi. Nominal tersebut mengalami kenaikan karena sebelumnya BI hanya membebaskan biaya transaksi ketika konsumen belanja hingga Rp100 ribu.
“Jadi, kalau Bapak, Ibu belanja di [merchant] UMi bisa sampai Rp500 ribu, itu 0 persen. Jadi, tadi penghematan itu bisa digunakan untuk peningkatan belanja barang input, nanti ada multipliereffect-nya,” tukas Filianingsih.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi