tirto.id - Benny Tjokro sedang menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat karena tuntutan hukuman mati. Pria bernama lengkap Benny Tjokrosaputro merupakan Direktur Utama PT Hanson International Tbk.
Ia dituntut hukuman mati dan membayar uang pengganti sebesar Rp5,733 triliun karena dinilai terbukti melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp22,788 triliun dari pengelolaan dana PT. Asabri (Persero) serta pencucian uang.
JPU menuntut agar majelis hakim yang memeriksa perkara ini memutuskan agar terdakwa dinyatakan secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan dan tindak pidana pencucian uang.
"Menghukum terdakwa Benny Tjokrosaputro dengan pidana mati," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Wagiyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (26/10/2022).
JPU juga menuntut Benny membayar uang pengganti sebesar Rp5,733 triliun dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Mengapa Benny Tjokro Dituntut Hukuman Mati?
Menurut JPU, terdapat sejumlah hal yang memberatkan perbuatan Benny Tjokro dan membuatnya mendapat tuntutan hukuman mati.
JPU mengatkan, Benny tidak menunjukkan rasa bersalah apalagi suatu penyesalan sedikit pun atas perbuatan yang telah dilakukannya; perbuatan terdakwa adalah extraordinary crime, dengan modus investasi melalui bursa pasar modal menyembunyikan ke dalam struktur bisnis dan menyalahgunakan bisnis yang sah.
Selanjutnya, perbuatan Benny Tjokro mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan terhadap kegiatan investasi di bidang asuransi dan pasar modal.
Perbuatan Benny dan terdakwa lainnya menyebabkan kerugian negara Rp22,788 triliun dengan atribusi perincian khusus akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian sebesar Rp6,481 triliun.
Nilai tersebut termasuk saham yang dikendalikan terdakwa menggunakan nomine Jimmy Sutopo sebesar Rp314,8 miliar dan atribusi kerugian oleh terdakwa Benny Tjokro sebesar Rp5,733 triliun.
Hal memberatkan lainnya, Benny Tjokro merupakan terpidana seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya Persero yang merugikan keuangan negara sebesar Rp16,87 triliun seperti dalam putusan Mahkamah Agung.
"Meskipun di persidangan terungkap hal-hal yang meringankan dalam diri terdakwa namun hal-hal tersebut tidak sebanding dengan kerugian negara yang disebabkan perbuatan terdakwa karena itu hal-hal meringankan itu patut dikesampingkan," ungkap jaksa.
Kasus Benny Tjokro
PT. Asabri mendapatkan pendanaan yang berasal dari dana program THT (Tabungan Hari Tua) dan dana Program AIP (Akumulasi Iuran Pensiun) yang bersumber dari iuran peserta ASABRI setiap bulannya. Iuran peserta tersebut dipotong dari gaji pokok TNI, Polri dan ASN/PNS di Kemenhan.
Gaji pokok TNI, Polri, dan ASN dipotong sebesar 8 persen dengan rincian untuk Dana Pensiun sebesar 4,75 persen dari gaji pokok dan untuk Tunjangan Hari Tua (THT) dipotong 3,25 persen dari gaji pokok.
Namun PT Asabri melakukan investasi di pasar modal dalam bentuk instrumen saham termasuk saham yang sedang bertumbuh atau dikenal dengan "layer" 2 atau "layer" 3 yaitu saham-saham yang mempunyai risiko tinggi.
Saham-saham berisiko tinggi itu antara lain adalah saham LCGP (PT. Eureka Prima Jakarta Tbk) sejak Oktober 2012, MYRX (PT. Hanson International Tbk) di pasar reguler sejak 4 Oktober 2012 dan SUGI (PT Sugih Energy Tbk).
Dalam perkara ini, dari 9 orang terdakwa, sudah ada 8 orang yang divonis. Benny Tjokro akan mengajukan nota pembelaan pada 16 November 2022.
Profil Benny Tjokro
Benny Tjokrosaputro atau Benny Tjokro dikenal sebagai salah satu pengusaha di Indonesia. Ia lahir di Surakarta pada pada 15 Mei 1969 (usia 53 tahun).
Benny berasal dari keluarga konglomerat. Ia adalah anak pertama dari pasangan Handoko Tjokrosaputro dan Lita Anggriani. Handoko sendiri adalah anak dari Kasom Tjokrosaputro, pengusaha batik dan pendiri merek Batik Keris.
Selain dikenal sebagai pengusaha, Benny juga dikenal sebagai investor saham. Benny sudah bermain saham sejak ia masih duduk di bangku kuliah.
Benny kemudian diminta untuk melanjutkan bisnis garmen milik sang ayah. Namun, perusahaan ini mengalami kesulitan keuangan hingga harus dilakukan upaya restrukturisasi.
Bisnis itulah yang kemudian hari dikenal sebagai Hanson International, sebuah perusahaan properti. Saat ini Benny menjabat sebagai direktur utama di perusahaan tersebut.
Perjalanan karier Benny cukup panjang. Ia tercatat pernah menjabat sebagai direktur dan atau komisaris pada perusahaan-perusahaan besar.
Bagi investor saham di Indonesia, Benny disebut pandai "menggoreng" harga saham agar kemudian makin tinggi. Dalam sejarah, Benny pernah terjerat kasus cornering atau "menggoreng" harga saham Bank Pikko (kini Bank J Trust Indonesia) pada 1997.
Setelah itu, dua perusahaan milik Benny, yaitu Manly Unitama Finance dan Hanson Industri Utama (sekarang Hanson International) pernah terjerat saksi Bapepam (kini OJK). Kedua perusahaan dinyatakan tidak menyampaikan keterbukaan informasi terkait dengan transaksi yang berjalan.
Meski sudah terjerat dalam beberapa pelanggaran di pasar modal, Benny masih melenggang di lantai bursa. Benny masih mengendalikan Hanson International, Sinergi Megah Internusa dan Bliss Properti Indonesia.
Sementara keluarga Benny menguasai sejumlah perusahaan, seperti Rimo International Lestari yang dimiliki oleh Teddy Tjokrosaputro.
Terakhir, Benny terjerat kasus Jiwasraya, dimana ia bersama Heru Hidayat dianggap merugikan negara dalam kasus gagal bayar produk JS Saving Plan sebesar Rp12,4 triliun per Desember 2019.
Benny dan Heru dianggap bekerjasama dengan Jiwasraya dan sejumlah manajer investasi yang mengelola dana Jiwasraya untuk melakukan aksi "penggorengan" harga saham dan mengintervensi keputusan investasi Jiwasraya.
Selain itu, Benny dan Heru juga tersangkut dalam kerugian portofolio saham Asabri. Asabri mengakui kerugian belum terealisasi (unrealized loss) sejumlah Rp16,8 triliun pada tahun 2019.
Asabri akan meminta Benny dan Heru menutupi kerugian perusahaan. Pada 26 Oktober 2020, Benny divonis hukuman penjara seumur hidup dan denda sebesar Rp6 triliun.
Editor: Iswara N Raditya