tirto.id - Pengadilan Istanbul, Kamis (29/12/2016) waktu setempat, memerintahkan pembebasan seorang novelis bernama Asli Erdogan. Ia sebelumnya telah dipenjara selama empat bulan atas tuduhan propaganda teror setelah.
“Pengadilan tersebut memerintahkan pembebasan Erdogan di bawah pengawasan yudisial, serta seorang linguis Necmiye Alpay,” demikian kantor berita negara Anadolu menyampaikan sebagaimana dilansir Antara, Jumat (30/12/2016).
Meski dibebaskan, Erdogan dan Alpay tetap diadili atas keterlibatan mereka dalam sebuah surat kabar pro-Kurdi, dengan sidang berikutnya dijadwalkan pada Januari.
Di Turki, mereka tidak dibebaskan di gedung pengadilan, namun dibawa kembali ke penjara mereka di Bakirkoy Istanbul untuk merampungkan administrasi.
Salah satu pendukung Erdogan, Aysegul Tozeren, yang hadir dalam sidang tersebut telah mengonfirmasi perintah pembebasan tersebut dan mengatakan bahwa dia diperkirakan bebas pada malam hari.
“Erdogan masih harus melapor ke polisi dan tetap patuh terhadap larangan untuk meninggalkan Turki,” ungkap Tozeren.
Selain berprofesi sebagai novelis, Asli Erdogan juga merupakan anggota dewan penasihat koran harian pendukung Kurdi, Ozgur Gundem. Sebagaimana diberitakan Antara, Minggu (21/7/2016), ia ditahan di penjara Istanbul atas tuduhan terlibat dalam keanggotaan organisasi teroris dan ancaman bagi kesatuan nasional.
Menindaklanjuti tuduhan itu, Ozgur Gundem pun ditutup atas perintah pengadilan karena menyebarkan propaganda Partai Buruh Kurdistan (PKK), yang dianggap sebagai teroris oleh pemerintah Turki, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, demikian disampaikan Haberturk, media pro-pemerintah dalam lamannya.
Seluruh pegawai Ozgur Gundem berjumlah 25 orang juga ditahan karena dituduh mendukung PKK. Aksi itu merupakan lanjutan dari penutupan koran dengan sirkulasi 7.500 eksemplar.
Langkah tersebut menambah daftar pekerja media Turki yang ditahan hingga mencapai 100 orang. Jumlah itu menempatkan Turki sebagai negara yang memenjarakan wartawan terbanyak di dunia.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari