tirto.id - Saat masih menjadi Walikota Solo, Joko Widodo mengkritik program bantuan langsung tunai (BLT) sebagai kompensasi kebijakan penaikan harga bahan bakar minyak untuk masyarakat miskin.
"Pemberian bantuan langsung sebenarnya sudah tepat, tetapi tunainya ini yang kurang pas, karena kurang mendidik masyarakat. Semestinya bantuan itu tidak begitu saja diberikan berupa uang tunai, tetapi akan lebih baik diberikan yang sifatnya produktif, sehingga bisa menggerakkan perekonomian di daerah," katanya, seperti dikutip Antara, lima tahun silam.
Jokowi rupanya masih meyakini apa yang diucapkannya saat masih di Solo. Pemerintah meluncurkan paket Bantuan Langsung Non Tunai (BLNT), bagian dari Program Keluarga Harapan (PKH) yang dikhususkan untuk perbaikan gizi keluarga miskin.
Hari ini, Presiden Joko Widodo meluncurkan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) melalui Kartu Keluarga Sejahtera di Gedung Olahraga Popki, Cibubur. Peluncuran ini juga dilakukan serentak di beberapa kota lainnya seperti Solo, Makassar, dan Surabaya yang disalurkan bagi lebih dari 1,2 juta keluarga.
Program ini secara bertahap akan menggantikan pemberian bantuan yang diberikan dalam bentuk subsidi beras sejahtera (rastra) yang masih berjalan. Presiden menjelaskan bahwa Kartu Keluarga Sejahtera ini berisi uang Rp1.890.000 dan untuk bantuan Pangan berisi setiap bulan Rp110.000.
”Berarti satu tahun Rp1.320.000. Tahu semuanya? Tadi yang Rp1.890.000 diambilnya 4 kali. Tidak bisa langsung diambil semuanya,” kata presiden.
Presiden berpesan agar uang itu digunakan untuk yang bermanfaat antara lain untuk gizi anak, untuk pendidikan anak. “Jangan dikasihkan suami untuk beli rokok. Jangan diminta suami untuk beli pulsa. Tidak boleh. Begitu kita tahu ada yang dipakai untuk beli pulsa, dipakai untuk beli rokok, cabut. Setuju ya?”
Bantuan itu disalurkan lewat perbankan. "Supaya apa? Supaya tidak diselewengkan, supaya tidak dikorupsi. Itu yang kita harapkan,” kata Jokowi.
Benarkah bantuan langsung yang diberikan pemerintah dalam bentuk uang selalu diselewengkan untuk kebutuhan yang tidak penting?
World Economic Forum menurunkan artikel tentang bagaimana orang miskin menghabiskan uang yang mereka dapat dari bantuan langsung tunai. Selama ini banyak yang mencurigai pemberian uang terhadap orang miskin hanya membuat mereka manja. Bahwa direct cash transfer atau BLT tidak tepat sasaran dan hanya akan digunakan untuk hal yang tidak berguna. Namun, berdasarkan 19 riset yang dilakukan di berbagai negara, ditemukan bahwa bantuan langsung tunai bermanfaat bagi orang miskin.
Menurut World Economic Forum, memberikan uang secara langsung kepada orang miskin akan membuat mereka punya sikap was-was dalam hal pembelanjaan. Berbeda dengan asumsi kebanyakan yang menyebut bahwa orang miskin akan menggunakan uang gratisan untuk alkohol atau rokok, sebuah laporan dari World Bank menyebutkan malah mereka yang diberi uang secara langsung oleh pemerintah mengurangi konsumsi alkohol dan rokok. Riset ini dilakukan oleh David Evans dari World Bank dan Anna Popova dari Universitas Stanford.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian uang secara langsung terhadap orang miskin tidak punya atau sedikit sekali berindikasi pemanfaatan negatif. Dalam hal ini yang dimaksud digunakan untuk minum alkohol atau merokok. 19 studi yang dimaksud malah menunjukkan bahwa perempuan merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam mengelola uang. Saat mendapat uang dari pemerintah, perempuan cenderung punya keinginan untuk memenuhi kebutuhan primer anaknya seperti uang sekolah atau gizi yang cukup.
Di Jakarta, perdebatan tentang Kartu Jakarta Pintar (KJP Plus) yang merupakan bentuk lain dari Conditional Cash Transfer juga sempat memanas. Basuki Tjahaja Purnama menyebut program ini bermanfaat dan efektif karena orang tua yang punya kartu hanya bisa membelanjakan uang mereka untuk kebutuhan pendidikan anaknya dan tidak bisa digunakan untuk kepentingan yang lain. Sementara, Anies Baswedan menyebut ia punya program KJP Plus.
KJP Plus akan berintegrasi dengan Kartu Indonesia Pintar, program pemerintah yang tidak disalurkan di Provinsi DKI. Selama kunjungan, Anies mengaku mendapati banyak warga yang belum mendapat manfaat dari KJP secara penuh. Kartu ini juga akan menyentuh murid lain seperti madrasah, Paket A, B, dan C serta pondok pesantren, kata Sandiaga. KJP Plus terutama membidik warga golongan yang dibawah garis kemiskinan serta usia pendidikan 6 sampai 21 tahun.
"Ini tambahan amunisi dari Pemprov DKI untuk keluarga yang tidak mampu kita bisa memberikan bantuan tunai. Kita ke depan melihatnya sebagai tambahan dari KJP yang sudah ada," kata Sandiaga seperti dikutip Antara.
Program pemberian uang secara langsung bersyarat seperti KJP atau KIP memang menyasar isu yang spesifik seperti pendidikan. Sementara, dari riset yang dilakukan World Bank bersama peneliti dari Stanford menyebutkan bahwa bantuan tunai bisa juga berkembang ke isu sosial lain yang beragam.
Dari metaanalisis yang dilakukan dari penelitian terkait bantuan tunai di seluruh dunia, dua peneliti tadi menemukan bahwa selain menunjukkan hasil yang negatif terkait konsumsi tembakau atau alkohol, pemberian uang langsung untuk masyarakat miskin juga bisa mengubah cara pandang mereka terhadap uang.
Di Uganda, misalnya, ada bantuan senilai $374 yang diberikan kepada remaja terdampak konflik di negara itu. Riset yang dilakukan oleh Christopher Blattman, Nathan Fiala, dan Sebastian Martinez menemukan bahwa anak muda yang menerima bantuan uang tersebut memiliki 41 persen pendapatan yang lebih tinggi daripada yang tidak. Mengapa bisa demikian? Bantuan uang tersebut hanya diberikan kepada mereka yang membuat perencanaan bisnis.
Maka, pemberian uang sebenarnya membuat perilaku para penerimanya berubah. David Evans dan Anna Popova menyebut bahwa keluarga miskin yang sebelumnya tak menerima uang, sering menyepelekan prioritas pendidikan. Cara pandang ini berubah ketika mereka mendapatkan uang tambahan, banyak orangtua yang kemudian mempertimbangkan menyekolahkan anaknya karena ada bantuan uang tersebut. Dampak positif lainnya, mereka bersedia mengurangi konsumsi alkohol dan rokok untuk bisa menyekolahkan anaknya.
Ekonom dan peneliti ekonomi menemukan apa yang disebut sebagai “The Flypaper Effect”, peristiwa di mana saat seseorang diberikan uang dengan satu perintah spesifik, orang tersebut akan punya kecenderungan untuk mematuhi perintah tersebut. Ini bisa terjadi karena muncul kesadaran untuk mempertimbangkan perintah tersebut sebagai hal yang tepat. Misalnya pemberian uang melalui Kartu Indonesia Pintar atau program Keluarga Harapan yang punya tujuan spesifik.
Sebuah organisasi nirlaba yang bergerak dalam kampanye filantropis bernama GiveDirectly mengawali kampanye mereka dengan memberikan uang 1.000 dolar kepada keluarga di Kenya. Keluarga ini tidak diberikan perintah apapun kecuali menggunakan uang itu untuk kebutuhan penting. Para penerima uang itu menggunakan uang tersebut untuk membeli makanan, merenovasi rumah, dan memperbaiki kualitas hidup mereka. Seperti memasang genting dan memulai bisnis sederhana seperti berternak ayam, pertanian, menjahit, dan membuat arang.
Pemberian uang secara langsung juga punya dampak positif dalam menurunkan infeksi HIV dan dan meningkatkan angka partisipasi sekolah anak Malawi. Ini terjadi karena anak yang keluarganya mendapatkan bantuan uang tunai, lebih memilih menggunakan bantuan uang untuk sekolah. Mereka terlindungi dari jebakan kemiskinan yang membuat anak perempuan jadi pelaku prostitusi. Anak perempuan yang keluarganya mendapatkan bantuan juga mengalami penurunan kemungkinan untuk menjadi pengantin anak.
Ada juga bantuan yang ditujuan untuk menurunkan angka kematian saat melahirkan di Uruguay. Ibu yang mendapatkan bantuan uang tunai memiliki akses lebih baik pada makanan bernutrisi tinggi, selain itu mereka bisa memprioritaskan kebutuhan pada perawatan diri, sehingga mempertinggi kualitas hidup. Hal ini berimbas pada berkurangnya angka kematian pada bayi dan ibu saat melahirkan. Ini tentu sangat berbeda dengan Indonesia yang memiliki program perlindungan dan kesehatan dari pemerintah. Bantuan langsung uang pada orang miskin pada beberapa kasus mengurangi buruh anak serta meningkatkan angka partisipasi sekolah pada anak.
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani