tirto.id - Warna memengaruhi perasaan penonton film. Danielle Feinberg, juru fotografi di Pixar setuju dengan pendapat ini. Menurutnya, “pencahayaan dan warna merupakan bagian dari tulang punggung emosi [yang disuguhkan dalam film].”
Dalam The Incredible, misalnya, tatkala si Incredible bekerja di meja kerjanya, warna adegannya dibuat abu-abu—yang merepresentasikan depresi. Lalu, dalam Toy Story 3, pada karakter Lot-o-Huggin, pembuat film memberikan warna hijau kekuningan untuk menciptakan kesan menyenangkan bagi para penontonnya.
“Warna berasosiasi dengan ide. Ketika warna diubah, itu akan memberikan pemahaman bahwa telah terjadi perubahan konsep dalam suatu film,” tegas Lewis Bond, seorang pencipta film, sebagaimana dilansir TED.
Merah dan Hijau adalah Kunci
Di awal kemunculan film, hitam-putih mendominasi. Namun sejak 1908 dunia mengenal Kinemacolor, suatu proses pewarnaan film yang memanfaatkan filter merah dan hijau yang terpasang pada bagian rana di depan kamera. Dua filter tersebut diterapkan secara bergantian dengan mengelabui perbedaan frame rate antara kamera (16 fps) dan filter (32 fps). Dengan teknik macam itu, film bisa memiliki warna, tidak hitam-putih lagi.
Proses pewarnaan film ini diciptakan George Albert Smith and Charles Urban. Mereka lantas mematenkan ciptaannya di kantor paten Inggris dengan nomor #26671. Deskripsi dalam surat paten tertulis: “peningkatan kualitas dari peralatan Kinematografi untuk produksi gambar berwarna."
Film pendek berjudul A Visit to the Seaside (1908) jadi yang pertama memanfaatkan proses Kinemacolor ini.
Namun perlu diingat, karena Kinemacolor hanya menggunakan dua filter, merah dan hijau, tidak semua warna bisa dihasilkan proses ini. Beberapa spektrum warna bahkan tampil terlalu terang, pudar, atau hilang sama sekali. Penciptaan warna yang utuh muncul kemudian selepas dunia mengenal konsep RGB (red, green, blue) dan CMYK (cyan, magenta, yellow, dan key atau hitam).
Hampir setahun berselang selepas kelahiran Kinemacolor, pada 26 Februari 1909, tepat hari ini 110 tahun silam, masyarakat umum akhirnya melihat kerja nyata proses ini. Sebanyak 21 film pendek berwarna dipertunjukkan di Palace Theatre, London pada khalayak luas.
Setelah A Visit to the Seaside dan 21 film pendek, Kinemacolor kemudian membantu film-film panjang untuk lepas dari hitam-putih. Beberapa film panjang awal yang memanfaatkan Kinemacolor ialah With Our King and Queen Through India (1914), The World, the Flesh and the Devil (1914), dan Little Lord Fauntleroy (1914).
Merunut sejarahnya, Kinemacolor bukanlah yang pertama mengubah film hitam-putih jadi berwarna. Barbara Flueckiger, profesor bidang film pada University of Zurich, menyebut setidaknya ada lebih dari 230 proses penciptaan warna bagi film. Sebelum Kinemacolor lahir, misalnya, ada proses bernama Katachromie, yang diciptakan Karl Schinzel pada 1905. Lalu, ada pula proses bernama Prims, yang diciptakan Otto Pfenniger pada tahun yang sama.
Tatkala Kinemacolor belum tercipta, pembuat film melakukan teknik pencelupan strip film pada bahan kimia khusus atau menggoreskan cairan khusus langsung pada strip agar film yang mereka ciptakan berwarna.
Namun, pembuatan film berwarna tanpa Kinemacolor merupakan pekerjaan yang sulit dan mahal. Beberapa pencipta film bahkan menambahkan warna secara sederhana, semisal hanya menambahkan ungu untuk malam atau biru untuk merepresentasikan siang.
Sayangnya, seperti diungkap dalam “The Demise of Kinemacolor: Technological, Legal, Economic, and Aesthetic Problems In Early Color Cinema History”, paper karya Gorham Kindem yang dimuat di Cinema Journal (Vol. 20, No. 2, 1981), proses tersebut lebih berkembang untuk mewarnai film nonfiksi. Rekaman-rekaman yang menggunakan Kinemacolor yang ditemukan pada 1914, 70 persennya merupakan berita, film perjalanan, dan rekaman nonfiksi lainnya.
Dikalahkan Technicolor
Di dunia fiksi, Technicolor, proses pewarnaan film “made in USA”, jadi yang utama. Technicolor merupakan proses pewarnaan yang lahir pada 1916. Teknik ini diciptakan Herbert Kalmus, Daniel Frost Comstock, and W. Burton Wescott melalui Technicolor Motion Picture Corporation.
Proses pewarnaan film oleh Technicolor mirip Kinemacolor, yakni menggunakan dua warna, merah dan hijau. Tapi, dalam Technicolor, warna tercipta dari proses pembagian berkas prisma yang diletakkan di belakang lensa.
Film-film klasik Hollywood seperti The Wizard of Oz (1939), Down Argentine Way (1940), The Adventures of Robin Hood (1938), Gone with the Wind (1939), Snow White and the Seven Dwarfs (1937), Gulliver's Travels (1939), dan Fantasia (1940) menggunakan Technicolor.
Dan tidak seperti Kinemacolor, hingga hari ini Technicolor masih merajai proses pewarnaan film-film dunia. Sebut saja Whiplash hingga film interaktif rilisan Netflix Black Mirror: Bandersnatch.
Editor: Ivan Aulia Ahsan