tirto.id - Dua pendekar jompo berkelebat masuk sebuah kedai tuak melalui dua pintu berbeda. Di dalam, Lester Holt menunggu di kursi persis di depan si empunya kedai.
Menyaksikan kedatangan dua sosok itu, Lester langsung menyapa: “Halo, Kisanak, Nyisanak, sudah siapkah kalian berdua adu kanuragan?”
Setelah basa-basi singkat dan saling menunjukkan gestur menghormati, pertarungan dimulai. Keduanya segera memasang kuda-kuda. Pendekar Hillary Clinton mengandalkan jurus “Emak-emak Bersatu Tak Bisa Dikalahkan”, sementara pendekar Donald J. Trump melempar ajian “Bocah Bengal Penguasa Sekolah”.
Tenang, ini tidak akan seberdarah-darah cerita silat Kho Ping Hoo atau Bastian Tito, ini hanya debat calon presiden Amerika Serikat—negara yang mengekspor cerita Batman vs Superman dan Captain America vs Iron Man. Kedua pendekar hanya berdiri di tempatnya masing-masing, adu mulut mengenai arah terbaik yang harus ditempuh Paman Sam.
Laga ini telah lama ditunggu-tunggu para pengamat kependekaran di seluruh dunia, para pecinta keributan, juga para pendukung masing-masing pendekar yang telah sekian lama mengikuti dan sorai bersorak untuk sepak terjang keduanya. Tapi tak sedikit pula orang yang acuh tak acuh dan menganggap pertemuan dua pendekar tua itu omong kosong belaka. "Kami tak peduli politik," teriak kelompok ini.
Terakhir, pertarungan serupa terjadi empat tahun silam. Ada 70 ribu pasang mata yang menyaksikan, seorang pendekar hitam dari padepokan Harvard bernama Barrack Obama melawan pendekar Massachussets bernama Mitt Romney. Diperkirakan, duel Hillary versus Trump melampaui angka itu. Selain televisi, berbagai saluran di internet tak mau ketinggalan menayangkannya secara langsung.
Ratusan juta cangkir tuak diangkat tingi-tinggi mengiringi debat pertama yang biasanya sangat menentukan keputusan pemilih ini.
Debat capres yang paling banyak ditonton dalam sejarah politik Amerika ini tidak perlu waktu lama untuk menjadi debat yang paling aneh sekaligus paling liar, Donald tak henti-hentinya merengek-rengek memotong ucapan Hillary dan, dengan cara yang cukup brutal, si emak-emak berkali-kali menendang bokong si bocah bengal. Sejak pertengahan, debat ini menjadi tidak seimbang.
Hillary melancarkan serangan-serangan mematikan dengan menuntut penjelasan atas pajak Donald, cara Donald memperlakukan para pegawainya, dan temperamen Donald yang tidak stabil sebagai orang yang [jika nanti terpilih jadi presiden] jarinya bertanggung-jawab mengklik pemicu nuklir. Donald tidak sepenuhnya bisa menghindar, berkali-kali ia hanya terlihat seperti mengendus-ngendus sesuatu yang tak jelas apa, mencoba mengelak dengan jawaban-jawaban dan alasan-alasan yang tidak koheren, dan Hillary tampil tenang dengan ekspresi-ekspresi cerdas dan riang gembira, sekali-dua tak lupa menunjukkan mimik setengah jijik ketika Donald berkelit.
Sepanjang debat, Hillary terlihat seperti Kepala Sekolah berkepala dingin yang sekian lama bersabar menghadapi kelakuan seorang murid bengal berusia 70 tahun yang hobi mengomel dan bikin onar. Dan di saat akhir, Hillary berhasil keluar sebagai Kepala Sekolah supersabar yang mempermalukan si bocah bengal yang tidak menyelesaikan pekerjaan rumah.
Donald bukannya tanpa usaha. Ia misalnya menyebut Hillary tidak punya cukup stamina untuk menjadi presiden. Tapi serbuan itu begitu mudahnya dipatahkan. "Yah, begitu dia menunaikan tugas perjalanan ke 112 negara, melakukan negosiasi perjanjian damai, gencatan senjata, membuka peluang baru di banyak negara di seluruh dunia, atau bahkan menghabiskan waktu 11 jam bersaksi di hadapan komite kongres, dia baru boleh ngomong di depan hidung saya soal stamina," jawab Hillary, dingin.
Di kesempatan lain, Hillary, capres wanita pertama di AS ini, mengungkit-ungkit cara Donald yang seringkali seksis menghadapi perempuan. Dengan telengasnya ia seperti menabok Donald yang pernah memanggil Alicia Machado, seorang peserta kontes kecantikan, dengan sebutan "Nona Babi Imut" dan "Nona Babu". "Dia memiliki nama, Donald," katanya.
Hillary membuka acara ini dengan pidato pembukaan yang bagus dan menyentuh sekali. Pertanyaan sentral yang harus dijawab pemilu ini, kata Hillary, adalah AS ingin menjadi negara macam apa? "Hari ini ulang tahun kedua cucu saya, jadi saya berpikir keras tentang ini," katanya. Mendengar itu, Donald yang pernah menjadi pembawa acara reality show The Apprentice menyipitkan matanya, merapatkan mulutnya sambil menatap kamera, seolah berusaha mengucapkan ungkapan khasnya di The Aprentice: "Anda dipecat!"
Basa-basi dan sopan santun di depan segera sirna ketika tiba giliran Donald bicara. Ia terlihat mencengkeram kedua sisi podium, wajahnya memerah marah, suaranya naik dan terdengar agresif. Serangkaian balas-balasan komentar pedas mengemuka, permusuhan asli antara dua orang ini tak lagi ditutup-tutupi. Sebuah tontonan yang tak kalah menggairahkan dibanding sekian episode Game of Thrones atau Narcos.
Ketika Hillary menunjuk hidung Donald dan orang-orang sejenisnya sebagai biang keladi dari krisis perumahan 2008 supaya bisa mengeruk untung, Donald tidak bisa menahan diri untuk tidak menyela: "Itu bisnis namanya."
Satu-satunya momen terbaik Donald adalah saat topik kerja sama perdagangan dibicarakan. Berkali-kali ia berhasil memukul lawannya dengan memukul kebijakan suami Hillary yang mantan presiden, Bill Clinton. "Saya pikir suami saya telah melakukan pekerjaan yang cukup baik di tahun 1990-an. Saya banyak memikirkan apa saja yang berhasil dan bagaimana kita bisa memperbaikinya," tangkis Hillary.
"Yah, dia menyetujui NAFTA," serobot Donald. "Dia disetujui NAFTA, salah satu kesepakatan perdagangan terburuk yang pernah disetujui di negara ini." NAFTA, North American Free Trade Agreement, organisasi yang didirikan pada 1994 oleh tiga negara, Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko.
Donald lalu menyemprot lawannya sebagai orang yang tak teguh pendirian, ia menuduh Hillary pernah mendukung Trans Pacific Partnership dengan Asia untuk kemudian berubah pikiran. Tapi lagi-lagi tembakan ini berbalik arah ke muka Donald sendiri."Nah, Donald, saya tahu Anda hidup dalam realitas yang otak Anda ciptakan sendiri."
Banyak lagi dampratan-dampran lainnya. Di kesempatan berikutnya, Donald berkata, "Anda telah berjuang memerangi ISIS sepanjang hidup Anda."
Hillary bahkan tampak tak mengerti bagaimana menanggapi yang satu ini. "Tolong, silakan pergi ke pemeriksa fakta," katanya.
"Saya punya perasaan, ketika malam ini berakhir, saya akan disalahkan atas segala sesuatu yang pernah terjadi," lanjut Hillary.
"Kenapa tidak?" timpal Donald.
"Kenapa tidak?" tanya Clinton, seperti tak habis pikir. "Ya, kenapa tidak."
Lalu tibalah saat keduanya bicara pajak. "Anda boleh bertanya, mengapa Donald tidak mau merilis pengembalian pajaknya?" kata Hillary. "Saya pikir ada beberapa alasan. Pertama, mungkin dia tidak sekaya yang dia katakan. Kedua, mungkin dia tidak sedermawan yang dia klaim. Ketiga, agar kita tidak tahu semua urusan bisnisnya." Dan kemungkinan besar Donald tidak membayar pajak penghasilannya.
"Itu yang membuat saya pintar," jawab Donald.
Mengenai keamanan nasional dan kebijakan luar negeri, Hillary seperti membanting Donald berkali-kali di atas lantai auditorium Hofstra University, Long Island, New York, tempat debat berlangsung. Hillary mengulang lagi ungkapan terbaik yang pernah disampaikannya saat konvensi Partai Demokrat, "Seorang pria yang mudah terprovokasi oleh satu twit tidak semestinya jarinya berada di dekat tombol [nuklir]."
"Itu kalimat basi," balas Donald.
"Tapi bagus, ya. Menggambarkan persoalannya dengan baik."
Di babak final, Hillary meng-KO Donald dengan kombinasi jab stamina dan seksisme. Empat puluh lima tahun setelah menghadiahkan tontotan "Pertarungan Abad 21" antara Joe Frazier dan Muhammad Ali, Amerika menyuguhkan laga Nyonya Tahu Segala melawan Tuan Tak Tahu Apa-apa.
Penulis: Arlian Buana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti