tirto.id - Sejak ditukangi Arsene Wenger 20 tahun lampau, Arsenal setidaknya selalu mendapatkan dua kepastian: lolos ke Liga Champions tanpa pernah menjuarainya dan mengungguli rival London Utara, Tottenham Hotspur pada klasemen akhir. Penggemar Arsenal punya tradisi dalam merayakan momen di mana perolehan poin klub favorit mereka muskil terkejar Spurs di papan klasemen. Namanya "St.Totteringham Day", sebuah pelesetan dari penamaan hari dalam Kalender Liturgi yang pertama kali dicetuskan suporter bernama Julian Shulman pada tahun 2002 dalam forum arseweb.com.
Kala itu, Arsenal yang mengoleksi 63 poin pada pekan ke-30, tidak mampu dikejar Spurs yang baru mengumpulkan 38 poin. Kemudian musim-musim berikutnya berisi keyakinan Arsenal sukses mengangkangi Spurs pada klasemen akhir. Suporter Arsenal kerap merapal "mantra" berjudul "Tottenham, Mind The Gap!" berisi angan Spurs pasti tergelincir untuk memberi jalan Arsenal membalap dan berhak tertawa di akhir.
“There were 10 Tottenham points in the gap (in the gap!) (2x)
There were 10 Tottenham points, ten Tottenham points
10 Tottenham points in the gap (in the gap!)
And the boys from the Arsenal knocked one down (knocked one down)! (2x)
And the boys from the Arsenal, boys from the Arsenal
Boys from the Arsenal knocked on down (knocked one down!)
Begitu terus mereka menghitung mundur sampai selisih poin tiada lagi tersisa.
Memutar waktu sampai tahun 1995, kita mendapati fakta Arsenal masih ditukangi Bruce Rioch. Arsene Wenger masih berada di Jepang bersama Nagoya Grampus, Mauricio Pochettino hanya pemuda 23 tahun yang baru setahun ke Eropa untuk menjadi legenda Espanyol, sementara Dele Alli belum lahir. Dalam rentang waktu yang bermula pada tahun itu, sebetulnya Spurs beberapa kali berpeluang besar menyudahi catatan panjang nan buruk atas Arsenal. Tercatat ada enam musim bagi Tottenham bisa berjuang sampai laga terakhir, yaitu musim 1995-96, 2005-06, 2009-10, 2011-12, 2012-13, dan 2015-16.
Musim 2005-06 diwarnai kejadiaan 10 pemain inti Spurs keracunan lasagna yang dilahap semalam sebelum pertandingan terakhir melawan West Ham United. Pihak Spurs sampai memohon kepada Richard Scudamore, chief executive Liga Primer untuk menunda laga, tapi tidak terkabul. Alhasil mereka tunduk 1-2 dan impian lolos ke Liga Champions pertama kalinya terkubur seketika. Di tempat lain, Arsenal sukses menggasak Wigan Athletic 4-2 pada hari perpisahan Stadion Highbury. Peristiwa itu kemudian diingat sebagai "Lasagne-gate".
Sedangkan musim 2011-2012 dan 2012-2013 punya narasi yang hampir mirip. Arsenal baru saja ditinggal beberapa pemain kunci seperti Cesc Fabregas dan Samir Nasri pada awal 2011-12, serta Robin van Persie setahun berselang. Sementara Spurs tengah menjalani hari-hari indah bersama Gareth Bale yang kelak menjadi pemain termahal dunia dan menggondol dua gelar Liga Champions bersama Real Madrid. Sayang, pada dua musim itu Spurs yang dikomandoi Bale tetap tidak bisa melewati Arsenal yang mengalami guncangan periode transisi.
Musim lalu paling epik. Di saat Spurs dengan Leicester City menjadikan perebutan juara Liga Primer seperti arena pacuan dua kuda, tetap saja Arsenal berhasil menyalip di pekan pamungkas. The Lilywhites secara ajaib dibantai Newcastle United yang sudah pasti terdegradasi dengan skor 1-5. Pada waktu bersamaan, Arsenal unggul 4-0 atas Aston Villa. Sampai periode itu, "mantra" yang dirapal suporter Arsenal ternyata masih sakti mandraguna.
Musim ini mungkin akhir dari itu semua. Jurang pemisah di antara kedua tim berupa selisih 14 poin kelewat menganga. Nasib buruk Spurs mestinya menemui muaranya. Mereka dengan gemilang meraup 74 poin, perolehan tertinggi sepanjang keikutsertaan di Liga Primer. Sementara Arsenal tercecer di peringkat keenam dengan 60 poin, sekalipun punya tabungan satu laga versus Southampton. Kemenangan Hugo Lloris, cs. pada akhir pekan ini bisa memastikan adanya "St. Arseningham Day" pertama sejak 1995, karena perolehan 77 poin Spurs tidak terkejar lagi sekalipun Arsenal sapu bersih lima laga akhir dengan kemenangan (75 poin).
Spurs memang tengah menjalani musim terbaik mereka. Asa juara masih terjaga karena selisih poin dengan pemuncak klasemen Chelsea hanya empat. Mereka menjadi tim yang paling sedikit dalam jumlah kekalahan dan kemasukan gol. Surplus 47 gol menjadi yang terbaik di liga soal urusan selisih gol. Kerangka tim yang dihuni generasi 90-an hampir di semua posisi kecuali kiper menjadikan Spurs sebagai tim yang muda, berbahaya, dan tidak terbebani kegagalan pendahulunya.
Harry Kane kembali menyentuh angka dua digit perihal gol dalam tiga musim beruntun. Dele Alli mempertahankan gelar PFA Young Player of The Year yang dia raih musim lalu. Christian Eriksen dan Son Heung-Min tengah menjalani musim terbaik dalam karier dengan terlibat secara langsung pada 20 dan 16 gol tim, terbaik dalam karier keduanya. Belum lagi dengan Danny Rose, Kyle Walker, Eric Dier, dan Wanyama yang kian mantap dari musim ke musim. Sementara pemain senior seperti Lloris, Jan Vertonghen, Tobby Alderweireld, dan Mousa Dembele memberi kepemimpinan dan perlindungan di sektor belakang.
Saat ini, Spurs dalam trek delapan kemenangan beruntun, hanya Paris Saint-Germain yang juga melakukannya di lima liga top Eropa. Situs Spurs Stat Man menyebut rataan 2,8 poin kandang Spurs hanya kalah dari Juventus yang selalu sapu bersih kemenangan di kandang. Salah satu highlight performa hebat Spurs musim ini terlihat saat menghentikan laju 13 kemenangan beruntun Chelsea pada 5 Januari 2017. Ketika itu, Pochettino secara jitu menerapkan taktik "formasi kaca" guna melampaui formasi 3-4-3 Antonio Conte. Kemenangan penting yang menjaga momentum Spurs bisa meraih gelar Liga Primer musim ini.
Pochettino selalu menekankan anak asuhnya betapa pentingnya untuk fokus terhadap apa yang terjadi pada saat ini. Bukan terus menengok kegagalan di masa lampau atau malah menatap masa depan yang tidak penuh kepastian seperti isu kepindahan pemainnya. Kepergian mendadak pelatih tim U-23 Tottenham Ugo Ehiogu menyajikan contoh betapa penting menikmati apa yang ada hari ini.
“Saya tidak bisa menjamin apa-apa dalam hidup. Paling penting adalah menikmati masa sekarang. Saya sangat sedih, kita mesti menikmati saat ini dan tidak memikirkan (ketidakpastian) masa depan,” katanya kepada BT Sport.
Spurs sedang berada di koridor benar mewujudkan perayaan "St. Arseningham Day" di masa depan segera menjadi ‘masa kini’ milik mereka. Barang kali itu terjadi pada Minggu malam nanti.
Penulis: Rahman Fauzi
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti