tirto.id - Mengganti atau mengqadha puasa tahun lalu sebelum Ramadan dilakukan dengan cara berpuasa sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan. Qadha puasa lebih dari satu hari dapat dilakukan secara berturut-turut atau secara terpisah.
Menjalankan puasa Ramadan wajib hukumnya bagi seorang muslim yang baligh, berakal sehat, dan tidak memiliki halangan (hal-hal yang memberatkan). Oleh karenanya, sebagai contoh jika orang tersebut sakit, dalam perjalanan, atau datang bulan bagi perempuan, maka ia wajib mengganti sejumlah hari puasa yang ditinggalkan.
Firman Allah dalam Surah al-Baqarah:184, "... maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib baginya mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin ... "
Niat Qadha Puasa
Mengqadha puasa Ramadan dapat dilakukan di luar bulan Ramadan. Seperti saat menjalani puasa Ramadan, niat qadha diucapkan pada malam hari jelang puasa. Hal ini didasarkan pada riwayat bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, "Siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya".
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin ‘an qadhaa’i fardhi syahri Ramadhaana lillaahi ta‘aalaa.
Terjemahannya, “Aku berniat untuk mengqadha puasa bulan Ramadan esok hari karena Allah Ta'ala.”
Qadha Puasa Dapat Berurutan atau Terpisah
Qadha puasa Ramadan dilakukan sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Jika seseorang lupa dengan jumlah hari yang ditinggalkan, akan lebih baik untuk memakai jumlah maksimum. Dengan demikian, puasa yang mesti dibayarkan tidak akan kurang.
Terkait cara melakukan puasa pengganti, qadha puasa dapat dilakukan secara beruntun, misalnya seseorang tidak berpuasa pada Ramadan 1440 Hijriyah sebanyak 3 hari, maka ia menggantinya dengan berpuasa 3 hari berturut-turut di luar Ramadan.
Namun, qadha puasa dapat pula dilakukan secara terpisah. Misalnya, qadha dilakukan pada hari Selasa, kemudian Rabu, kemudian Sabtu.
Nab Muhammad saw. bersabda, "Qadha (puasa) Ramadan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan. " (H.R. Daruquthni, dari Ibnu 'Umar).
Qadha Puasa untuk Orangtua yang Sudah Meninggal
Jika orangtua sudah meninggal sebelum mengqadha puasa, maka anak-anaknya dianjurkan untuk mengganti sejumlah hari yang ditinggalkan. Nabi Muhammad saw. bersabda, "Barangsiapa meninggal dunia padahal ia berutang puasa, maka walinyalah yang berpuasa untuknya” (Muttafaq Alaih).
Waktu yang Tepat untuk Qadha Puasa
Pada dasarnya, ketika seseorang meninggalkan puasa Ramadan, maka ia sebaiknya mengqadha sesegera mungkin, selama masih ingat dan selagi masih hidup.
Dalam "Hukum Qadha Puasa Setelah Lewat Nisfu Sya‘ban" oleh Alhafiz Kurniawan, terdapat dua pendapat tentang batas waktu melakukan qadha puasa Ramadan.
Pendapat pertama, qadha puasa dilakukan maksimal sebelum pertengahan Sya'ban tahun berikutnya. Dengan demikian, hukumnya makruh, yaitu dikerjakan tidak apa-apa, tetapi sebaiknya tidak. Diriwayatkan, Nabi Muhammad saw. bersabda, "Bila hari memasuki pertengahan bulan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa."
Pendapat kedua, qadha puasa dapat dilakukan hingga melebihi pertengahan Sya'ban tahun berikutnya (menjelang Ramadan tahun berikutnya). Pendapat ini didasarkan pada riwayat Ummu Salamah, dengan redaksi, "Aku belum pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali puasa Sya’ban dan Ramadhan."
Editor: Agung DH