Menuju konten utama

Apa Itu Amonium Nitrat yang Diduga Sebabkan Ledakan Beirut Lebanon?

Ledakan di Beirut, Lebanon diduga disebabkan oleh amonium nitrat, apa itu? Seberapa berbahaya amonium nitrat?

Apa Itu Amonium Nitrat yang Diduga Sebabkan Ledakan Beirut Lebanon?
Setelah ledakan besar terlihat di Beirut, Lebanon, Selasa, 4 Agustus 2020. (Foto AP / Hassan Ammar)

tirto.id - Ledakan di Beirut, Lebanon, pada Selasa (4/8/2020) waktu setempat, diduga disebabkan oleh lebih dari 2.700 ton amonium nitrat yang disimpan di dalam gudang pelabuhan sejak 2014.

Diwartakan The Guardian, Perdana menteri Lebanon, Hassan Diab, mengatakan 2.700 ton amonium nitrat meledak setelah disimpan di sebuah gudang selama enam tahun.

Menurut laporan, bahan kimia itu berasal dari sebuah kapal yang menurunkan muatannya di pelabuhan pada tahun 2014.

Amonium nitrat (NH4NO3) adalah padatan kristal putih yang bisa larut secara alami. Amonium nitrat saat ini lebih dikenal sebagai saltpetre.

Tambang terbesar amonium nitrat saat ini berada di Gurun Atacama, Chili. Hampir 100% bahan kimia yang digunakan sekarang ini adalah sintetis, diproduksi dengan mereaksikan amonia dengan asam nitrat.

Apa Itu Amonium Nitrat?

Dikutip dari Sky News, amonium nitrat umumnya digunakan dalam pertanian sebagai pupuk nitrogen tinggi. Pupuk ini relatif stabil dalam sebagian besar kondisi dan murah dari segi produksi, sehingga menjadikannya bahan kimia alternatif yang populer selain sumber nitrogen lain yang lebih mahal.

Amonium nitrat juga merupakan komponen utama ANFO, (amonium nitrat/bahan bakar minyak), bahan peledak industri yang digunakan dalam penambangan, penggalian, dan konstruksi sipil serta terkandung dalam 80% dari bahan peledak industri yang digunakan di AS.

Amonium nitrat tidak dianggap sebagai bahan kimia yang sangat mudah menguap atau berbahaya, tetapi dalam kondisi tertentu bisa mematikan. Oleh karena itu, sebagian besar negara memiliki peraturan yang mengontrol penyimpanan amonium nitrat untuk memastikan keamanannya.

Sebuah keadaan khusus diperlukan untuk mengubah amonium nitrat dari senyawa stabil menjadi bahan peledak, tanpa bahan bakar atau katalis eksternal.

Ini diklasifikasikan sebagai 'bahan energetik', yang menghasilkan panas saat terurai, mirip dengan cara panas dihasilkan oleh bahan busuk di tumpukan kompos.

Jika ada jumlah amonium nitrat yang cukup, ia dapat menghasilkan panas yang cukup untuk membakar dan menjaga api tetap menyala, tanpa perlu katalis eksternal seperti nyala api.

Ketika terbakar, amonium nitrat mengalami perubahan kimia yang mengarah pada produksi oksigen, tepatnya yang dibutuhkan api untuk terus menyala dan menjadi lebih besar. Saat memanas, bahan kimia dapat melebur menjadi satu, menciptakan segel dan steker.

Ruang di belakang steker terus dipanaskan dan terbentuk gas. Gas panas mengembang, tetapi, tidak ada tempat untuk pergi atau lepas. Akhirnya, gas akan menembus segel dan kekuatan itu akan memicu ledakan.

Amonium Nitrat Jadi Bahan Pembuat Bom

Karena biaya yang murah dan mudah ditemukan, pupuk telah lama digunakan untuk membuat bom. Amonium nitrat seperti mesin di balik ledakan, tetapi juga membutuhkan detonator dan bahan bakar.

Hal pertama yang terjadi sebelum ledakan bom pupuk adalah ledakan detonator.

Energi gelombang detonasi menyebabkan amonium nitrat menguap menjadi gas dalam sekejap. Molekul amonium dan nitrat terurai, dan sejumlah besar gas oksigen akan terbentuk.

Gas yang dilepaskan dari pupuk pengurai inilah yang mendorong ledakan. Pelepasan oksigen yang cepat, bersama dengan energi dari gelombang detonasi, menyalakan bahan bakar.

Ketika bahan bakar cair menyala, ia cepat terbakar, dan akan lebih banyak melepaskan gas.

Infografik Amonium Nitrat

Infografik Amonium Nitrat. tirto.id/Fuadi

Amonium Nitrat Butuh Pemicu untuk Meledak

Amonium nitrat bukan bahan yang bisa meledak sendiri, melainkan pengoksidasi, menarik oksigen ke api - dan karenanya membuatnya jauh lebih kuat, menurut Gabriel da Silva, seorang dosen senior teknik kimia di University of Melbourne.

Namun, kata da Silva, amonium nitrat hanya terbakar dalam keadaan yang tepat, dan ini sulit dicapai.

"Anda perlu keadaan ekstrem untuk memicu ledakan," katanya, seperti dikutip The Guardian.

Walaupun amonium nitrat sebenarnya dapat memadamkan api, jika bahan kimia itu sendiri terkontaminasi, misalnya dengan minyak, ia menjadi sangat mudah meledak.

"Saya pikir itulah yang terjadi di sini [Beirut]," kata da Silva.

Bahan kimia di udara harus menghilang dengan cepat, sebab polutan yang tersisa dapat menyebabkan masalah di kemudian hari, misalnya jika mereka mengasamkan hujan.

"Jika Anda melihat asap yang berasal dari ledakan itu adalah warna merah darah seperti ini [di Beirut], itu karena polutan udara nitrogen oksida di dalamnya," katanya.

Jika angka 2.700 ton akurat, itu akan membuat ledakan amonium nitrat yang lebih besar daripada Bencana Kota Texas 1947, ketika 2.300 ton amonium nitrat meledak, menewaskan hampir 500 orang. Ledakan menciptakan gelombang pasang 4,5 meter (15 kaki).

Foto-foto dari Beirut juga mengingatkan pada kehancuran yang ditimbulkan ledakan di kota Tianjin, Cina pada 2015 yang menewaskan lebih dari 170 orang dan menyebabkan ratusan lainnya terluka.

Ledakan Tianjin terjadi pada malam 12 Agustus. Serangkaian ledakan dahsyat mengguncang area gudang di mana sejumlah besar bahan kimia berbahaya, termasuk natrium sianida dan kalium nitrat, disimpan.

Pihak berwenang Cina mengklaim, ledakan pertama dipicu cuaca musim panas. Suhu panas menyebabkan nitroselulosa, senyawa yang sangat mudah terbakar, menyala secara spontan.

Gudang penyimpanan kemudian meledak dan terbakar. Dampak ledakan terasa hingga jarak 110 km (70 mil) di tenggara ibu kota Beijing.

Petugas pemadam kebakaran yang bergegas ke lokasi dilaporkan berusaha memadamkan api dengan air, yang secara tidak sengaja memperburuk situasi karena adanya bahan kimia berbahaya yang mudah terbakar. Mayoritas dari mereka yang tewas adalah petugas pemadam kebakaran, termasuk setidaknya satu remaja.

Baca juga artikel terkait LEDAKAN BEIRUT atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH