Menuju konten utama

Benarkah Osteoporosis Lebih Rentan pada Perempuan & Apa Penyebabnya

Pengeroposan tulang atau osteoporosis akan lebih rentan menyerang perempuan daripada laki-laki.

Benarkah Osteoporosis Lebih Rentan pada Perempuan & Apa Penyebabnya
Ilustrasi osteoporosis. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Osteoporosis atau pengeroposan tulang bisa terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang berkembang ketika kepadatan mineral tulang dan massa tulang menurun, atau ketika kualitas atau struktur tulang berubah.

Hal ini dapat menyebabkan penurunan kekuatan tulang yang dapat meningkatkan risiko patah tulang (patah tulang).

Dilansir dari laman Bones, osteoporosis juga sering kali disebut sebagai penyakit “silent” atau "diam" karena Anda biasanya tidak memiliki gejala, dan Anda bahkan mungkin tidak tahu jika mengidap penyakit tersebut sampai Anda mengalami patah tulang.

Osteoporosis adalah penyebab utama patah tulang pada perempuan pascamenopause dan pada pria yang lebih tua. Fraktur dapat terjadi pada tulang manapun tetapi paling sering terjadi pada tulang pinggul, tulang belakang di tulang belakang, dan pergelangan tangan.

Lantas, benarkah perempuan jauh lebih berisiko mengalami osteoporosis?

Dokter spesialis tulang dari RS Medistra dr. Kiki Novito, Sp.OT menjelaskan bahwa pengeroposan tulang atau osteoporosis akan lebih rentan menyerang perempuan daripada laki-laki.

Menurutnya, hal tersebut dikarenakan pengaruh hormonal saat seorang perempuan mengalami menopause atau berakhirnya siklus menstruasi yang biasanya terjadi saat memasuki usia 45 hingga 55 tahun.

"Osteoporosis itu pada wanita bisa terjadi lebih cepat, karena adanya perubahan hormonal saat menopause," ujar Kiki seperti dilansir dari Antara.

Kiki menjelaskan bahwa sebenarnya, tulang manusia mengalami remodeling atau pergantian tulang yang sudah tua menjadi tulang yang baru. Menurutnya, proses yang terjadi seumur hidup itu sangat dipengaruhi oleh hormon seks yakni estrogen pada perempuan dan testosteron pada laki-laki.

"Pada wanita, proses remodeling tulang itu sangat dipengaruhi oleh hormon estrogen. Sedangkan kalau pria kan hormon seksnya bertahan lebih lama, bisa sampai umur di atas 65 atau 70. Sehingga pada wanita, osteoporosis itu lebih cepat (menyerang)," jelas Kiki.

Namun, Kiki juga mengingatkan bahwa hormon seks bukan satu-satunya yang dapat mempengaruhi seseorang untuk mengalami osteoporosis.

Infografik SC Osteoporosis

Infografik SC Osteoporosis. tirto.id/Sabit

Penyebab dan faktor yang dapat meningkatkan risiko osteoporosis

Berikut beberapa faktor dan penyebab yang dapat meningkatkan risiko osteoporosis meliputi:

1. Gaya hidup tidak sehat seperti kurang bergerak

Tingkat aktivitas fisik yang rendah dan periode tidak aktif yang berkepanjangan dapat berkontribusi pada peningkatan pengeroposan tulang.

2. Memiliki kebiasaan merokok

Studi menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor risiko osteoporosis dan patah tulang. Namun, para peneliti masih mempelajari apakah dampak merokok pada kesehatan tulang berasal dari penggunaan tembakau saja atau jika orang yang merokok memiliki faktor risiko lebih besar untuk osteoporosis.

3. Minum alkohol

Kecanduan alkohol berat secara kronis merupakan faktor risiko yang signifikan untuk osteoporosis.

4. Kurang mengonsumsi kalsium dan vitamin D

5 Penggunaan obat-obatan tertentu

Penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka panjang dapat membuat Anda lebih mungkin mengalami pengeroposan tulang atau osteoporosis, seperti:

- Glukokortikoid dan hormon adrenokortikotropik, untuk mengobati berbagai kondisi, seperti asma dan rheumatoid arthritis.

- Obat antiepilepsi, untuk mengobati kejang dan gangguan neurologis lainnya.

- Obat kanker, yang menggunakan hormon untuk mengobati kanker payudara dan prostat.

- Inhibitor pompa proton, untuk menurunkan asam lambung.

- Inhibitor reuptake serotonin selektif, untuk mengobati depresi dan kecemasan.

- Thiazolidinediones, untuk mengobati diabetes tipe II.

6. Perubahan pada hormon

Rendahnya kadar hormon tertentu dapat meningkatkan peluang Anda terkena osteoporosis. Sebagai contoh:

- Kadar estrogen yang rendah pada perempuan setelah menopause.

- Rendahnya kadar estrogen akibat tidak adanya periode menstruasi yang tidak normal pada perempuan premenopause karena gangguan hormon atau aktivitas fisik yang berlebihan.

- Rendahnya kadar testosteron pada pria. Pria dengan kondisi yang menyebabkan testosteron rendah berisiko terkena osteoporosis. Namun, penurunan secara bertahap testosteron karena penuaan mungkin bukan alasan utama hilangnya massa tulang.

7. Pengaruh genetik

Para peneliti menemukan bahwa risiko osteoporosis dan patah tulang dapat meningkat jika salah satu orang tua Anda memiliki riwayat osteoporosis atau patah tulang pinggul.

8. Kondisi medis lainnya

Beberapa kondisi medis yang mungkin dapat Anda obati atau kelola ternyata juga bisa meningkatkan risiko osteoporosis, seperti penyakit endokrin dan hormonal lainnya, penyakit gastrointestinal, rheumatoid arthritis, jenis kanker tertentu, HIV/AIDS, dan anoreksia nervosa.

Cara mencegah osteoporosis

Kiki menjelaskan ada beberapa terapi osteoporosis yang dapat dilakukan. Di antaranya, latihan beban untuk memicu kerja sel yang berfungsi membentuk tulang sehingga dapat mencegah tulang menjadi lemah.

"Belum ataupun sudah didiagnosa osteoporosis, mesti lakukan latihan beban. Jadi enggak boleh hanya cukup berenang saja atau main sepeda statis saja, tapi harus ada unsur jalan, ada unsur main beban," ujar Kiki.

Selain itu, juga mengonsumsi bifosfonat atau kelompok obat yang dapat mengobati penyakit osteoporosis. Obat-obatan ini, kata Kiki, berfungsi menambah massa tulang. Namun, dia menyarankan, jika Anda ingin mengonsumsi bifosfonat, maka Anda harus melakukan kontrol rutin dengan dokter.

“Karena kalau kebanyakan bifosfonat, tulang itu bisa lebih fragile, sehingga dia bisa patah sendiri,” imbuh Kiki.

"Kemudian ada hormonal replacement therapy (HRT) yang cukup baik untuk osteoporosis terutama untuk wanita yang baru mengalami menopause, tapi tentunya juga harus dikonsultasikan dengan dokter, untuk mengetahui apakah ada risiko terjadi kanker," pungkasnya

Baca juga artikel terkait LIFESTYLE atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Iswara N Raditya