tirto.id - Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan menyoroti terkait kualitas demokrasi Indonesia yang perlu ditingkatkan. Dia mengakui masih melihat masyarakat takut untuk berpendapat dan menyampaikan kritik kepada pemerintah.
Saking takutnya masyarakat sampai harus mengganti pemerintah dengan sebutan seperti Konoha maupun Wakanda.
Konoha merupakan nama desa fiksi dalam serial anime Naruto. Kemudian, Wakanda merupakan sebuah negara fiksi dalam film Black Panther.
"Ketika kita berdemokrasi ada ketakutan sesungguhnya ini tanda-tanda yang tidak sehat. Harus kita kembalikan. Kebebasan berbicara harus jadi prioritas yang kita bereskan di 2024 ke depan," kata Anies saat memberikan Kuliah Kebangsaan di Universitas Indonesia, Depok, Selasa (29/8/2023).
Dia juga menjelaskan masih ada fenomena masyarakat takut mengkritik pemerintah. Anies menuturkan, demokrasi tidak sebatas penyelenggara pemilu tetapi merupakan nilai yang tumbuh didalam masyarakat. Aspirasi bisa diproses melalui proses politik tanpa ada rasa takut dan tekanan.
"Ini menjadi masalah sekarang kita menyaksikan di sosmed banyak sekali mau nulis sebutnya Konoha Wakanda. Apa artinya? Ini menunjukan ada ketakutan. Bahkan ada yang menyebutkan kondisi polusi yang paling buruk adalah Kahor lalu mengkritik kota Lahor abis-abisan. Kenapa ini? tanda-tanda tidak sehat," tutur Anies.
Sementara itu, Anies menuturkan terdapat dua sistem di dunia yaitu demokrasi dan non demokrasi. Dia membandingkan dua sistem tersebut.
Anies menjelaskan demokrasi seharusnya mengandalkan keterbukaan, kebebasan, dan kepercayaan. Sebaliknya, negara non demokrasi mengandalkan rasa takut.
"Karena itu perhatikan rezim-rezim otoriter mengandalkan rasa takut untuk menjalankan kekuasaan nya, begitu rasa takutnya hilang rezimnya hilang," katanya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu kemudian menyoroti pasal-pasal karet ada di dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU tersebut menurutnya perlu segera direvisi.
"Kalau ada pasal-pasal di dalam undang-undang yang mengganggu kebebasan berekspresi sudah seharusnya itu direvisi dan harus bisa melindungi kebebasan berekspresi bukan malah menghalangi kebebasan berekspresi. Ketika pasal karet dipakai untuk meredam ekspresi kebebasan itu bermasalah," ujarnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin