Menuju konten utama

Apa Itu Hari Juang TNI AD dan Mengapa Disebut Hari Infanteri?

Mengetahui apa itu Hari Juang yang diperingati 15 Desember 2021 dan mengapa disebut hari Infanteri. 

Apa Itu Hari Juang TNI AD dan Mengapa Disebut Hari Infanteri?
Prajurit TNI Angkatan Darat (AD) mengikuti upacara peringatan Hari Juang Kartika di lapangan Taruna, Kota Gorontalo, Gorontalo, Kamis (15/12). Peringatan Hari Juang Kartika tahun 2016 TNI AD memantapkan jati diri dan kemanunggalan TNI dan rakyat guna mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/aww/16.

tirto.id - Setiap 15 Desember, TNI AD punya hajatan untuk mengenang peristiwa Palagan Ambarawa. Hajatan tersebut disebut sebagai Hari Infanteri atau belakangan disebut Hari Juang Kartika TNI AD.

Hari Juang Kartika TNI AD dimaksudkan untuk mengenang kemenangan militer Indonesia, bersama kekuatan-kekuatan rakyat lainnya, ketika memukul mundur pasukan Belanda dan Inggris pasca-proklamasi kemerdekaan.

Selain menjadikan tanggal 15 Desember sebagai hari khusus untuk mengenang pertempuran Ambarawa, peristiwa tersebut juga dikenang dengan Monumen Palagan Ambawara di Ambarawa, Semarang.

Akan tetapi, sejarah di balik tanggal 15 Desember tak melulu tentang kegemilangan pasukan Jenderal Sudirman kala itu. Monumen Palagan Ambarawa dibuat juga untuk mengenang ribuan korban yang gugur karena peristiwa tersebut.

Latar Belakang Hari Infanteri: Pertempuran Ambarawa

Pertempuran Ambarawa, peristiwa yang diperingati sebagai Hari Infanteri, bermula dari keinginan Belanda untuk kembali meneguhkan kekuasaannya di Indonesia.

Meski Indonesia, melalui Sukarno dan Hatta, memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, hal tersebut tak membuat Belanda seketika pergi begitu saja.

Kekalahan Jepang atas sekutu, yang dijadikan momentum tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia untuk melakukan proklamasi, dipandang Belanda sebagai pengembalian kekuasaan tanah Indonesia ke Belanda.

Menukil laman Kemendikbud, pasca-proklamasi kemerdekaan Indonesia, Belanda dengan serdadu-serdadunya berusaha kembali masuk wilayah Indonesia, salah satunya adalah Ambarawa.

Semasa pendudukan Jepang, Ambarawa memiliki sebuah kamp tahanan berisi anak-anak dan perempuan Belanda.

Menurut Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia Volume I (2004:192), para tahanan Belanda dalam kamp tersebut seringkali disiksa oleh tentara Jepang.

Oleh karenanya, setelah Jepang mengaku kalah, Ambarawa menjadi tempat yang didatangi pihak sekutu melalui Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI).

Tugas RAPWI sendiri adalah melakukan evakuasi dan rehabilitasi tawanan perang dan internir. Namun, bersama meraka, juga datang pasukan bersenjata.

Menurut R.H.A. Saleh dalam Mari Bung Rebut Kembali (2000: 77), pada 19 Oktober 1945, terdapat pasukan militer Inggris yang dikirim ke Semarang. Pasukan militer tersebut diberi kode CRA's Brigade.

Rombongan RAPWI dan pasukan militer yang menyertainya ternyata tak hanya datang ke Ambarawa.

Mereka juga bergerak menuju tempat-tempat di sekitar Ambarawa dan Magelang sebagaimana dicatat Ben Anderson dalam Revoloesi Pemoeda: Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946 (1988: 174).

Menukil laman Kemendikbud, peristiwa masuknya militer sekutu ke Indonesia tersebut terjadi ketika euforia kemerdekaan tengah menjalar ke berbagai penjuru Indonesia.

Euforia tersebut dibarengi dengan sentimen masyarakat Indonesia atas kembalinya sekutu ke tanah Indonesia.

Sentimen tersebut kemudian tersulut ketika terdapat temuan bahwa pasukan sekutu yang bertugas untuk merehabilitasi tawanan perang justru mempersenjatainya.

Hal ini kemudian memicu pecah insiden antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR—merupakan cikal bakal TNI saat ini) dengan sekutu pada 26 Oktober 1945.

Menengahi kejadian tersebut Soekarno dan Brigjen Bethel dari Inggris kemudian melakukan perundingan gencatan senjata pada 2 November 1945.

Perundingan tersebut juga dibarengi dengan kesepakatan bahwa jalan raya Ambarawa-Magelang terbuka untuk pihak Republik Indonesia dan sekutu. Melalui perundingan tersebut juga disebutkan bahwa aktivitas NICA tidak diakui oleh sekutu.

Akan tetapi, perjanjian tersebut ternyata tak diindahkan oleh pihak Sekutu, hingga meletuslah pertempuran pada 20 November 1945 di Ambarawa dan Magelang.

Sekutu melakukan pengeboman di wilayah-wilayah Ambarawa. Dalam peristiwa tersebut Komandan Resimen Purwokerto Letnan Kolonel Isdiman tewas terbunih. Perwira andalan Sudirman itu terbunuh di daerah Jambu, selatan Ambarawa.

Hal tersebut kemudian membuat Jenderal Sudirman, yang belum lama terpilih menjadi Panglima TKR, turun tangan.

Sudirman yang kala itu masih berpangkat kolonel meski telah terpilih sebagai panglima, melancarkan serangan serentak.

"Rencana itu disetujui oleh komandan-komandan yang lain,” tulis Amrin Imran dalam Panglima Besar Sudirman (2001: 30).

Pertempuran tersebut selesai pada 15 Desember 1945, di mana militer Indonesia dengan kekuatan paramiliter bikinan rakyat, memaksa Sekutu mundur hingga ke Semarang.

Julius Pour dalam Ignatius Slamet Rijadi: dari mengusir Kempeitai sampai menumpas RMS (2008:35), mengutip kesaksian Komodor Tull dari tim RAPWI.

“Pertempuran Ambarawa sangat mengerikan. Setiap jengkal tanah dipertahankan secara mati-matian oleh kedua belah pihak. Ini benar-benar Total War,” aku Tull (hlm. 35).

Namun, kemenangan atas pertempuran Ambarawa mesti dibayar mahal. Menurut kesaksian Komodor Tull, perlawanan pihak Indonesia membuat 100 prajurit Inggris tewas. Sedangkan, pihak Indonesia kehilangan 2.000 orang, baik dari TKR maupun laskar rakyat.

Untuk mengenang peristiwa tersebut, baik kemenangan maupun kehilangan, maka dibuatlah Monumen Palagan Ambarawa. Oleh karena itu pula, 15 Desember menjadi Hari Juang Kartika TNI AD.

Baca juga artikel terkait HARI PENTING 2021 atau tulisan lainnya dari Rizal Amril Yahya

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Rizal Amril Yahya
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Yandri Daniel Damaledo