tirto.id - Mantan pelatih Manchester United Alex Ferguson pernah menjuluki Manchester City sebagai “tetangga yang berisik”. Namun, kini Ferguson dan juga penggemar Manchester United lain agaknya perlu merevisi julukan itu. Pasalnya, si tetangga tak hanya semakin bising dan menyebalkan, tapi makin moncer prestasinya.
Sejak diakuisisi Sheikh Mansour, pengusaha asal Timur Tengah, City makin digdaya di kompetisi domestik. The Citizens telah merengkuh 4 trofi Premier League, 2 Piala FA, 5 Piala Liga Inggris, dan 3 Community Shield. Jumlah gelar City diperkirakan bakal terus bertambah di bawah arahan Pep Guardiola musim ini lantaran tim yang pada mulanya bernama St. Marks itu masih bertahan di empat ajang yang diikuti.
Di ajang Liga Champions, mereka berpeluang besar lolos ke babak perempat final. Di Liga Inggris, City berpotensi untuk merebut gelar yang musim lalu didapat Liverpool. Hingga pekan 26, The Citizens berselisih 12 angka dari MU yang berada di urutan 2.
City memang belum memastikan satu gelar pun musim ini. Tapi, menilik performa Raheem Sterling dan rekan-rekannya, kesempatan untuk setidaknya merengkuh gelar bergengsi terbuka lebar.
Persaingan kedua tim yang sebelumnya adem ayem karena prestasi MU lebih mentereng daripada City, kini memanas lagi. Sejarah pun terulang. Sama halnya dengan persaingan dua rival sekota ini pada 1940-an, pemicunya tak lain adalah uang.
“Kami punya banyak uang untuk membeli banyak pemain hebat. Memang benar, tanpa pemain berkualitas, kami jelas tidak akan mampu berburu gelar,” kata Pep Guardiola sebagaimana dikutip Sky Sports usai timnya meraih kemenangan atas Borussia Monchengladbach pada leg pertama babak 16 besar Liga Champions 2020/2021.
“Para pemain sangat hebat dan punya hubungan yang sangat baik. Mereka bermain dengan tujuan untuk memenangkan setiap pertandingan,” tambahnya.
Tak Hanya Tentang Uang
Pelatih West Ham David Moyes menyebut, moncernya performa City sebenarnya bukan hanya disebabkan uang melimpah untuk belanja pemain. Tentu saja, ada andil Guardiola di sana. Menurut Moyes, Guardiola sama halnya dengan juru masak terkenal Heston Blumenthal yang lihai memadupadankan hal-hal baru yang sebelumnya dianggap tidak umum.
Blumenthal kerap kali melakukan sesuatu yang tidak biasa. Pokoknya sesuatu yang tidak pernah dibayangkan orang sebelumnya, seperti mencampurkan cokelat dengan telur. Awam biasanya akan berpikir, itu tak akan berhasil atau rasanya tidak akan enak. Namun, menurut Moyes, Blumenthal bisa membuat padu padan itu berhasil.
“Nah, Pep itu Heston Blumenthal-nya sepak bola. Dia melakukan hal-hal yang luar biasa, sesuatu yang tidak terpikirkan oleh banyak orang. Saya sangat menghargainya. Dia sosok inovatif yang selalu mencari ide-ide baru,” ucap Moyes seperti dinukil BBC.
Kecerdasan Guardiola sebagai peracik strategi terlihat kala dia kerap memasang pemain bukan pada posisi terbaiknya. Joao Cancelo, misalnya, dipasang sebagai bek sayap kiri dan gelandang bertahan sekaligus ketika City melawan Monchengladbach. Hal ini, menurut Moyes, akan sangat menyulitkan pelatih lawannya.
Tanpa mengesampingkan peran pemain lainnya, Cancelo memang tampil apik dalam laga itu. Whoscored mencatat, selain memberi 1 asis, penggawa asal Portugal itu menorehkan 92 operan dengan tingkat akurasi mencapai 86 persen. Cancelo juga menorehkan 2 tekel dan sekali memenangi duel udara.
Jadi, statistik tersebut jadi bukti sahih daya adaptasi dan konsentrasi Cancelo, meski dia tidak bermain dalam posisi aslinya.
Tak hanya itu, kepercayaan dirinya pun terlihat dengan jumlah dribel yang mencapai 4—terbaik di antara rekan-rekannya. Dari segi sistem permainan, Cancelo mengejewantahkan apa yang diinstruksikan Pep dengan baik dan berperan penting terhadap kemenangan City.
Menurut kolumnis The Guardian Jonathan Wilson, permainan City di tangan Pep musim ini sangat sulit untuk dihentikan. City bisa mencetak gol dari situasi apa pun, oleh pemain di posisi mana pun. Gol bek tengah John Stones dan Ruben Dias kala mengandaskan West Ham pada pekan 25 Liga Inggris adalah buktinya.
“Gol Ruben Dias adalah sundulan klasik dari seorang bek tengah. Sementara itu, John Stones melakukan tendangan yang luar biasa, dia menciptakan ruang sebelum melakukan penyelesaian akhir. Itu adalah validasi yang bagus atas metode Guardiola,” tulis Wilson.
Wilson tanpa ragu juga menyebut gol Stones memperlihatkan jika Pep sukses melatih City dengan pendekatan taktik yang amat baik. Tidak sepenuhnya benar untuk mengatakan Stones adalah seorang gelandang yang bisa bertahan, justru—kata Wilson, Stones adalah seorang bek yang punya sentuhan laiknya seorang gelandang.
Belanja Efektif
Merujuk pada catatan Transfermarkt, City bukanlah tim Liga Inggris dengan belanja paling jor-joran musim ini. Guardiola “hanya” menggelontorkan dana sebesar 177 juta euro untuk belanja pemain baru. Tim paling royal musim ini adalah Chelsea yang mengeluarkan dana hingga 247 juta euro.
Meski begitu, jika bicara efektifitas pembelian pemain, City justru lebih unggul dari tim asal London itu.
Musim ini, Chelsea mendatangkan pemain-pemain seperti Kai Havertz, Ben Chilwell, Edouard Mendy, Thiago Silva, Hakim Ziyech, hingga Timo Werner. Namun, mereka gagal mewujudkan harapan para pendukungnya. Liga belum rampung, Frank Lampard justru dipecat karena dianggap gagal memenuhi ekspektasi.
Berbeda dari Chelsea, City melakukan belanja pemain dengan sangat terukur dan penuh pertimbangan. Pembelian Ruben Dias bisa jadi merupakan pembelian terbaik City musim ini. Dengan status bek termahal City dengan nilai transfer 68 juta euro, Ruben Dias mampu mebuktikan kapasitasnya.
Dalam 23 kali penampilannya berseragam The Citizens, Dias membuktikan dirinya layak jadi andalan di lini belakang. Sejauh ini, City merupakan tim dengan tingkat kebobolan paling sedikit (16) di Liga Inggris. Dias juga dinilai cakap berperan sebagai pemimpin lini belakang sepeninggal Vincent Kompany.
Dia tak canggung menegur rekan-rekannya atau berteriak untuk memompa semangat. Menurut Nelson Feijao, rekan Dias samasa bermain di Benfica, Dias memang mampu memengaruhi dia dan kawan satu tim.
“Dia tidak bisa diam satu detik pun ketika laga berlangsung. Dia berbicara selama 90 menit tanpa henti. Rasa-rasanya kau seperti bermain dengan sebuah diktafon. ‘Maju... mundur... jatuhkan dia... bergerak ke sana... ke sini,” kata Feijao kepada The Athletic.
Selain pembelian pemain yang tepat, lagi-lagi kita mesti memuji strategi yang diterapkan Guardiola. Sergio Aguero yang sering absen musim ini nyatanya tidak berpengaruh pada produktivitas gol City. Gelandang Ilkay Gundogan menjadi top skor klub dengan torehan 11 gol, disusul Raheem Sterling 9 gol, serta Riyad Mahrez dan Philip Foden yang masing-masing mencetak 6 gol.
Kedalaman skuad dan strategi yang tepat membikin City tak perlu bergantung pada satu-dua pemain saja.
Guardiola sebagaimana dikutip laman resmi klub menuturkan, pemain top adalah kunci, tapi dia juga menuntut stabilitas agar performa tim tetap konsisten. Pelatih yang mengakhiri kariernya sebagai pemain bersama Dorados—tim asal Meksiko—itu berkata, “Anda membutuhkan organisasi yang kuat di semua bidang dengan staf yang mampu menangani tuntutan sepak bola level elit.”
Sejauh ini, Guardiola telah membawa City meraup 20 kemenangan beruntun di lintas kompetisi. Ini merupakan rekor kemenangan terpanjang dalam sejarah sepak bola Inggris. Ia mengalahkan rekor Arsenal pada 1987 yang membukukan 17 kemenangan berturut-turut.
Jadi, tak tepat benar jika menganggap prestasi City hanya bersumber dari uangnya yang melimpah.
“Kami sedang membangun sebuah struktur untuk masa depan, bukan hanya tim yang berisi para pemain bintang,” demikian sebuah quote dari Sheikh Mansour yang terpampang di dinding kantor manajemen City.
Editor: Fadrik Aziz Firdausi