tirto.id - Pemerintah pusat melalui Kemenkominfo baru-baru ini melarang peredaran GIF bermuatan pornografi di Whatsapp. Pelarangan ini muncul menyusul banyaknya aduan konsumen melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terkait GIF tersebut. Menyikapi hal ini, Kemenkominfo melayangkan tiga surat peringatan kepada pihak Whatsapp untuk membersihkan GIF bertema pornografi pada tanggal 5-6 November silam.
Hingga Rabu (8/11), fitur GIF Whatsapp tidak bisa diakses pengguna di Indonesia. Akan tetapi, pemblokiran terhadap fitur GIF Whatsapp tidak akan berlangsung seterusnya. Hal ini dikarenakan pihak penyedia layanan pesan tersebut segera merespons keresahan pemerintah Indonesia.
Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, Whatsapp yang bekerja sama dengan Tenor untuk penyediaan fitur GIF akan mengeblok semua pencarian dengan kata kunci yang mengarah pada konten pornografi seperti “porn”, “seks”, “gay”, dan “lesbian”.
Baca juga
- Alasan Whatsapp Soal GIF Berkonten Pornografi yang Menuai Protes
- Pemblokiran Fitur GIF Whatsapp Dicabut Kementerian Kominfo
Jika Line Indonesia akhirnya memenuhi permintaan pemerintah, lain cerita dengan Whatsapp yang hingga saat ini masih memuat emoji-emoji pasangan gay dan lesbian. Keberatan pemerintah kepada Whatsapp untuk hal satu ini menguap begitu saja, kontras dengan reaksi terhadap GIF pornografi yang baru saja terjadi.
Tidak hanya emoji bertema LGBT saja yang diributkan sebagian orang. Hal seremeh penyusunan isi burger seperti tergambar dalam emoji pun sempat menjadi kerisauan.
Dilansir Independent, Google sempat dikritik lantaran menyusun keju isi burger di tempat paling bawah ketika Apple menempatkannya di tengah-tengah. Hal ini dinilai salah karena ada "ketentuan" khusus dalam menyusun isi burger dengan benar. Keputusan Apple untuk menempatkan selada tepat di atas roti bagian bawah dianggap lebih sesuai karena berfungsi untuk menahan air dari isi burger di atasnya.
Emoji senjata laras panjang yang rencananya ditampilkan dalam aplikasi pesan di smartphone pun sempat mendapat penolakan dari Apple, Google, dan Facebook. Anggota-anggota Unicode Consortium—yang meregulasi peredaran emoji—menyatakan emoji ini “aneh dan tidak biasa”. Keputusan menolak emoji ini juga dilakukan setelah terjadi penangkapan terhadap seorang laki-laki di Perancis yang mengirimi mantan pacarnya emoji pistol. Pengadilan menilai pengiriman emoji ini merupakan ancaman dalam bentuk gambar.
Baca juga Penerjemah Emoji, Pekerjaan Baru di Dunia Modern
Emoji pistol pun sempat diubah di ponsel pintar keluaran Apple. Emoji yang mulanya digambarkan menyerupai pistol sungguhan diganti dengan emoji pistol mainan dalam iOS 10.
Penggantian emoji ini bukan tanpa alasan. Catatan kekerasan bersenjata yang terjadi di AS mendorong Apple bersikap sensitif terhadap pemuatan emoji senjata.
Seperti kasus di Perancis, pemakaian emoji senjata juga berujung pada penangkapan beberapa remaja di AS. Di Virginia, remaja 12 tahun terkena masalah hukum setelah membuat post berisi ancaman di Instagram dengan menggunakan emoji pistol, pisau, dan bom. Beralih ke Brooklyn, remaja lain sempat ditangkap lantaran membuat post dengan emoji polisi dan emoji pistol yang diarahkan ke emoji pertama.
Penggantian emoji ini mengundang cibiran dari sejumlah warganet. Mereka memandang, pengubahan emoji pistol asli ke pistol mainan tidak akan berefek terhadap jumlah kekerasan bersenjata di tempat mereka berada.
Emoji sering pula digunakan sebagai suatu metafor. Terkait konten seksual, Instagram sempat membatasi pencarian dengan emoji terong pada 2015. Pasalnya, terong sering diasosiasikan dengan genitalia laki-laki. Bila seseorang mencari tagar #eggplant di platform media sosial tersebut, hasilnya pun akan nihil. Pembatasan ini hanya diberlakukan untuk terong, sementara pisang dan buah persik yang sering dipakai sebagai metafora penis dan bokong sejauh ini aman-aman saja dari penerapan regulasi Instagram.
Baca juga Unicode Setujui Emoji Berhijab dan Emoji Agender
Emoji-emoji yang muncul di layar smartphone diambil dari potongan-potongan realitas yang ada. Penggantian emoji pistol merefleksikan kesadaran akan isu kekerasan bersenjata, pun demikian dengan pemunculan emoji sepatu perempuan. Bedanya, realitas yang dipotret dari pemunculan emoji sepatu perempuan terkait dengan stereotip gender.
Saat kata “shoes” diketik dalam pencarian emoji, akan muncul gambar sepatu perempuan dengan hak tinggi seperti stilleto merah atau boot krem. Pakem femininitas arus utama tercitra dari emoji-emoji ini, padahal nyatanya, tak semua perempuan sepakat dengan penggambaran seperti itu.
Dalam Newsweek, Jane Solomon, leksikografer di Dictionary.com yang juga berperan dalam Unicode Emoji Subcommitee, menyatakan: “Ada persepsi yang salah bahwa hal-hal yang disuguhkan mesin bersifat tidak bias. Anda harus bertanya, ‘Siapa yang memprogram mesin tersebut? Siapa yang membuat keputusan sepatu stilleto merepresentasikan sepatu perempuan?’… Saya pikir banyak orang melihat emoji sebagai hal yang remeh temeh, tetapi ini adalah cara orang berkomunikasiyang sesungguhnya.”
Pada saat simbol visual di papan ketik ponselmerepresentasikan stereotip gender yang mengundang kritik seperti dalam kasus emoji sepatu perempuan, secara bersamaan, upaya mematahkan stereotip gender pun terjadi.
Tengok saja emoji-emoji profesi dan ekspresi yang mencakup kedua gender. Perempuan teknisi, peneliti, astronot, atau pekerja konstruksi dapat dengan mudah ditemukan. Atau lihat pula penggambaran orangtua tunggal yang tidak lagi tabu dalam emoji.
Baca juga Nasib Emoji di Tangan Generasi Milenial
Isu LGBT yang muncul melalui emoji boleh jadi mendapat kritik pedas seperti dari sebagian orang Indonesia. Akan tetapi, bagi mereka yang sepakat mengusung inklusivitas gender, hal ini adalah sesuatu yang patut diapresiasi.
Bukan hanya dalam aplikasi pesan saja simbol-simbol yang merepresentasikan LGBT muncul. Facebook pun sempat merilis tombol reaksi bendera pelangi yang berasosiasi dengan LGBT. Tidak semua orang bisa mengakses tombol ini. Hanya pengguna yang telah mengikuti LGBTQ page dan berada di negara-negara tertentu yang bisa menggunakannya.
Emoji dan simbol-simbol visual lainnya bisa saja dibilang merepresentasikan cara berpikir orang-orang. Emoji bisa membahasakan perasaan. Tetapi kenyataannya, sebagaimana bentuk-bentuk bahasa lainnya, emoji juga berpotensi mereduksi makna sehingga muncul kesalahpahaman.
Apakah saat mengirim gambar terong, asosiasi yang muncul melulu bersifat seksual? Atau bila mengirim emoji tertawa, si pengirim benar-benar memandang percakapan sebelumnya begitu jenaka? Pun demikian saat mengirim emoji bom dan pisau, apakah hal ini dinilai sebagai ancaman atau sekadar seloroh belaka?
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Zen RS