Menuju konten utama

Beda Ulat Kayu dan Ulat Sagu, Apa Bisa Dimakan & Kandungan Gizi

Benarkah ulat sagu punya protein yang tinggi dan apa bedanya dengan ulat kayu?

Beda Ulat Kayu dan Ulat Sagu, Apa Bisa Dimakan & Kandungan Gizi
Seorang warga menunjukkan ulat dari batang pohon sagu tua di Kampung Yoboi, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Sabtu (8/10/2022).ANTARA FOTO/Gusti Tanati/app/rwa.

tirto.id - Ulat kayu dan ulat sagu jadi perbincangan warganet menyusul viralnya sebuah video tentang anak SD yang membawa bekal ulat ke sekolah. Kedua jenis ulat ini memang tampak serupa, tapi ulat kayu sebenarnya berbeda dengan ulat sagu.

Dalam video yang sedang viral, seorang anak SD di Bojonegoro tampak memperlihatkan bekalnya yang berisi nasi dengan lauk yang mirip seperti ulat sagu. Meski mendapat respons yang kurang mengenakkan dari sang guru, faktanya ulat sagu termasuk jenis makanan yang tinggi protein.

Sejak dulu ulat sagu memang dikenal sebagai makanan khas masyarakat Papua. Sayangnya, ulat sagu tidak terlalu populer sebagai bahan makanan di wilayah lain seperti di Jawa.

Di sisi lain, ada pula ulat kayu yang secara fisik memang mirip dengan ulat sagu. Keduanya sebenarnya adalah larva dari jenis kumbang tertentu, tapi ulat kayu kurang begitu populer sebagai bahan konsumsi.

Guna mengenal lebih jauh tentang perbedaan kedua jenis ulat ini, berikut informasi mengenai ulat sagu dan ulat kayu.

Ulat Sagu

Ulat sagu adalah larva dari kumbang sagu (Rhynchophorus ferrugineus). Kumbang ini sebenarnya termasuk kategori serangga hama yang bisa merusak tanaman.

Kumbangnya yang berwarna cokelat kemerahan juga sering ditemui di pohon kelapa, aren, hingga salak. Karena itu kumbang ini juga kerap disebut sebagai kumbang kelapa atau kumbang merah kelapa.

Larvanya yang disebut dengan ulat sagu sering ditemukan pada pohon sagu, bahkan bisa dibudidayakan. Panennya dapat dilakukan dalam 30-40 hari setelah pohon sagu ditebang.

Secara fisik, ulat sagu memiliki panjang sekitar 5 cm atau sebesar ibu jari. Ulat sagu berwarna cokelat kekuningan dengan bagian kepala berwarna cokelat gelap.

Ulat sagu sering dikonsumsi oleh masyarakat Papua dengan cara dipanggang atau digoreng. Ulat ini pun dikenal memiliki kandungan gizi seperti protein, lemak, dan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga tergolong makanan yang menyehatkan.

Menurut Indonesian Journal of Nursing and Health Science, ulat sagu diketahui mengandung protein hingga 9,34 persen. Ulat sagu juga mengandung sejumlah asam amino esensial seperti asam aspartat, asam glutamat, tirosin, lisin, hingga metionin.

Karena memiliki kadar gizi yang cukup tinggi, ulat sagu pun bisa jadi alternatif sumber energi. Apalagi ulat sagu mampu mempertahankan kadar proteinnya meskipun sudah mengalami proses pengolahan atau dimasak.

Ulat Kayu

Ulat kayu merupakan larva dari kumbang tanduk panjang (Xystrocera festiva). Ulat kayu juga dikenal dengan nama hama boktor yang sering merusak sektor perkebunan, khususnya pada pohon sengon.

Ulat kayu dianggap sebagai hama karena bisa merusak bagian dalam batang pohon, baik pohon yang masih hidup atau yang sudah ditebang. Ulat ini biasanya akan menggerek atau melubangi batang pohon untuk memakannya.

Secara fisik, ulat kayu mirip dengan ulat sagu dan berwarna kuning kecokelatan. Sampai saat ini belum ada penelitian lebih jauh mengenai kandungan gizi ulat kayu.

Meski demikian, beberapa sumber menyebutkan bahwa ulat kayu terkadang dikonsumsi oleh sebagian masyarakat di daerah tertentu karena dipercaya memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi.

Baca juga artikel terkait GAYA HIDUP atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari