tirto.id - Tragedi Bintaro yang terjadi pada 19 Oktober 1987 tiga puluh tiga tahun ini merupakan kecelakaan kereta api terbesar sepanjang sejarah perkeretaapian di Indonesia. Kejadian ini pernah diabikan musikus Iwan Fals dalam lirik lagu berjudul "1910".
Dalam lagu itu, Iwan Fals menceritakan tragedi yang menewaskan ratusan orang di gerbong kereta, yang turut menghancurkan mimpi banyak orang serta membawa lebih banyak air mata. "Aku dengar jerit dari Bintaro," tulis Iwan di liriknya.
Selain itu, ia juga menyentil soal empati penguasa atas tragedi ini, yang menurut Iwan, tidak cukup hanya dengan ungkapan belasungkawa saja, tetapi harus ada tindak nyata untuk menyelesaikan masalah ini. "Berdarahkan tuan yang duduk di belakang meja. Atau cukup hanya ucapkan belasungkawa aku bosan."
Kejadian itu bermula saat kereta api KA 225 dari Rangkasbitung, Jawa Barat yang membawa 700 penumpang bertabrakan dengan kereta api KA 220 yang datang dari stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat dengan 500 penumpang. Itu hanya berdasarkan data yang tercatat membeli karcis saja. Sebab, masih ada ratusan penumpang gelap yang memenuhi gerbong, lokomotif dan atap gerbong.
Sampai dengan Senin tengah hari, insiden itu sudah memakan korban lebih dari 100 orang tewas, sementara 300-an orang mengalami luka berat dan ringan. Angka ini dipastikan bertambah. Sebab, di dalam gerbong masih ada 20-an korban meninggal tapi belum bisa dievakuasi. Diperkirakan, kecelakaan itu setidaknya merenggut 156 nyawa dan 300 korban mengalami luka-luka.
Jenazah dan korban luka itu ditampung dalam kurang lebih tujuh rumah sakit terdekat, yakni RS Fatmawati, RS Setia Mitra, RS TNI-AL Mintoharjo, RS Pertamina, RS Pondok Indah, RS Jakarta dan RS Cipto Mangunkusumo. Sejak saat itu, kecelakaan yang kelak dikenal sebagai Tragedi Bintaro ini, disebut sebagai kecelakaan kereta api terbesar sepanjang sejarah perkeretaapian di Indonesia.
Lirik Lagu "1910"
Apa kabar kereta yang terkapar di senin pagi
Di gerbongmu ratusan orang yang mati
Hancurkan mimpi bawa kisah
Air mata air mata
Belum usai peluit belum habis putaran roda
Aku dengar jerit dari Bintaro
Satu lagi catatan sejarah
Air mata air mata
Berdarahkan tuan yang duduk di belakang meja
Atau cukup hanya ucapkan belasungkawa aku bosan
Lalu terangkat semua beban dipundak
Semudah itukah luka-luka terobati
Nusantara tangismu terdengar lagi
Nusantara derita bila terhenti
Bilakah bilakah
Sembilan belas oktober tanah Jakarta berwarna merah
Meninggalkan tanya yang tak terjawab
Bangkai kereta lemparkan amarah
Air mata air mata
Nusantara langitmu saksi kelabu
Nusantara terdengar lagi tangismu
Nusantara kau simpan kisah kereta
Nusantara kabarkan marah sang duka
Saudaraku pergilah dengan tenang
Sebab luka sudah tak lagi panjang
Editor: Agung DH