Menuju konten utama

Apa yang Dimaksud Juncto & Subsider dalam Hukum di Indonesia?

Juncto atau yang biasa disingkat dengan jo merupakan salah satu istilah dalam hukum yang berarti dihubungkan atau dikaitkan.

Apa yang Dimaksud Juncto & Subsider dalam Hukum di Indonesia?
Ilustrasi hukum. foto/Istockphoto

tirto.id - Sebagai negara hukum Indonesia memiliki induk peraturan hukum pidana positif, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP digunakan untuk mengadili perkara pidana yang bertujuan melindungi kepentingan umum.

Hukum pidana sendiri merupakan bentuk upaya terakhir (ultimatum remedium) dalam penyelesaian sebuah perkara dan mengandung sanksi yang bersifat memaksa. Dengan demikian, jika masyarakat melanggar hukum pidana yang tertuang dalam KUHP maka akan dijatuhi sanksi pidana.

Dalam kasus tindak pidana sering kali terdengar penggunaan istilah juncto dan subsider. Lantas apa yang dimaksud dengan kedua istilah tersebut?

Pengertian dan contoh juncto dalam hukum di Indonesia

Juncto atau yang biasa disingkat dengan jo merupakan salah satu istilah dalam hukum yang berarti dihubungkan atau dikaitkan. Bentuk jamak dari istilah juncto disebut dengan junctis atau jis, namun keduanya tetap memiliki perbedaan dalam penggunaannya.

Dilansir dari laman Kamus Hukum, juncto adalah mengaitkan atau menghubungkan dua peraturan, dapat berupa undang-undang, pasal, atau ketentuan-ketentuan lainnya.

Contoh penggunaan istilah juncto dalam hukum di Indonesia seperti pada Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kedua peraturan yang memuat tentang narkotika ini dapat dihubungkan atau dikaitkan.

Berdasarkan dari konteks pasalnya maka yang dimaksud ialah perbuatan tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika yang dilakukan dalam kualifikasi percobaan maupun permufakatan jahat melakukan tindak pidana.

Sementara itu, contoh penggunaan istilah junctis dalam hukum Indonesia seperti pada Pasal 24c ayat (1) Undang-Undang 1945 dan pasal 10 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi junctis Pasal 29 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Pengertian dan contoh subsider dalam hukum di Indonesia

Adapun, definisi subsider secara umum disebut dengan pengganti. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia subsider adalah pengganti apabila hal pokok tidak terjadi. Misalnya, seperti hukuman kurungan sebagai pengganti hukuman denda apabila terhukum tidak bisa membayar denda tersebut.

Hal ini juga bisa diartikan sebagai hukuman lain (pengganti) yang diberikan jika hukuman yang dijatuhkan tak bisa dipenuhi oleh terhukum.

Sebagaimana yang dilansir dari laman Hukum Online, istilah subsider atau sering ditulis dengan subsidair umumnya digunakan untuk menyebut salah satu bentuk surat dakwaan.

Dakwan subsidair merupakan dakwaan yang terdiri dari beberapa lapisan dakwaan yang disusun secara berlapis dengan maksud lapisan yang satu berfungsi sebagai pengganti lapisan sebelumnya. Sistematik lapisan disusun secara berurut dimulai dari Tindak Pidana yang diancam dengan pidana tertinggi sampai dengan tindak Pidana yang diancam dengan pidana terendah (an inferior portion or capacity).

Pembuktian dalam surat dakwaan ini juga harus dilakukan secara berurut mulai dari lapisan teratas dengan lapisan selanjutnya. Lapisan yang tidak terbukti harus dinyatakan dengan tegas dan dituntut agar terdakwa dibebaskan dari lapisan dakwaan yang bersangkutan.

Berikut contoh dari dakwaan subsidair :

• Primair: Pembunuhan berencana ( Pasal 340 KUHP)

• Subsidair: Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)

Baca juga artikel terkait HUKUM atau tulisan lainnya dari Yunita Dewi

tirto.id - Hukum
Kontributor: Yunita Dewi
Penulis: Yunita Dewi
Editor: Nur Hidayah Perwitasari