Menuju konten utama

Badan Pengawas PAM Jaya Klaim DKI Belum Siap Stop Swastanisasi Air

Penghentian swastanisasi air di Jakarta untuk mematuhi putusan MA, menurut Badan Pengawas PAM Jaya, belum bisa dilakukan dalam waktu dekat.

Instalasi air milik PT Palyja di Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Ketua Badan Pengawas PAM Jaya Haryo Tienmar mengklaim Pemprov DKI Jakarta belum siap melakukan pengelolaan air bersih jika swastanisasi air dihentikan dalam waktu dekat. Dengan alasan itu, Haryo meminta kontrak kerja sama antara PAM Jaya dengan PT Aetra Air Jakarta dan PAM Lyonnaise (Palyja) tidak diputus sebelum waktunya.

Hal itu lantaran selama ini PAM Jaya hanya bertindak seperti lembaga pengawas (supervisi). Menurut Haryo, operasional dan pengelolaan air bersih dari hulu ke hilir dilakukan oleh dua perusahaan mitra PAM Jaya tersebut.

"Kalau pun putus (kontrak), apakah PAM langsung bisa melakukan (pengelolaan)? Tanpa bantuan mitra, kami juga enggak bisa. Karena Mitra kami sudah pegang 20 tahun, dia sudah mengerti, dia punya direct," ujarnya saat ditemui di rumah makan Penang Bistro, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2107).

Karena itu, Haryo menilai sikap para penggugat swastanisasi air Jakarta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang meminta pemutusan kontrak terhadap dua perusahaan itu segera dilakukan, tidak tepat.

Haryo menambahkan pemutusan kontrak bukan hanya berpotensi digugat ke abritrase internasional, melainkan juga mengganggu iklim investasi yang ada di Jakarta.

Dia berpendapat pengambilalihan penuh pengelolaan air oleh PAM Jaya seharusnya dilakukan secara bertahap dan menunggu masa kontrak kerja sama dengan PT Aetra dan Palyja habis pada 2023.

"Jangan sampai itu memberikan preseden yang buruk bagi investor di kemudian hari," kata dia.

Selain itu, Haryo mengatakan perlu adanya masa transisi untuk mempersiapkan personel PAM Jaya dalam pengelolaan air bersih di Jakarta. Sembari transisi berlangsung, PAM Jaya juga harus melakukan restrukturisasi agar pengelolaan air di Jakarta tidak lagi dilakukan sepenuhnya oleh mitra usaha swasta.

Direktur Utama PT PAM Jaya Erlan Hidayat menambahkan transisi itu sebenarnya telah dimulai sejak PT Aetra, Palyja dan perusahaannya menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) pada tanggal 25 September 2017.

Dalam nota kesepahaman tersebut, kata Erlan, pembahasan restrukturisasi akan meliputi penentuan harga air dan pengambilalihan tugas pengelolaan air baku dan distribusi air ke rumah-rumah warga.

"Jadi selama ini ada empat pekerjaan dilakukan oleh swasta. Kami ambil dari hulu dan hilirnya," ujar Erlan.

Sementara itu, anggota Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air di Jakarta (KMMSAJ) Matthew Michele Lenggu sudah pernah mengatakan tegas menolak segala bentuk praktik swastanisasi air, termasuk restrukturisasi yang diteken oleh PAM Jaya dengan dua mitranya itu.

Menurut Matthew, tak ada lagi alasan bagi Pemprov DKI menunda-nunda pemutusan kontrak PAM Jaya dengan PT Aetra dan Palyja. Sebab, pada 10 April 2017, putusan MA dengan Nomor 31 K/Pdt/2017 telah mengabulkan kasasi koalisi dan secara tegas memerintahkan pengelolaan air di Jakarta dikembalikan sepenuhnya ke PAM Jaya.

"Dari koalisi tegas, Pemprov DKI harus menghentikan kerja sama dengan Palyja dan Aetra. Kami menolak segala bentuk alasan swastanisasi termasuk restrukturisasi kemarin," ujarnya.

Atas alasan itu pula, koalisi berencana mendatangi Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat untuk meminta eksekusi putusan perdata Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan Pemprov menyetop kerja sama pengelolaan air antara PAM Jaya dengan Aetra dan Palyja. Langkah meminta eksekusi pengadilan itu diatur dalam Herzien Inlandsch Reglement atau Reglemen Indonesia yang Diperbarui, pasal 196.

Baca juga artikel terkait PRIVATISASI AIR atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom