tirto.id - Patrick van Aanholt mendribel bola seorang diri ke tepi kotak penalti. Sesaat kemudian, memanfaatkan celah di samping kanan gawang kiper MU David De Gea, fullback Crystal Palace itu melepaskan tendangan terukur ke tiang dekat yang bikin tribun Stadion Sellhurst Park bergemuruh. Kesalahan De Gea yang mengakibatkan terciptanya celah pada partai EPL 6 Maret 2018 lalu itu sempat 'terlupakan', lantaran MU akhirnya bisa bangkit dan berbalik mengalahkan Palace dengan skor akhir 2-3. Namun, pada pertemuan dengan Palace setahun berselang alias Sabtu (24/8/2019) kemarin, tak ada lagi kata maaf bagi De Gea dan Setan Merah.
Pada partai yang dihelat di Stadion Old Trafford tersebut, van Aanholt kembali memperdaya De Gea dengan sepakan kaki kiri ke tiang dekat. Kali ini, MU tak sanggup mengejar ketinggalan dan harus rela kalah tipis 1-2. Buntut kekalahan ini tak hanya bikin keinginan Setan Merah menempel Liverpool di puncak klasemen sementara EPL 2019/2020 tertunda, tapi juga membuat De Gea dihujani kritik.
"Hal paling mengkhawatirkan dari MU saat ini adalah penampilan David De Gea," tutur komentator talkSport, Danny Murphy, Senin (26/8/2019).
"Dia seharusnya bisa menggagalkan gol kemenangan Palace [tembakan van Aanholt]. Itu kesalahan lain dari dia dan terjadi terlalu sering. Tak penting lagi seberapa bagus dia bisa tampil, karena saat ini jelas ada yang tidak benar dari dia. Itu adalah masalah yang harus segera diselesaikan MU," imbuhnya.
Terciptanya gol ke gawang sebuah tim sebenarnya merupakan tanggung jawab 11 pemain. Namun dalam kasus ini, Danny Murphy punya dasar untuk kesal terhadap De Gea. Dalam tiga laga EPL yang telah dilakoni MU musim ini, menurut hitung-hitungan Squawka, De Gea sudah bikin tiga kesalahan yang berujung gol untuk lawan (error leading to a goal).
Ini jelas berbeda dengan musim lalu dan dua musim sebelumnya. Pada musim 2018/2019, De Gea dua kali bikin kesalahan dalam kurun 35 pertandingan. Sementara itu pada musim 2017/2018, ia bahkan tak bikin satu pun kesalahan dalam 37 penampilan di EPL.
Selain kesalahan berujung gol, kata Murphy, satu aspek yang kerap disoroti dari De Gea adalah fakta ia sering kemasukan gol penting dari tembakan ke tiang dekat. Isu ini sebenarnya bukan topik baru karena pada musim lalu, gol ke tiang dekat gawang De Gea berulang kali bikin MU harus rela kehilangan poin di laga krusial. Misalnya saat MU melawan Manchester City pada laga EPL tertanggal 24 April 2019.
Dua gol kemenangan City pada pertandingan itu—dicetak Bernardo Silva dan Leroy Sane—terjadi dari sebuah tembakan lemah ke tiang dekat. Menurut mantan pemain Blackburn Rovers yang kini jadi pandit BT Sport, Chris Sutton, bola seperti itu seharusnya bisa diantisipasi dengan mudah oleh penjaga gawang kelas dunia macam De Gea.
"Sejujurnya, Bernardo Silva tak terlihat sungguh-sungguh melepaskan tembakan yang keras ke tiang dekat. De Gea juga seharusnya bisa menggagalkan tendangan Sane," ungkap Sutton.
Benarkah De Gea punya kelemahan spesifik dalam mengantisipasi tembakan ke tiang dekat?
Bukan Kelemahan, tapi Masalah Penempatan
Memvonis De Gea sebagai kiper yang mutlak lemah dalam mengantisipasi tembakan tiang dekat sebenarnya tak sepenuhnya tepat. Faktanya, tak jarang pula De Gea mengadang tembakan tiang dekat dengan kakinya yang ajaib.
Yang terbaru misal, dalam laga MU versus Chelsea di Old Trafford, 11 Agustus 2019 lalu, De Gea berulang kali mengadang tembakan akurat yang dilepaskan para penggawa The Blues ke tiang dekatnya. Contohnya, saat De Gea menahan sepakan kaki kiri Ross Barkley di menit 39 atau sewakktu menghalau sepakan keras Emerson Palmieri beberapa saat berselang.
Lantas, mengapa aksi serupa tak dapat diulangi De Gea pada laga kontra Palace?
Menurut kiper profesional asal AS sekaligus analis sepakbola The Athletic, Matt Pyzdrowski, biang kerok penampilan buruk De Gea di laga kontra Palace bukan semata karena 'kutukan tiang dekat'. Masalah ini muncul lebih disebabkan penempatan posisi si penjaga gawang yang acap kali tidak konsisten.
Pada saat mengadang sepakan Ross Barkley di laga kontra Chelsea, De Gea cenderung menjaga dirinya cukup tegak saat berdiri di tiang dekat. Tubuh bagian atasnya tegap dan sejajar dengan bola, kakinya bengkok dan sedikit lebih lebar dari lebar bahunya, dan tangannya setinggi pinggang. Posisi ini memungkinkan De Gea bisa mengadang tembakan dengan kaki maupun tangan. Dan benar saja, sepakan mendatar Barkley bisa dia setop dengan kaki kanannya.
Sialnya, saat menghadapi tembakan van Aanholt akhir pekan lalu, De Gea tidak menempatkan diri di posisi ideal layaknya ketika menahan sepakan Barkley.
"Ketika menghadapi tembakan van Aanholt dalam laga kontra Palace kemarin, posisi berdiri De Gea tanggung. Dia berdiri dengan sedikit membungkuk dan posisi kaki yang lebih lebar dari postur lazimnya," tulis Pyzdrowski.
Alhasil, ketika van Aanholt menembakan bola ke samping kanan De Gea dengan arah bola sedikit tinggi, posisi si penjaga gawang malah canggung. Kaki De Gea tak cukup mengadang ketinggian bola dan tangannya tidak dalam posisi ideal untuk menggapai bola. Logis apabila reflek tangannya terlambat dan bola lebih dulu masuk ke gawang.
"Dengan konteks ini, lebih mudah untuk memahami bagaimana tembakan yang terlihat cukup sederhana untuk De Gea sebenarnya lebih sulit daripada yang kita bayangkan," pungkas Pyzdrowski.
Namun teori ini, masih menurut Pyzdrowski, bukan berarti bisa digunakan sebagai pleidoi atas gol yang masuk ke gawang De Gea. Baginya, kiper sekelas De Gea seharusnya tetap punya potensi mengadang tembakan sesukar apa pun.
Dan apabila penggawa Timnas Spanyol itu tak kunjung memperbaiki rapornya yang terus anjlok, bahkan meski 'kutukan tiang dekat' itu cuma sebatas hoaks, pada akhirnya wajar apabila MU mulai berpikir mencari pengganti De Gea.
Editor: Mufti Sholih