tirto.id - Masih ingat jalan cerita film Her? Film fiksi ilmiah rilisan 2013 silam itu punya dua karakter utama. Theodore Twombly yang diperankan oleh Joaquin Phoenix, dan Samantha yang mengambil suara aktris Scarlett Johansson. Yup, Samantha adalah asisten virtual kecerdasan buatan yang muncul dalam bentuk suara. Tak sekadar bereaksi, suara ini juga bisa berinteraksi dengan Theodore. Lantas, Theodore jatuh cinta dengan Samantha.
Teknologi berbasis kecerdasan buatan, alias artificial intelligence (AI) dalam film tersebut bisa jadi makin relevan dengan keadaan saat ini, termasuk di industri otomotif. Seperti diketahui, belakangan mulai banyak mobil yang mengusung fitur perintah suara (voice command), ataupun voice assistant. Jika butuh sesuatu, pengguna tinggal bicara, maka permintaan akan segera dijalankan.
Dosen senior dari Departemen Bahasa dan Ilmu Linguistik di University of York, Dominic Watt, mengatakan sistem voice assistant yang mulai diterapkan pada beberapa mobil membuat kita saling beradaptasi dan belajar. Bukan tak mungkin fitur perintah suara ke depan akan berkembang menjadi teman bicara sungguhan.
“Mobil itu segera menjadi asisten dan telinga yang simpatik. Anda dapat mendiskusikan semuanya dan menanyakan apapun, sampai-sampai banyak dari kita mungkin lupa bahwa kita sedang berbicara dengan mesin,” ujarnya seperti dikutip dari Forbes.
Di Indonesia, fitur tersebut awalnya hanya dipakai di beberapa mobil kelas premium. Misalnya saja di sedan kelas atas pabrikan Eropa. Namun belakangan fitur ini mulai dipakai juga pada mobil di kelas menengah. Wuling Almaz jadi salah satu produk yang mengedepankan fitur voice command untuk menarik konsumen-konsumennya. Wuling yang mematok harga di kisaran Rp263,8 juta sampai Rp338,8 juta ini bahkan jadi mobil pertama yang menggunakan fitur perintah suara berbahasa Indonesia.
“Ini kan sebenarnya sangat memudahkan konsumen juga, karena Almaz sendiri secara fiturnya sudah banyak. Ketika dioperasikan dengan voice command itu sangat-sangat memudahkan,” ucap Dian Asmahani, Senior Brand Manager Wuling Motors saat ditemui Tirto di ajang GIIAS 2019.
Pesaing terdekat mereka, DFSK juga mengenalkan Glory i-Auto, produk terbaru yang turut memiliki fitur serupa. “Fitur i-Talk pada Glory i-Auto bisa menjalankan sekitar 59 perintah suara untuk mengoperasikan berbagai fitur di mobil,” kata Marketing General Manager PT Sokonindo Automobile, Permata Islam ketika ditemui di tempat yang sama.
Meski begitu dalam laporan Tirto sebelumnya, DFSK tampaknya masih menimbang-nimbang untuk menyempurnakan dan menakar harga yang pas untuk Glory i-Auto. Berbeda dengan Wuling yang sudah menjual Almaz dengan voice command ke pasaran sejak Juni lalu, hingga jelang berakhirnya ajang GIIAS 2019 DFSK belum secara resmi merilisnya.
Di Balik Kemudahan Ada Risiko
Fitur perintah suara yang menjadi daya tarik utama beberapa mobil keluaran baru sebenarnya sudah lama dipakai di Amerika Serikat. IBM dan Honda misalnya, sudah menawarkan fitur ini lewat Acura RL dan MDX, serta Honda Odyssey sejak 2005. Sementara BMW mulai menyematkan fitur canggih bernama i-Drive ke jajaran produk ikoniknya mulai 2009.
Fitur seperti ini secara bertahap memang mulai banyak diaplikasikan di hampir semua merek. Masyarakat pun mulai bisa menikmati kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi canggih berbasis kecerdasan buatan ini.
Dalam sebuah survei In-Car Voice Assistant Consumer Adoption Report, January 2019 yang dilakukan Voicebot, sebuah publikasi jurnal online yang fokus pada hal suara dan industri artificial intelligence, disebutkan bahwa dari 252 juta populasi orang dewasa di AS, sebanyak 114,1 juta orang telah menjadi pengguna voice assistant di mobil.
Menariknya dari sekian banyak pengguna fitur perintah suara, rupanya hanya sekitar 24,2 persen orang yang menggunakan fitur tersebut setiap hari. Artinya masih cukup banyak orang yang memilih untuk mengoperasikan fitur-fitur di mobil secara manual, meski terdapat kemudahan tinggal berbicara saja.
Bagi sebagian kalangan, hal ini mungkin ada baiknya. Sebab menurut laporan The New York Times, pemerintah federal AS telah merekomendasikan produsen mobil untuk membatasi penggunaan teknologi supaya pengemudi tetap fokus. Mereka juga meminta National Highway Traffic Administration (NHTSA) untuk meninjau ulang fitur tersebut.
Sebab berbicara dengan mobil ternyata dapat menciptakan gangguan kognitif yang signifikan. Sebagai gambaran, otak yang mendapat banyak interaksi ketika menyetir dapat menurunkan reaksi pengemudi untuk memproses apa yang harus dilakukan sesaat setelah terjadi gangguan di jalan. Itu kenapa dalam bus-bus selalu ada peringatan: dilarang mengajak ngobrol supir.
Penelitian yang dipimpin oleh David Strayer, ahli saraf dari University of Utah selama dua dekade juga menunjukkan bahwa berbicara di telepon saat mengemudi meningkatkan risiko kecelakaan yang sama dengan menyetir di bawah pengaruh alkohol.
Dalam uji cobanya, Strayer bersama peneliti lainnya juga meneliti dampak saat berbicara di telepon, baik ketika dipegang langsung atau saat handsfree. Juga ketika mendengarkan musik maupun saat melakukan aktivitas lain di dalam mobil.
“Penumpang atau orang di telepon secara tidak langsung bisa menginterupsi pembicaraan Anda, itu yang belum didapat dari teknologi,” ujar Strayer seperti yang dilansir dari The New York Times.
Editor: Nuran Wibisono