tirto.id - Asmaul Husna artinya adalah nama dan sifat Allah SWT yang baik sebagaimana tertera dalam Al-Quran.
Jumlahnya adalah 99 Asmaul Husna, berisi sifat dan kuasa Allah yang tidak terbatas. Setiap keimanan kepada Asmaul Husna ini menuntut konsekuensi tertentu yang harus ditaati setiap muslim.
Keutamaan mengimani dan mempelajari Asmaul Husna adalah balasan surga dari Allah SWT, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
"Allah SWT memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Barang siapa yang menjaga dan menghafalkannya akan masuk surga," (H.R. Muslim).
Setelah mengetahui Asmaul Husna, Allah SWT menganjurkannya agar dijadikan wasilah dalam berdoa dan bermunajat kepada-Nya.
Setiap doa yang diiringi dengan penyebutan Asmaul Huna lebih mustajab di sisi Allah SWT.
Hal ini tergambar dalam surah Al-A'raf ayat 180:
“Dan Allah memiliki Asmaul Husna [nama-nama yang terbaik], maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan,” (Q.S. Al-A’raf [7]: 180).
Di antara 99 Asmaul Husna tersebut, terdapat dua nama mulia yang patut dipelajari dan diimani umat Islam, yaitu Al-Khaliq (Yang Maha Pencipta) dan Al-Mutakabbir (Yang Maha Besar/Agung).
Berikut ini penjelasan mengenai dua Asmaul Husna tersebut sebagaimana dikutip dari bukuPendidikan Agama Islam (2006) yang ditulis Marzuki.
Makna Al-Khaliq (Yang Maha Pencipta) dan Konsekuensi Keimanannya
Al-Khaliq menunjukkan kuasa Allah SWT sebagai Sang Pencipta. Jika Dia adalah zat pencipta segala hal, maka tidak ada yang mendahuluinya untuk menciptakan sesuatu.
Allah SWT juga yang menentukan kapan, bagaimana, dan apa yang akan Dia ciptakan.
Dalam bahasa Arab, khalaqa artinya kemampuan untuk mengukur dengan akurat, menentukan porsi yang tepat, dan menciptakan suatu hal dari yang tiada menjadi ada.
Penamaan Allah SWT sebagai Al-Khaliq menggambarkan kuasa Allah SWT dalam menciptakan segala hal sesuai kehedak-Nya tanpa dibatasi apa pun.
Hal ini tergambar dalam surah Ghafir ayat 62:
"Demikianlah Allah, Tuhanmu, Pencipta segala sesuatu, tidak ada tuhan selain Dia; maka bagaimanakah kamu dapat dipalingkan?" (QS. Ghafir [40]: 62).
Konsekuensi keimanan kepada nama Allah SWT Al-Khaliq sebagai zat yang Maha Pencipta adalah bukti bahwa manusia wajib menyembah, mengesakan, dan menyerahkan semua daya dan ibadahnya hanya kepada Allah SWT.
Tuhan yang pantas disembah adalah zat yang bisa menciptakan segala hal tanpa ada batas kuasa apa pun.
Dengan mengakui bahwa Tuhan yang pantas disembah adalah Sang Pencipta Al-Khaliq, maka zat lainnya yang tidak memiliki kemampuan menciptakan tidak pantas untuk disembah.
Karena itulah, keimanan kepada Al-Khaliq memiliki konsekuensi untuk memurnikan tauhid dan keesaan Allah SWT.
Hal ini tergambar dalam surah Al-Hajj ayat 73:
"Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, Tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah [pulalah] yang disembah," (QS. Al-Hajj [22]: 73).
Makna Al-Mutakabbir (Yang Maha Besar/Agung) dan Konsekuensi Keimanannya
Dalam bahasa Arab, mutakabbirartinya zat yang paling besar dalam ukuran, tingkatan, martabat, tertinggi, paling mulia, teragung, dan paling kuasa atas segalanya.
Penamaan Al-Mutakabbir menunjukkan kebesaran dan keagungan Allah SWT dibandingkan segala makhluknya.
Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Allah yang maha kuasa berfirman: 'Kebesaran adalah jubah-Ku dan keagungan adalah pakaian-Ku, maka barangsiapa yang mencoba menyamai-Ku dalam dua hal tersebut maka dia akan dimasukkan ke dalam api neraka.'"
Konsekuensi keimanan kepada nama Allah Al-Mutakabbir harus membuat seorang muslim merendahkan dirinya dan tawaduk di hadapan Allah SWT.
Ia harus memangkas sifat sombongnya karena hanya Allah zat yang Maha Tinggi dan memiliki segala keagungan.
Dalam penjelasan lain, Al-Mutakabbirartinya yang Maha Sombong. Selama ini, sombong kerap dimaknai secara negatif.
Namun, jika sifat ini melekat pada diri Allah, maka nilai negatifnya akan hilang karena Allah SWT memiliki segalanya sehingga ia pantas untuk diagungkan.
Hal ini tergambar dalam firman Allah dalam surah Al-Hasyr ayat 23:
“Dialah Allah tidak ada Tuhan selain Dia. Maha Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan,” (QS. Al Hasyr [59]: 23).
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno