tirto.id - “Bukan Hoax, Lilin di Kulit Apel!”
Begitu judul pada video berdurasi hampir dua menit yang saya temukan di Youtube. Seorang pria di depan kamera mengerik lapisan terluar apel dengan pisau, sambil berkata, “Ini bukan hoax, hati-hati buat kalian yang suka makan apel tanpa dicuci, ini ada putih-putihnya. Bahaya.”
Tak hanya satu video yang saya temukan saat berselancar dengan kata kunci “lilin pada apel”. Beberapa video lain muncul sebagai referensi, isinya rata-rata hampir sama: penampil dalam video memperlihatkan lapisan lilin pada buah dengan cara mengerik atau menyiram buah dengan air panas dan memperingatkan penonton terhadap risiko berbahaya dari memakan buah itu.
Benarkah pelapis lilin pada makanan berbahaya?
Melansir dari laman Antara News, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito telah menjamin keamanan pelapis lilin pada makanan. Penggunaan lilin sebagai bahan tambahan pangan (BTP) pelapis makanan atau telah diatur dalam Peraturan Kepala BPOM No. 12 Tahun 2013. Aturan itu menyebut beberapa jenis lilin yang aman digunakan sebagai BTP pelapis, yakni malam (Beeswax), lilin kandelila (Candelilla wax), lilin karnauba (Carnauba wax), syelak (Shellac), dan lilin mikrokristalin (Microcrystalline wax).
Pada pelapis jenis malam, lilin kandelila, dan syelak, asupan harian yang dapat diterima tubuh tidak dinyatakan. Artinya, BTP ini mempunyai toksisitas sangat rendah, sehingga tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan. Asupan harian yang dapat diterima pada jenis pelapis lilin Karnauba adalah sebanyak 0-7 mg/kg berat badan, sedangkan pada lilin mikrokristalin sebesar 0-20 mg/kg berat badan.
Keamanan BTP pelapis suatu produk dibuktikan dengan pengajuan sertifikat kuantitatif dan kualitatif, serta persetujuan dari Kepala BPOM. Pemohon dapat mengajukan permohonan tertulis disertai kelengkapan data dan formulir, keputusan sertifikasi akan diberikan BPOM paling lama enam bulan sejak diterimanya permohonan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi administratif oleh BPOM.
“Dimulai dengan peringatan tertulis, larangan edar sementara waktu, penarikan kembali, pemusnahan, hingga pencabutan izin edar,” kata Penny.
Mengapa Makanan Dilapisi Lilin?
Pelapisan lilin pada produk makanan termasuk teknik pengawetan makanan yang telah lama digunakan. Laman Science Directmenyatakan pelapis lilin berfungsi membikin tampilan makanan menjadi bagus, mengkilat, mencegah keriput, penyusutan, serta mencegah serangan patogen penyakit. Selain itu fungsi utamanya melindungi makanan kehilangan air/lapisan pelembab, sehingga makanan bisa bertahan lebih lama.
Sejatinya, komponen lilin sebagai pelapis makanan alami dimiliki oleh beberapa hewan dan tumbuhan (termasuk buah dan sayur). Apel, plum, pir adalah beberapa buah yang menghasilkan kandungan pelapis lilin alami. Komponen utama lilin pada buah apel disebut asam ursolat. Zat ini bersifat anti-air.
Lilin pada hewan, misalnya, diproduksi oleh serangga Lac betina. Ia menghasilkan lilin alami Shellac. Sementara itu, Carnauba adalah contoh lain lilin alami yang diproduksi daun-daun palem Carnauba.
“Kedua lilin ini aman dikonsumsi manusia dan mengandung beberapa komponen yang sama dengan komponen lilin apel,” kata Joe Kemble, Profesor Hortikultura dari Universitas Auburn, seperti dikutip laman Best Food Facts.
Masih ada berbagai jenis lilin alami yang diproduksi oleh tanaman dan hewan, seperti lilin lebah yang diproduksi lebah madu, lilin bayberry pada permukaan buah bayberry, atau lilin kedelai yang dihasilkan dari minyak kedelai. Namun, terkadang, produsen menambahkan pelapis lilin di atas lilin alami untuk menambah umur simpan. Kondisi ini jamak diterapkan pada pada mentimun, beberapa tanaman umbi-umbian, seperti rutabaga dan lobak.
Saat dipanen dan masuk ke tahap pengemasan, produk makanan segar seperti buah-buahan dan sayuran akan dicuci terlebih dulu. Tahap pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan residu kimia, tapi penggosokan menghilangkan sekitar 50 persen lapisan lilin alami. Jika buah dan sayur kehilangan lilin alaminya, maka ia akan mengalami transpirasi, kehilangan tekstur renyah dan menyusut.
Padahal, buah dan sayuran harus menempuh jarak jauh dari perkebunan untuk sampai ke pasar. Selama berada dalam pengiriman, penting untuk memperlambat kebusukan. Lilin pelapis tambahan adalah solusi praktis dan ekonomis untuk memperlambat proses pembusukan. María L. Zambrano-Zaragoza, dkk dalam laporan berjudul "Nanosystems in Edible Coatings: A Novel Strategy for Food Preservation", 2018 menyebut penambahan lapisan lilin diaplikasikan dengan cara disemprot, direndam, atau digosok.
“Lapisan yang dapat dimakan berbentuk polimer alami tidak beracun, tak perlu dihilangkan sebelum dikonsumsi,” kata peneliti.
Masih menurut laman Best Food Facts, beberapa jenis buah seperti apel Fuji dan Delicious (apel merah dan kuning) dapat bertahan selama setahun dengan teknik pengawetan ini. Lilin pelapis tambahan, memodifikasi lingkungan dengan menurunkan kadar oksigen sehingga menahan pembusukan. Buah harus memiliki lapisan lilin utuh agar mendapat manfaat dari teknik penyimpanan ini.
“Tenang saja, lilin tidak dapat dicerna karena tubuh tidak memiliki kemampuan memecah lilin dan menyerapnya. Lilin hanya melewati sistem pencernaan tanpa dicerna,” kata Kemble.
Editor: Maulida Sri Handayani