tirto.id - Salah satu amalan yang tak putus kendati yang melakukannya sudah meninggal adalah ibadah wakaf.
Secara sederhana, wakaf adalah menghibahkan harta yang bernilai tetap untuk kemaslahatan umat.
Dalam buku Fiqih Waqaf(2018: 5-6), Ahmad Sarwat menuliskan bahwa secara bahasa, wakaf artinya menahan.
Kemudian, secara istilah, menurut jumhur ulama mazhab Syafi'i, wakaf adalah menahan harta yang bisa diambil manfaatnya secara tetap, serta untuk dibelanjakan pada hal-hal yang bernilai ibadah ataupun mubah.
Sekilas, ibadah wakaf mirip dengan sedekah. Bedanya, sedekah atau hibah adalah memberikan harta tertentu yang habis pakai.
Misalnya, sedekah makanan untuk berbuka puasa. Pahala sedekah diganjar sekali saja.
Sementara itu, wakaf adalah memberikan harta yang punya nilai waktu tertentu. Misalnya, wakaf bangunan yang dimanfaatkan untuk panti asuhan, sumur untuk sumber air bersama, dan lain sebagainya.
Pahala wakaf akan mengalir terus hingga bangunan itu roboh atau sumur itu ditimbun tanah.
Selain itu, perbedaan lain wakaf dengan sedekah adalah ibadah wakaf mengharuskan adanya pengurus yang mengelola harta benda yang diwakafkan. Misalnya, bangunan untuk panti asuhan di atas.
Maka, semestinya ada pengelola yang mengatur agar panti asuhannya berjalan baik dan bangunannya tidak roboh.
Secara umum, hukum wakaf adalah sunah, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Albaqarah ayat 267:
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji," (QS. Alqaqarah [2]: 267).
Mengenai keutamaan bahwa pahala wakaf akan terus mengalir, kendati yang melakukannya sudah meninggal, berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:
“Ketika anak Adam mati, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah [wakaf], ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya,” (H.R. Muslim).
Syarat Wakaf
Untuk melakukan ibadah wakaf, terdapat dua syarat. Pertama, syarat wakif atau orang yang akan melakukan wakaf.
Syaratnya lazim sebagaimana badah lainnya, yaitu wakif mesti dewasa, berakal sehat, merdeka, dan tidak di bawah pengampunan.
Kedua, syarat maukuf atau benda-benda yang akan diwakafkan.
Harta benda yang akan diwakafkan haruslah benar-benar milik wakif. Kemudian, benda itu, baik wakaf benda yang bergerak ataupun yang tetap, harus memiliki nilai dan bisa dimanfaatkan.
Terakhir, harta benda tersebut harus diketahui beberapa saksi ketika diwakafkan. Tujuannya, syarat ini mencegah selisih paham yang dapat terjadi dengan ahli waris atau masyarakat yang memanfaatkan maukuf tersebut.
Jenis-jenis Wakaf
Berdasarkan perkembangan zaman, harta benda yang bisa diwakafkan juga berkembang. Meskipun jenisnya tetap, namun segala benda yang bisa bernilai dan digunakan dalam jangka tertentu dapat diwakafkan.
Terdapat empat jenis wakaf secara umum, yaitu jenis wakaf berdasarkan tujuannya, berdasarkan jenis hartanya, berdasarkan waktu, dan berdasarkan penggunaan harta mauquf tersebut.
Sebagaimana dijelaskan dalam Fiqih Wakaf (2003) dari Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, adalah sebagai berikut:
- Jenis Wakaf Berdasarkan Peruntukannya
Pertama, wakaf keluarga atau ahli adalah wakaf yang diberikan untuk kepentingan lingkup kecil dalam lingkungan keluarga besar atau kerabat sendiri.
Kedua, wakaf khairi (kebajikan) yang jangkauannya lebih luas. Di sini, wakaf khairi diberikan untuk untuk kepentingan agama atau masyarakat secara umum.
- Wakaf Berdasarkan Jenis Harta
Pertama, untuk harta yang tak bergerak dapat berupa tanah, bangunan, tanaman, dan lain sebagainya.
Kedua, untuk harta yang bergerak dapat berupa wakaf uang, surat berharga, hak kekayaan intelektual, dan lain sebagainya.
- Jenis Wakaf Berdasarkan Waktu:
Pertama, wakaf muabbad artinya wakaf yang diberikan untuk selamanya.
Kedua, wakaf muaqqot artinya wakaf yang diberikan dalam jangka waktu tertentu. Misalnya, tanah yang diwakafkan dalam jangka waktu lima tahun saja. Sehabis itu, digunakan lagi oleh pemiliknya.
- Jenis Wakaf Berdasarkan Pemanfaatan Maukuf
Pertama, wakaf ubasyir ataudzati. Wakaf jenis ini adalah harta wakaf yang lazim diketahui umum. Wakaf ini bermanfaat secara langsung seperti bangunan untuk panti asuhan, sumur, hak kekayaan intelektual, dan lain sebagainya.
Kedua, wakaf mistitsmary, yaitu wakaf yang digunakan untuk penanaman modal dalam produksi barang-barang. Selanjutnya, barang-barang itulah yang dimanfaatkan untuk kepentingan sosial umat.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno