tirto.id -
"Hal ini karena mekanisme pemilihan tidak hanya memilih calon legislatif pusat tapi juga daerah, dan presiden serta wakilnya secara bersamaan," kata Abhan, saat meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Selasa (25/9/2018).
"Ini adalah tugas Bawaslu untuk melakukan penilaian yang komprehensif atas potensi pelanggaran dan kerawanan sejak 2014," tambahnya.
Menurut Abhan, kerawanan dalam IKP ialah segala hal yang menimbulkan gangguan dan berpotensi menghambat proses pemilu yang inklusif dan benar. Indeks kerawanan Pemilu dibagi atas tiga tingkatan. Tingkat tinggi, sedang, dan rendah.
Dari data yang disampaikan oleh Bawaslu, setiap provinsi memiliki karakteristik kawasan yang berbeda. Papua Barat, Sumatera Barat, dan Maluku misalnya memiliki kerawanan untuk dimensi penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil serta terkait dimensi kontestasi.
Untuk tingkat provinsi misalnya, daerah yang memiliki tingkat kerawanan di atas rata-rata nasional yaitu Papua Barat, Papua, Maluku Utara, Aceh, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Lampung, Sumatera Barat, Jambi, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah.
"Kemudian, isu yang berpotensi mempengaruhi kerawanan tinggi ialah isu hak pilih, kampanye, pelaksanaan pemungutan suara, ajudikasi keberatan Pemilu, pengawasan Pemilu, representasi gender dan representasi minoritas, serta proses pencalonan," jelas Abhan.
"Skor IKP nasional berada dalam kategori sedang, dengan rata-rata skor nasional sebesar 43,89-53,80. Kemudian, dari 514 kabupaten/kota, ada dua kabupaten dengan IKP yang masuk kategori tinggi. Keduanya yakni ada Kabupaten Lombok Timur (IKP 70,02) dan Kabupaten Teluk Bintuni (IKP 66,47)," ujar Abhan.
Bawaslu berharap, semua elemen pemangku kebijakan dan masyarakat bekerja sama sehingga kerawanan pemilu dapat dihadapi.
IKP ini adalah pemetaan dan deteksi dini, sehingga pengambil keputusan bisa memperkirakan dan mewaspadainya.
"Dalam konteks kerawanan pemilu, ada empat dimensi yang menjadi alat ukur yakni konteks sosial politik, penyelenggaraan bebas dan adil, kontestasi, dan partisipasi," jelas Abhan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan empat dimensi IKP kemudian dijabarkan dalam enam belas subdimensi, empat puluh sub subdimensi, dan seratus indikator.
Penulis: Rizky Ramadhan
Editor: Maya Saputri