tirto.id - Pada penanganan kasus tewasnya Brigadir J, laboratorium forensik (labfor) Polri melakukan pemeriksaan ponsel milik korban dan rekaman CCTV di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) penembakan melalui pendekatan Scientific Crime Investigation (SCI).
Dikutip dari Humas Polri, tim khusus Polri sudah mengantongi rekaman CCTV terkait penembakan Brigadir J.
Penembakan tersebut terjadi pada 8 Juli 2022 di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Apa Itu Metode SCI?
Mengutip thesisKontribusi Scientific Crime Investigation (Penyidikan Berbasis Ilmiah) Sebagai Upaya Penguatan Alat Bukti Dalam Proses Penanganan Perkara Pidana yang disusun Radhingga Dwi Setiana (2016), scientific crime investigation atau penyidikan berbasis ilmiah merupakan terobosan dalam proses peradilan pidana.
Hasil yang bisa didapatkan lewat SCI dapat menjadi alat ampuh untuk mendukung pembuktian saat tidak ditemukan saksi dan ada kendala menemukan tersangka.
Menurut JW Osterburg dalam Journal of Police Science and Administration Volume 9 Issue 2 (1981), terdapat 5 langkah utama yang terlibat saat menggunakan metode ilmiah yaitu:
- Menyatakan masalah.
- Membentuk hipotesis.
- Mengumpulkan data dengan pengamatan dan eksperimen.
- Menafsirkan data.
- Menarik kesimpulan.
SCI merupakan penyelidikan dan atau penyidikan tindak pidana secara ilmiah yang menggunakan berbagai disiplin ilmu, baik ilmu murni atau terapan, yang dikembangkan sebagai ilmu forensik.
Pembuktian melalui SCI bahkan berhasil menjadi tulang punggung penyidikan. Contoh yang pernah dilakukan di Indonesia yaitu pengungkapan kasus bom Bali yang pemeriksaannya melalui metode SCI.
Sebagian pakar mengakui jika pembuktian di pengadilan tidak ditemukan saksi maka barang bukti dapat dijadikan bukti utama. Hal ini selaras dengan fungsi SCI sebagai pendukung pembuktian.
Barang bukti yang semula diam, dapat dipakai bukti demonstratif sebagai hasil pemeriksaan SCI yang ditransformasikan menjadi alat bukti keterangan ahli dan/atau alat bukti surat.
Transformasi hasil SCI menjadi alat bukti keterangan ahli bisa dilakukan jika para ahli diminta melakukan penyidikan atau memeriksa bukti yang ditemukan. Lalu, transformasi menjadi alat bukti surat berlaku apabila hasil penelitian atas barang bukti yang diperiksa oleh ahli sudah dilakukan, dan diperlukan dalam bentuk surat.
Alat bukti keterangan ahli dan surat cukup efektif untuk mendukung terungkapnya kasus tindak pidana yang sukar dipecahkan. Di samping itu, tindak pidana makin berkembang dari sisi metode, pola, hingga kompleksitasnya.
Dengan menjadikan hasil pemeriksaan SCI sebagai alat bukti ahli dan surat, maka dimungkinkan dapat menjelaskan suatu hal yang memerlukan keahlian khusus tentang suatu peristiwa hukum yang terjadi, terutama menyangkut penjelasan physical evidence atau real evidence.
Hanya saja, penerapan SCI masih memiliki kendala dalam pengaturan dan praktiknya. SCI masih belum diatur rapi dalam hukum acara pidana sehingga membuat proses peradilan jauh dari prinsip fair trial.
Beberapa permasalahannya adalah ketidakjelasan prosedur akibat pengaturan yang tidak terkodifikasi, ketidakadilan di pihak yang leluasa mengakses penyidikan ilmiah tersebut, hingga ketidakbakuan metode menimbulkan pengaruh pada ketidakpastian hasil SCI sebagai alat bukti.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dipna Videlia Putsanra