tirto.id - Bangladesh dan Tunisia meminta pertemuan bilateral dengan Indonesia di sela Konferensi Tingkat Tinggi Arab, Islam dan Amerika Serikat (Arab Islamic American Summit) di Riyadh, Arab Saudi, Minggu (21/5/2017). Namun, Indonesia masih meilhat kemungkinan waktu kapan pertemuan tersebut bisa digelar.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) AM Fachir saat berbincang dengan wartawan, di Hotel Intercontinental Riyadh, tempat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginap saat mengikuti KTT Arab, Islam dan AS.
“Ada permintaan dari Bangladesh dan Tunisia. Kami masih melihat kemungkinan waktunya kapan bisa digelar,” ujarnya.
Menurut Fachir, pertemuan dengan kedua negara itu, selain membahas soal materi KTT sendiri, juga soal kerja sama ekonomi Indonesia dengan negara-negara itu.
Misalnya, dengan Bangladesh. Menurut Fachir, Indonesia akan meningkatkan kerja sama ekonomi dengan negara tersebut, salah satunya soal penjualan kereta api dari perusahaan Indonesia.
“Mungkin akan disepakati Preferential Trade Agreement (PTA) dan penjualan kereta api dari PT Inka," katanya.
Sedangkan pertemuan Indonesia dengan Tunisia, lanjutnya, negara itu merupakan pasar nontradisional Indonesia. “RI fokus pada kerja sama ekonomi dan perdagangan. Karena itu perlu mendengarkan lebih dahulu harapan dan kepentingan mereka,” kata Fachir.
Sebelumnya, Presiden Jokowi kepada pers saat berangkat ke Arab Saudi di Jakarta, mengungkapkan akan memanfaatkan KTT tersebut untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Bangladesh Syeikh Hasina.
Presiden pun berharap Arab Islamic-American Summit akan memberikan kontribusi nyata untuk membebaskan dunia dari ancaman radikalisme dan terorisme, serta dalam upaya bersama membangun perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Wamenlu juga mengungkapkan KTT yang diselenggarakan pertama kalinya itu diikuti oleh 55 negara.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz