tirto.id - Bagi siswa-siswa sekolah menengah zaman dahulu, hari pertama sekolah identik dengan perploncoan.
Selama beberapa hari para peserta didik baru menjalani masa orientasi siswa (MOS) dengan mengenakan atribut nyeleneh.
Di samping itu, muncul kesan bahwa MOS menjadi ajang "balas dendam" dari kakak kelas untuk memplonco adik-adik kelas barunya.
Oleh sebab itu, MOS menjadi sarat kritikan karena mengandung aktivitas yang tidak mendidik.
Sebagai gantinya, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Pemendikbud) Nomor 18 Tahun 2016 mengenai Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) sebagai pengganti MOS.
MPLS dilaksanakan selama maksimal tiga hari pada pekan pertama tahun ajaran baru.
Dalam laman Instagram Direktorat Sekolah Dasar, kegiatan pengenalan sekolah sesuai aturan tersebut bertujuan untuk:
1. Mengenali potensi diri siswa baru
2. Membantu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan dan fasilitas sekolah
3. Menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru
4. Mengembangkan interaksi positif antarsiswa dan warga sekolah lainnya
5. Menumbuhkan perilaku positif peserta didik.
Dalam MPLS tidak diperkenankan lagi terjadi perploncoan seperti yang muncul saat MOS. Tindakan kekerasan secara fisik mau pun kata-kata dilarang. Pelaksanaan MPLS tidak diperbolehkan pula melebihi jadwal belajar efektif.
Menurut laman SMA Muhammadiyah 9 Surabaya, setidaknya ada lima hal yang membedakan MPLS sekarang, dengan MOS di era sebelumnya:
1. Penyelenggaran MPLS adalah guru
MPLS tidak diselenggarakan oleh alumni atau para senior di sekolah. Perbedaan penyelengara ini lebih menjamin proses pengenalan lingkungan sekolah tidak berubah menjadi ajang perundungan.
Dua guru akan mendampingi selama MPLS dan diharapkan memutus budaya senioritas.
2. Mengggunakan seragam dan atribut resmi sekolah
Tidak ada lagi pakaian dengan atribut nyleneh seperti yang terjadi pada pelaksanaan MOS.
Menurut aturan, peserta didik baru selama MPLS mengenakan seragam dan atribut resmi sekolah. Cara ini juga dipandang tidak merendahkan dan lebih memanusiakan para siswa.
3. MPLS dilakukan di sekolah
Jika pada MOS kadang ditemukan siswa baru diminta ikut orientasi di luar kegiatan sekolah, maka pada MPLS semua kegiatan harus berada sekolah.
Pelaksanaan MPLS adalah tiga hari di pekan pertama tahun ajaran baru. Hal ini dapat mencegah perploncoan oleh senior.
4. Kegiatan MPLS lebih mendidik
Dalam kegiatan MPLS berbeda haluan dengan metode yang diterapkan dalam MOS. Semua kegiatan dalam kendali guru setempat dengan pilihan kegiatan yang lebih edukatif.
Aktivitas perploncoan, perundungan, hingga kekerasan seperti di zaman MOS dapat dicegah.
5. Tidak ada pungutan
Pungutan liar yang dilakukan pada MOS dari senior pada juniornya, kini dicegah dengan MPLS.
Selama MPLS tidak dibenarkan melakukan pungutan apappun kepada para peserta didik baru. Intimidasi dari kakak kelas pada adik kelas pun bisa diredam
Namun, selama pandemi Covid-19, MPLS dilakukan secara daring dan luring tapi tanpa tatap muka. Mengingat masih tingginya angka penularan Covid-19, maka belum dimungkinkan dilakukan tatap muka di dalam kelas.
.Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yandri Daniel Damaledo