tirto.id - Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi meminta Perum Bulog untuk memasok kebutuhan kedelai ke pengrajin tahu dan tempe secara terorganisir melalui wadah koperasi. Hal itu dilakukan agar para pengrajin tidak kesulitan mendapatkan bahan baku.
"Kita menginginkan terbangunnya satu ekosistem dimana para pengrajin tahu-tempe tidak lagi kesulitan mendapatkan bahan baku. Nah, kehadiran negara melalui kolaborasi bersama BUMN pangan dalam membangun sistem harus dilakukan, sehingga ada jaminan pasokan kepada para pengrajin dan tidak dipengaruhi oleh fluktuasi harga kedelai," dikutip dari Antara, Kamis (15/6/2023).
Arief juga meminta Bulog agar berperan sebagai offtaker yang menyerap hasil panen petani yang dikoordinasikan melalui kelembagaan Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo). Dia menilai skema closed loop merupakan bagian dari tata kelola ekosistem kedelai nasional yang sedang dibangun saat ini untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan. Salah satunya dengan menempatkan BUMN Pangan sebagai sentral dari tata niaga kedelai nasional.
“Melalui skema tersebut, BUMN bersama koperasi akan mempersiapkan stok minimal untuk dua hingga tiga bulan ke depan, sesuai dengan hasil prakiraan neraca komoditas pangan guna memperkuat cadangan kedelai,” ucapnya.
Adapun berdasarkan Prognosa Pangan, kebutuhan nasional kedelai saat ini mencapai 2,8 juta ton, sedangkan produksi kedelai dalam negeri masih berada di kisaran 300 ribu ton, sehingga masih dibutuhkan 2,5 juta ton.
Arief menuturkan, meskipun neraca kedelai nasional masih defisit, hal ini harus dilihat sebagai peluang bagi para produsen kedelai untuk meningkatkan produksi domestik mengingat besarnya kebutuhan tersebut.
Selain itu, sesuai arahan Presiden Joko Widodo, NFA juga telah menetapkan Harga Acuan Pembelian (HAP) Kedelai melalui Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 11 Tahun 2022. Adanya regulasi ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan harga di tiga lini rantai pangan, dan meningkatkan gairah menanam bagi petani yang diikuti dengan upaya penguatan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) untuk Kedelai dengan menempatkan BUMN sebagai standby buyer.
Untuk diketahui, Excecutive Director Indef, Tauhid Ahmad mengatakan, petani akan sangat merugi jika hasil dari olahan kedelai dalam negeri tersebut digunakan dan disalurkan ke pabrik tahu. Sebab, untuk sebuah pembuatan bahan baku tahu kedelai impor dinilai kurang cocok. Dibandingkan dengan tahu, bahan baku tempe justru yang sangat memerlukan jenis kedelai impor tersebut, karena dinilai lebih cocok untuk pembuatan bahan makanan tersebut.
“Produk lokal hanya untuk difokuskan untuk industri tahu saja karena kedelai lokal sangat cocok dengan pembuatan bahan baku tahu, sementara industri tempe justru sangat memerlukan kedelai impor,” ujar Ahmad.
Selain itu, menurut Ahmad, Impor kedelai dilakukan karena untuk kebutuhkan domestik yang belum dapat dipenuhi oleh produk lokal. Hal ini terjadi karena perbedaan kondisi geografis seperti meliputi lahan dan musim yang berbeda. Sehingga, produk lokal kita tidak dapat bersaing dengan produk impor olahan negara lain.
“Perbedaan dari segi geografis, seperti lahan dan musim yang berbeda menjadi sebab mengapa produk kedelai lokal kita tidak bisa menyaingi produk impor kedelai olahan negara lain,” pungkas Ahmad.