Menuju konten utama

BI Pastikan Rencana Biaya Isi Ulang E-Money Tetap Jalan

Gubernur BI menyebutkan bahwa regulasi yang tengah dikaji juga bakal mengatur pengisian ulang uang elektronik yang dilakukan melalui bank lain atau penyedia layanan yang berbeda.

BI Pastikan Rencana Biaya Isi Ulang E-Money Tetap Jalan
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Selasa (22/8). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

tirto.id - Rencana diterbitkannya peraturan pengenaan biaya isi ulang uang elektronik (e-money) bakal terus jalan. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan aturan tersebut sudah memasuki tahap finalisasi.

“Yang BI perhatikan paling utama adalah perlindungan konsumen. Meyakinkan bahwa sistem itu tidak mengambil manfaat atau ada rente ekonomi,” ujar Agus di Jakarta Convention Center, Jakarta pada Selasa (19/9/2017) siang.

Menurut Agus, peraturan BI itu nantinya akan berfokus pada pengaturan batas bawah dan batas atas biaya isi ulang uang elektronik. Agus menambahkan regulasi isi ulang dari tiap bank yang berbeda-beda harus diselaraskan.

“Sehingga kalau ada uang elektronik yang melakukan isi ulang, tidak bisa ada yang kena Rp3.000,00 ada yang Rp2.000,00, ada yang Rp2.500,00, itu yang kita perlu atur,” kata Agus.

Adapun Agus menyebutkan bahwa regulasi yang tengah dikaji juga bakal mengatur pengisian ulang uang elektronik yang dilakukan melalui bank lain atau penyedia layanan yang berbeda.

“Seperti kalau isi ulang uang elektronik di convenience store, terus kemudian kena charge Rp3.000,00 atau Rp2.500,00. Kita akan atur supaya ada maksimum tertentu,” ucap Agus lagi.

Kendati demikian, Agus belum mau membeberkan angka nominal yang akan dikenakan untuk setiap kali pengisian ulang. Agus hanya mengklaim kalau dalam menentukan rentang biaya isi ulang, BI memperhatikan lima aspek, yakni keamanan, efisiensi, adanya azas kompetisi, azas layanan, serta azas inovatif.

Masih dalam kesempatan yang sama, Agus sempat menanggapi aduan pengacara David Tobing ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang mengklaim BI telah melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang karena menghendaki transaksi nontunai sepenuhnya.

“Terkait dengan UU Mata Uang, yang paling utama itu adalah dilakukan pembayaran dalam rupiah. Dimungkinkan secara tunai maupun nontunai. Tentu nanti kita akan berikan penjelasan yang baik,” jelas Agus.

Sebagaimana diketahui, Ombudsman telah menerima aduan terkait biaya isi ulang uang elektronik yang dibebankan kepada konsumen. Selain dinilai melanggar UU Mata Uang, BI juga diduga melakukan maladministrasi.

“Dugaan maladministrasinya yaitu membuat kebijakan yang memihak dan menguntungkan golongan tertentu. Dalam hal ini, kebijakan diduga menguntungkan perbankan dan pengelola bank,” kata David di Gedung Ombudsman, Jakarta, pada Senin (18/9/2017) siang.

Sementara itu, empat bank BUMN yang tergabung dalam Himbara telah memutuskan untuk tidak memungut biaya pengisian saldo e-money. Himbara akan lebih mengarahkan isi saldo melalui pemanfaatan teknologi.

Empat bank Himbara yang juga menjadi pemain dalam industri uang elektronik adalah PT. Bank Mandiri Persero Tbk, BRI, PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk dan PT. Bank Tabungan Negara Persero Tbk.

Kalangan industri perbankan sebelumnya mengusulkan kepada Bank Indonesia agar biaya isi saldo uang elektronik dikenakan sebesar Rp1.500,00 hingga Rp2.000,00 setiap isi saldo.

Namun, PT Bank Central Asia (BCA) menyatakan masih mengkaji rencana pengenaan biaya isi ulang e-money tersebut. Meski tetap melihat ke depan dengan memprioritaskan kepentingan nasabah, tidak tertutup kemungkinan BCA akan membebankan biaya isi ulang e-money ke nasabah.

Baca juga:

Baca juga artikel terkait UANG ELEKTRONIK atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari