tirto.id - Asbabunnuzul Surah At-Taubah ayat 105 tidak ada secara khusus. Namun, ayat ini masih berhubungan dengan Surah At-Taubah ayat 102 dan 103 yang memiliki Asbabunnuzul terkait Abu Lubabah dan 9 temannya.
وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ ١٠٥
Artinya: “Katakanlah [Nabi Muhammad], ‘Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada [Zat] yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan,’” (QS. At-Taubah [9]: 105).
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah (2001) menjelaskan bahwa Surah At-Taubah ayat 105 di atas berisi dorongan kepada manusia supaya mawas diri dalam mengawasi amal dan pekerjaannya.
Mengawasi amal dalam ayat tersebut memuat makna bahwa setiap amal baik atau buruk tidak dapat disembunyikan, semua akan dibuka Allah SWT ketika hari kiamat kelak.
Asbabun Nuzul Surah At-Taubah Ayat 105
Asbabunnuzul Surah At-Taubah Ayat 105 tidak dapat dilepaskan dari sebab-sebab turunnya Surah At-Taubah ayat 102 dan 103. Pertama, asbabunnuzul Surah At-Taubah ayat 102 adalah Abu Lubabah dan sembilan orang temannya yang mengikat diri di masjid, karena menyesal tidak mengikuti Perang Tabuk bersama Rasulullah SAW.
Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2021) tulisan Ahmad Taufik dan Nurwastuti Setyowati, Imam Jalaluddin As-Suyuthi, seorang ulama sekaligus cendekiawan muslim abad ke-15 asal Mesir melalui kitab Lubabun Nuqul fii Asbaabin Nuzul menjelaskan bahwa sesuai Perang Tabuk, "Rasulullah SAW bertanya: 'siapakah orang-orang yang terikat di tiang ini?'
Ada seseorang yang menjawab: 'mereka adalah Abu Lubabah dan teman-temannya yang tidak ikut berperang. Mereka bersumpah tidak akan melepaskan ikatan tersebut, kecuali Rasulullah sendiri yang melepaskan'.
Kemudian Rasulullah SAW. bersabda: 'Aku tidak akan melepaskan mereka kecuali jika diperintahkan Allah Swt'".
Hal ini kemudian yang menjadi asbabunnuzul turunnya Surah At-Taubah ayat 102 sebagai berikut:
وَاٰخَرُوْنَ اعْتَرَفُوْا بِذُنُوْبِهِمْ خَلَطُوْا عَمَلًا صَالِحًا وَّاٰخَرَ سَيِّئًاۗ عَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّتُوْبَ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ١٠٢
Wa aakharuuna' tarafuu bizunuubihim khalatuu 'amalan saalihanw wa aakhara saiyi'an 'asal laahu ai yatuuba 'alaihim; innal laaha Ghafuurur Rahiim
Artinya: “[Ada pula] orang-orang lain yang mengakui dosa-dosanya. Mereka mencampuradukkan amal yang baik dengan amal lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. At-Taubah [9]: 102).
Kedua, pasca dibebaskan Rasulullah SAW dari ikatannya, Abu Lubabah dan 9 temannya menghadap Nabi serta menyatakan mau menyedekahkan hartanya.
Namun, Nabi Muhammad SAW menolak hingga kemudian turun Surah At-Taubah ayat 103. Melalui ayat tersebut, Rasulullah menerima harta yang disedekahkan Abu Lubabah dan 9 temannya.
Muchlis M, Hanafi dalam buku Asbabun-Nuzul: Kronologi dan Sebab Turun Wahyu Al-Qur’an (2017) menuliskan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Usai dibebaskan, Abu Lubabah dan teman-temannya bergegas menghadap Rasulullah SAW.
Mereka berkata, "Wahai rasulullah ini adalah harta-harta kami. Sedekahkanlah semuanya atas nama kami dan mintakanlah kami ampunan kepada Allah.' Beliau lalu bersabda, 'Aku tidak diperintahkan untuk mengambil harta kalian sedikit pun'”.
Setelah itu turunlah Surah At-Taubah ayat 103 yang lafalnya sebagai berikut:
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ١٠٣
Khuz min amwaalihim sadaqtan tutahhiruhum wa tuzakkiihim bihaa wa salli 'alaihim inna salaataka sakanul lahum; wallaahu Samii'un 'Aliim
Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka [guna] menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (QS. At-Taubah [9]: 103).
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno