Menuju konten utama

Betapa Ngawurnya Membandingkan Konser Amal BPIP dengan Didi Kempot

Konser galang dana untuk masyarakat terdampak COVID-19 yang diselenggarakan BPIP dikritik banyak pihak. Konser ini dianggap tidak tepat dan ngawur.

Betapa Ngawurnya Membandingkan Konser Amal BPIP dengan Didi Kempot
Ilustrasi Konser. foto/istockphoto

tirto.id - Sebuah konser amal yang digelar oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan MPR RI, Minggu (17/5/2020) kemarin, dikritik banyak pihak. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Renanda Bachtar misalnya, mengatakan konser tersebut ngawur karena mengabaikan salah satu protokol kesehatan penanganan COVID-19 paling standar: menjaga jarak.

Konser ini sangat kontras dengan acara serupa yang digelar Didi Kempot, musisi yang baru saja meninggal dunia.

"Konser amal Didi Kempot dari rumah yang patuh, ikuti protokol COVID-19 kumpulkan Rp5,3 miliar. Konser BPIP yang dibuka Presiden Jokowi dengan tidak mengindahkan protokol COVID-19 hanya mampu mengumpulkan Rp4 miliar. BPIP kok ngasih contoh ngawur? Apa ikuti protokol COVID-19 itu tidak Pacasilais?" kata Renanda lewat Twitter, Senin (18/5/2020) pagi.

Renanda tidak tiba-tiba membandingkan konser BPIP dengan acara Didi Kempot, yang digelar pada Sabtu 11 April lalu. Ia mengatakan demikian karena sebelumnya Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo mengatakan konser ini seperti "konser Didi Kempot". Acara yang "dikemas mirip dengan konser Didi Kempot" pun tertera dalam laman resmi BPIP.

Sentimen warganet terhadap dua konser ini pun berbeda sama sekali, demikian analisis Drone Emprit--mesin untuk menganalisis media sosial.

Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi mengatakan "konser BPIP sepi pendukung di media sosial" dan "kebanyakan merah alias negatif". Sementara konser Didi Kempot, katanya via Twitter, baik akun yang dikenal sebagai oposisi atau pendukung pemerintah "bersatu dalam Sobat Ambyar".

Lewat Instagram, BPIP mengatakan konser bertajuk 'Berbagi Kasih Bersama Bimbo: Konser Penggalangan Dana untuk Korban COVID-19' ini mengundang Preside Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, dan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo. Sementara beberapa artis yang meramaikan selain Bimbo adalah Rossa, Judika, Via Vallen, dan Reza Rahadian. Seluruh acara bisa disaksikan lewat 10 televisi, termasuk TVRI dan BNPB TV.

Presiden juga melelang motor listrik yang sudah ia tanda tangani dalam konser itu. Jokowi menamakan motor itu 'Si Gesit'.

Konser dan penggalangan dana semacam ini pada dasarnya baik, tapi jadi buruk karena membuat orang-orang berkumpul, kata anggota DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera kepada wartawan Tirto, Senin siang. "Konser bisa jalan dengan masing-masing di tempat dan bisa beramal dari mana pun" katanya.

Namun Bambang Soesatyo menepis tudingan tersebut. "Tidak ada kumpul-kumpul. Yang ada di studio hanya Bimbo dan pembawa acara," katanya lewat keterangan tertulis yang diterima wartawan Tirto, Senin pagi.

Selain motor listrik Jokowi, Bamsoet mengatakan ada banyak lukisan dan jaket yang terjual seharga ratusan juta. "[Hasilnya] diberikan secara cuma-cuma untuk membantu yang lebih membutuhkan" seperti "peternak, nelayan, dan petani".

Konser ini menurutnya bukan inisiatif pemerintah, tapi "seniman dan pekerja seni". Karena itu pula ia menegaskan konser ini bukan juga politik pencitraan "karena pemilu masih jauh".

Bamsoet, demikian ia biasa disapa, lantas menegaskan kalau "sebaiknya enggak perlu ngomel dan nyinyir. Percayalah, berbuat dan berbagi, membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan itu indah."

Tidak Tepat

Mardani mengatakan konser ini tetap saja keliru karena jelas-jelas penyelenggara acara abai terhadap prioritas pekerjaan. Alih-alih duduk santai menikmati konser, katanya, ada banyak hal-hal konkret yang perlu diawasi langsung. Misalnya mengawasi penyaluran sembako.

"Wakil rakyat mesti memberi contoh PSBB dan jangan banyak buang waktu dengan sibuk menikmati konser, sementara 3 juta buruh sudah di-PHK dan bantuan sembako kita belum lancar," katanya.

Asfinawati, perwakilan dari Koalisi Masyarakat Sipil, juga menilai serupa. Menurutnya konser amal tersebut tidak sejalan dengan fungsi dan kewenangan MPR dan BPIP. "Mencari dana semua bisa, tapi mengawasi eksekutif enggak semua bisa," katanya Asfin saat dihubungi pada Senin sore.

Menurut Asfin, dalam kegiatan seperti apa pun, akan selalu ada kemungkinan orang-orang berkumpul kendati bukan sebagai penonton. Hal tersebut dibuktikan dengan unggahan foto Renanda Bachtar di Twitter. Di sana terlihat para pejabat berkumpul tanpa menerapkan jaga jarak dan tidak pakai masker.

"Mereka sendiri berkumpul saja sudah memberi contoh tidak benar kepada rakyat," kata Asfin.

Asfin menduga konser tersebut adalah salah satu agenda pemerintah dalam membuka kembali aktivitas-aktivitas ekonomi dan politik di ruang publik dengan dalih 'new normal', padahal menurutnya itu semua hanya atas dasar pertimbangan politis, bukan kajian ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Kebijakan tanpa basis data seperti ini, misalnya memutuskan melonggarkan PSBB, menurut Asfin adalah bentuk nyata kegagalan pemerintah melindungi warga.

"Dalam kacamata hukum, akibat yang menyertai perbuatan ini termasuk kematian warga adalah tanggung jawab pemerintah sebagai pembuat kebijakan," katanya.

Baca juga artikel terkait KONSER atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino