Menuju konten utama

Beda Gerindra dan PPP Merespons Pidato Kenegaraan Jokowi

Pidato kenegaraan Presiden Jokowi dalam rangka HUT ke-72 di hadapan DPR dan DPD RI mendapat respons beragam.

Beda Gerindra dan PPP Merespons Pidato Kenegaraan Jokowi
Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla berjabat tangan dengan anggota DPR seusai menghadiri Sidang Bersama DPR dan DPD Tahun 2017 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di hadapan DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT ke-72 Proklamasi Republik Indonesia mendapat respons beragam. Ada yang mengapresiasi, namun tak sedikit yang mengkritisi, bahkan menganggapnya tidak sesuai kenyataan.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP, Arsul Sani termasuk yang mengapresiasi. Ia menilai pidato kenegaraan Presiden Jokowi cukup detail. Menurut dia, pidato Presiden banyak berisi data kuantitatif, dan tidak hanya berisi persoalan makro melainkan juga hal-hal mikro, seperti kenaikan BBM dan desa-desa yang tidak teraliri listrik.

“Itu saya kira kelebihannya pidato Presiden Jokowi, dibandingkan dengan presiden sebelumnya,” kata Arsul, di Komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (16/8/2017).

Dalam pidato tersebut, Jokowi memang menjelaskan secara cukup detail terkait capaian-capaian pemerintah, khususnya komitmen pemerintah dalam mempercepat pemerataan pembangunan daerah dan desa. Misalnya, melalui program Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik.

Komitmen pemerataan ekonomi juga diwujudkan melalui peningkatan dana desa, yang pada tahun 2017 ini besarnya mencapai Rp60 triliun. Dengan dana desa ini, kata Jokowi, pemerintah mendorong percepatan pertumbuhan serta pemerataan ekonomi desa. Pemerintah juga mendorong peningkatan rasio elektrifikasi nasional yang mencapai 92 persen pada Maret tahun 2017.

“Dalam sidang yang terhormat ini, saya ingin menyampaikan ucapan selamat kepada warga Desa Wogalirit, Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, setelah 72 tahun merdeka, sekarang akhirnya bisa menikmati layanan listrik. Selamat juga untuk warga desa-desa lain di seluruh Tanah Air, yang tahun 2017 ini bisa menikmati layanan listrik,” kata Jokowi.

Baca juga: Teks Lengkap Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi

Namun demikian, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menganggap pidato Jokowi normatif. “Yang menyangkut masalah ekonomi, menurut saya antara angka-angka yang disampaikan tadi itu tidak semuanya sesuai dengan kenyataan di lapangan,” kata Fadli.

Hal tersebut, kata Fadli, dapat dilihat dari masih banyaknya masyarakat yang kesulitan hidupnya, dan semakin susah di era pemerintahan Jokowi.

“Tadi ada ketimpangan. Itu ketimpangan kan ukurannya berbeda. Bukan karena pendapatan masyarakat semakin dekat antara yang kaya dan miskin, tapi yang menengah ke atas ini makin turun sehingga mendekati ke arah yang miskin,” ujarnya.

Terkait tidak adanya kekuasaan yang absolut seperti yang disinggung Jokowi, Fadli mengatakan agar mantan gubernur DKI Jakarta itu tidak hanya mengucapkannya saja, tapi juga mempraktikkannya dalam kebijakan.

“Kebijakannya yang ke arah sana [kekuasaan absolut] kan ada, misal tuduhan makar, penangkapan-penangkapan, misalkan Perppu Ormas, yang menghilangkan pengadilan sebagai lembaga yang menilai terhadap substansi yang dituduhkan. Itu harus ditarik,” kata politisi Partai Gerindra tersebut.

Kritik yang sama juga dilontarkan rekan separtai Fadli, Ahmad Muzani. Ia menganggap pidato Presiden Jokowi masih jauh dengan kenyataan yang ada di lapangan. Menurut Muzani, pidato Presiden hanya upaya untuk mengesankan usaha pemerintah dalam melakukan perbaikan di Indonesia. “Sepertinya Presiden ingin mengatakan bahwa pemerintah telah bersungguh-sungguh atau mencoba bersungguh-sungguh dalam mewujudkan janji kemerdekaan di banyak bidang dan di banyak sektor,” kata Muzani.

Sayangnya, kritik Muzani tersebut tidak diperkuat dengan data. Ia hanya mengklaim bahwa daya beli masyarakat malah semakin berkurang di tahun 2017. Selain itu, pengangguran pun semakin banyak. Menurutnya, Indonesia bahkan tidak bisa bersaing dalam bursa tenaga kerja karena banyaknya tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia.

Karena itu, Muzani menganggap Jokowi hanya membanggakan beberapa hal yang menurutnya tidak relevan. Hal-hal tidak bermakna seperti Indeks Pertumbuhan Manusia atau koefisien Gini tidak berarti bisa menunjukkan kemajuan ekonomi pembangunan. “Pertumbuhan itu kan adalah ekonomi keseluruhan tidak menggambarkan pertumbuhan yang dinikmati oleh banyak orang,” katanya.

Sementara itu, anggota DPR dari Fraksi PDIP, Jimmy Demianus Ijie merasa pidato Presiden Jokowi sudah mencerminkan kinerja pemerintah selama ini. Pembangunan Nawa Cita yang selama ini dicanangkan oleh Jokowi di berbagai daerah sudah nyata dilakukan sampai tahun 2017 ini.

“Jadi itu bukan sesuatu yang mengada-ngada,” kata Jimmy.

Baca juga artikel terkait PIDATO PRESIDEN atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi & Felix Nathaniel
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz