Menuju konten utama

Bagaimana Teror Pembakaran Kendaraan di Jateng Marak Terjadi?

Teror pembakaran kendaraan di Jateng marak sejak 26 Desember 2018 hingga pertengahan Februari 2019. Kenapa polisi belum juga menangkap pelakunya?

Bagaimana Teror Pembakaran Kendaraan di Jateng Marak Terjadi?
Polisi melakukan olah tempat kejadian peristiwa pembakaran mobil di Jl. Genuk Karanglo, Kota Semarang, Jateng. FOTO/Dok. Polrestabes Semarang

tirto.id - Kasus pembakaran motor dan mobil terjadi lebih dari 20 kali di sekitar wilayah ibu kota Provinsi Jawa Tengah, sejak 26 Desember 2018 hingga pertengahan Februari 2019. Sayangnya, meski sudah sekitar tiga bulan berlalu, tapi polisi belum juga berhasil mengungkap kasus ini.

Maura Apriani (29 tahun) adalah salah satu korban yang menjadi target teror. Mobilnya yang diparkir di depan rumah dibakar orang tak dikenal dan sampai sekarang pelakunya belum tertangkap.

Kepada reporter Tirto, ia menceritakan kronologi kejadian kasus ini. Pada Minggu, 27 Januari 2019, Maura libur bekerja. Ia memanfaatkan waktu liburnya untuk pergi ke bengkel mobil yang berjarak sekitar 10 kilometer dari rumahnya di Jalan Ciliwung II, Mlatiharjo, Semarang Timur, Kota Semarang.

Maura hendak mengganti wiper kaca mobilnya yang rusak. Sore hari urusannya di bengkel rampung. Ia pun kembali ke rumah sekitar pukul 17.00 WIB. Mobil Daihatsu Ayla dengan wiper barunya itu kemudian ia parkir di halaman rumah.

Mobil warna putih itu ia parkir persis di depan rumah dengan posisi menghadap teras. Meski rumahnya dikelilingi pagar, tapi orang dari luar masih bebas melihat mobil berpelat nomor K 9478 ED itu karena pagar rumah Maura hanya setinggi satu meter.

Selama beberapa hari sejak diservis, Maura membiarkan mobilnya tetap terparkir dengan posisi yang sama. Sebab, Maura hanya menggunakan motor untuk keperluan bekerja sehari-hari di kantor Badan Pengelola Pendapatan Daerah (BPPD) Provinsi Jateng.

Pada Kamis, 31 Januari 2019, sekitar pukul 03.30 dini hari, Maura masih berat untuk bangun dari tidurnya. Ia baru benar-benar terbangun kala sejumlah orang menggedor pintu rumahnya. Seisi rumah pun keluar, ayah, ibu, kakak, adik, dan neneknya panik.

Maura melihat api sudah melalap bagian depan mobilnya. Sejumlah orang yang melakukan siskamling yang sedari tadi mengedor pintu rumahnya, berusaha memadamkan api dengan air di dalam bak yang ada di depan rumah Maura.

Sontak, Maura sekeluarga panik. Ia segera meraih air untuk mengguyur mobilnya agar api segera padam. Api berhasil dipadamkan, namun bagian kaca depan mobilnya pecah dan hangus.

Wiper yang baru ia ganti pun hangus terbakar. "Atap-atapnya [mobil] itu gosong semua," kata Maura menceritakan kronologi pembakaran mobilnya saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (12/2/2019).

Setelah padam, Maura menemukan sejumlah batang korek yang berceceran di sekitar mobil, dan ada juga yang masih menempel di kaca depan mobilnya. Setelah polisi datang, kata Maura, Tim Inafis menemukan botol air mineral 600 mililiter dengan bau bensin.

"Itu tutupnya [botol] dibuang di luar halaman rumah. Jadi kemungkinan tutupnya dibuang di luar, terus [pelaku] masuk mengguyur [bensin]. Soalnya itu tembok di samping rumah itu pendek bisa buat loncat," ungkapnya.

Maura menduga pembakaran mobilnya dilakukan dengan sengaja. Kecurigaan itu semakin kuat saat mendengar cerita tetangganya yang melihat dua orang mencurigakan beberapa jam sebelum kejadian.

Selepas salat Isya, pada Rabu, 30 Januari 2019, kata Maura, dua orang pria asing berada di sekitar rumahnya. Satu orang berada di motor, sementara satu lagi jongkok di bawah pohon mangga yang berada di pojokan depan rumahnya.

"Dilihatin kok bukan orang sini, tapi yang dilihatin seperti tidak berkenan itu, ibunya itu takut langsung masuk rumah," kata Maura berdasarkan cerita tetangganya itu.

Namun, karena masih penasaran, kata Maura, dari dalam rumah, tetangganya itu masih mencoba melihat dua orang yang belum beranjak dari tempatnya itu. Sekitar 30 menit kemudian, dua orang itu baru pergi.

Meski menduga pembakaran itu dilakukan dengan sengaja, tetapi Maura tak dapat mengetahui atau sekedar menduga apa motifnya. Sebab, ia mengatakan tidak memiliki masalah apa pun dengan orang lain.

Begitu juga dengan keluarganya. Ibunya hanya seorang ibu rumah tangga dan ayah Maura adalah seorang pedagang biasa di pelabuhan.

"Dari sebelumnya baik-baik saja tidak pernah ada masalah, dari utang piutang atau kelompok tertentu," kata dia.

Maura mengatakan ia dan keluarganya tidak pernah ikut organisasi, baik yang berkaitan dengan politik atau sosial. Menurut dia, selama ini komunitas yang diikuti hanyalah perkumpulan warga kampung saja.

Peristiwa serupa terjadi sehari setelahnya, di rumah seorang mantan wartawan otomotif, Yosana Okter Handono di Jalan Genuk Karanglo, Tegalsari, Candisari, Kota Semarang. Kejadian ini hanya berjarak sekitar 7 kilometer dari rumah Maura.

Mobil Yosana yang terparkir di halaman rumah juga dibakar orang tak dikenal sekitar pukul 04.15 WIB. Waktu itu, Yosana sudah bangun, tapi tak mengetahui jika mobilnya dibakar orang.

"Sebelum terbakar tidak ada suara apa-apa. Baru ada orang teriak-teriak, baru tahu [mobil terbakar]," kata Yosana saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (13/2/2019).

Mendengar orang berteriak, seisi rumah keluar. Yosana bersama bapak dan ibunya melihat api sudah melalap bagian depan mobil Daihatsu Sigra berpelat nomor H 8672 FG. Yosana lantas mengambil selang air untuk memadamkan api.

"[Yang rusak terbakar] grill kap depan, grill kap mesin, sama radiator depan kebakar [...] Habis kejadian polisi menemukan batang korek, kalau kain dan atau botol isi bahan bakar itu tidak ada," kata pria 26 tahun ini.

Akan tetapi, kata Yosana, polisi belum menemukan penyebab mobilnya terbakar. Ia pun tidak mau menduga-duga soal motif pembakaran mobilnya itu.

Menurut Yosana, selama ini dirinya tidak memiliki masalah dengan orang lain. Begitu juga dengan kedua orang tuanya. Ibunya sehari-hari hanya berprofesi sebagai penjual perhiasan, sedangkan ayahnya, Dodi Handono (71) sudah tidak bekerja karena faktor usia.

"Keluarga saya netral-netral saja, tidak ikut partai politik," kata dia.

Korban lainnya adalah seorang mahasiswi bernama Astini (21 tahun). Warga yang tinggal di wilayah Kelurahan Sampangan, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang ini mengaku mendengar suara sepeda motor berhenti sebelum terdengar suara benturan benda, pada 2 Februari 2019.

Selang 10 menit, ada kilatan cahaya masuk ke dalam ruang tengah. Saat orang tuanya (pensiunan PNS dan ibu rumah tangga) menengok, api berkobar pada tiga sepeda motor yang ditutup dengan jas hujan. Namun, dalam sekejap berhasil dipadamkan.

Usai kejadian, Astini menyadari suara sepeda motor dan benturan benda yang ia dengar terkait dengan pembakaran tiga kendaraan milik keluarganya. Kondisi motornya kini sudah selesai diperbaiki dengan dana sendiri.

“Ada buntalan kain yang dilemparkan ke sepeda motor. Anehnya, kain itu dimasukkan ke dalam ember berisi air malah apinya membesar dan habis tak tersisa,” kata Astini.

Terkait Terorisme?

Mantan narapidana kasus terorisme Ali Fauzi Manzi menilai rentetan teror pembakaran kendaraan di Jawa Tengah ini kecil kemungkinan dilakukan oleh kelompok teroris yang ia kategorikan berpaham radikal keagamaan.

Ali Fauzi justru menilai bila rentetan teror yang terjadi di sejumlah wilayah di Jateng ini ada hubungannya dengan suhu politik yang memanas jelang pilpres. “Menurut saya jangan terlalu memberikan kesimpulan dini bahwa pelakunya adalah kelompok teroris,” kata Ali Fauzi.

Menurut Ali Fauzi, kemungkinan ada pihak ketiga yang sengaja memanfaatkan situasi tersebut untuk mengambil keuntungan dari peristiwa itu.

“Pihak ketiga itu siapa? Tentu kita tidak bisa menerka-nerka. Apakah dari pro [paslon] 01 atau pro 02 kita tidak bisa memastikan karena kepentingannya juga banyak,” kata Ali Fauzi.

Sebab, kata Ali Fauzi, kasus pembakaran kendaraan di Jateng tidak mencerminkan aksi yang dilakukan kelompok teroris berpaham radikal keagamaan. Pasalnya rentetan aksi tersebut memiliki efek yang kecil. Hanya dilakukan dengan sejenis bom molotov dan tidak menimbulkan korban jiwa.

“Ciri bom teroris itu destruktif, menghancurkan. Kalau mereka mau bermain itu tidak tanggung-tanggung. Sudah banyak, kan, terjadi misalnya di Solo ada bom depan Mapolresta, di gereja dan macam-macam. Itu sifatnya destruktif,” kata Ali.

"Ini, kan, bom tidak seperti itu dan tidak ada korbannya. Kelompok teroris itu sesungguhnya, ya biasa di dalam menyerang itu, ya ada korban," kata Ali Fauzi.

Hal senada diungkapkan peneliti terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Thayep Malik. Menurut dia, meski ada unsur teror, tapi kejadian yang terjadi di sejumlah wilayah di Jawa Tengah itu tidak dilakukan kelompok teroris.

Teror Pembakaran Bermotif Politik?

Berdasarkan data yang dihimpun Tirto, kasus pembakaran mobil dan motor terjadi pertama kali pada 26 Desember 2018 di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Setelah itu rentetan kejadian serupa terjadi di Kendal hingga Kota Semarang.

Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, pada Senin, 11 Februari 2019, mengatakan kasus pembakaran kendaraan di 27 lokasi di Jateng itu belum jelas motifnya.

Polisi juga tidak mau berasumsi kejadian tersebut berkaitan dengan Pemilu 2019.

“Informasi itu sangat sumir, tim masih bekerja untuk mengungkap kasus yang terjadi di 27 lokasi dengan pembuktian secara ilmiah,” kata Dedi di Mabes Polri.

Sementara saat ditanya mengenai pelaku yang belum juga tertangkap hingga hampir tiga bulan terjadinya teror, Dedi hanya menjawab diplomatis.

"Timsus masih bekerja dan tunggu up date dari Polda Jateng," kata Dedi saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (13/2/2019).

Baca juga artikel terkait KASUS PEMBAKARAN atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Reporter: Irwan Syambudi, Zakki Amali & Adi Briantika
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz