tirto.id - “Hidup sebagai pekerja lepas atau freelance bisa digambarkan seperti menghanyutkan botol berisi pesan dari pulau terpencil sembari berharap seseorang akan menemukan botol tersebut dan membaca pesan di dalamnya, lalu memasukkan sesuatu ke dalam botol itu untuk dihanyutkan kembali ke arahmu, bisa berupa apresiasi, komisi, uang, atau cinta. Dan kamu harus belajar menerima apapun isi botol yang kembali padamu,” cetus Neil Gaiman, saat penulis misteri & fantasi asal Inggris tersebut diundang berbicara di hadapan angkatan tahun 2012 University of the Arts di Philadephia, 5 tahun lalu.
Mengenakan toga akademisi alih-alih kemeja kulit hitam khasnya, dalam lektur bertajuk “Make Good Art” tersebut, ia membagikan beberapa petuah motivasi berbumbu humor kepada calon seniman dan pekerja kreatif yang menjadi audiensnya, termasuk bagaimana ia menjalani kariernya sebagai jurnalis lepas sebelum meraih popularitas lewat karya-karya fiksi seperti Coraline, Stardust, dan American Gods.
Terlepas status cult dan usia yang sudah menginjak 56 tahun, Neil Gaiman masih menganggap dirinya sebagai seorang pekerja lepas. Seolah meminjam kekuatan membaca masa depan dari salah satu karakter kreasinya, di pidato tersebut ia pun meramalkan jika menjadi pekerja lepas (freelancer) akan menjadi jalur karier yang kian sani di masa mendatang.
Tak butuh waktu lama untuk menunggu ramalan tersebut sahih. Tahun ini saja, angka pekerja lepas di Amerika Serikat mencapai rekor tertinggi sepanjang masa. Menurut laporan terbaru yang dirilis oleh Freelancers Union dan Upwork, sekitar 36 persen dari pekerja AS saat ini atau sekitar 57,3 juta orang bekerja sebagai pekerja lepas dan menyumbangkan $1,4 triliun ke pertumbuhan ekonomi negaranya.
Laporan yang sama menyebut jika 47 persen pekerja generasi milenial memilih pekerjaan freelance sebagai karier dan diprediksi di tahun 2027 nanti, freelancer akan menjadi profesi mayoritas di lapangan kerja AS.
Bukan hal yang rumit untuk meraba alasan banyak milenial memilih bekerja lepas. Bagaimanapun, generasi milenial juga disebut generasi langgas, alias generasi yang disinonimkan dengan kata “bebas”. Fleksibilitas dan kebebasan freelancing yang lebih cair tentu mempunyai daya tarik sendiri dibanding terkungkung di lingkup kerja tradisional dengan jam kerja, struktur, dan kode busana yang kaku.
“Kata ‘freelance’ itu sendiri mengandung kata ‘bebas’ di dalamnya. Bagi generasi yang lebih muda, itu bisa diartikan sebagai kebebasan mengejar passion dan membangun karier sesuai bayangan di benak mereka, berdasarkan bagaimana mereka ingin menikmati hidup dibanding menurut pada pakem tradisional untuk meraih kesuksesan,” ungkap Stephane Kasriel, CEO dari Upwork
Tidak Dimonopoli Milenial
Bagi generasi milenial, bekerja sebagai freelancer berarti mengerjakan hal yang mereka sukai, mendapat uang, sekaligus lebih fokus mempertajam talenta di bidang yang mereka kuasai. Namun, freelancing pun tidak menjadi monopoli milenial seutuhnya. Generasi-generasi di atasnya juga mulai banyak yang beralih ke pekerjaan lepas. Alasannya bukan hanya mencari uang tambahan, tapi juga sebagai rencana menjelang masa pensiun.
Priscilla Claman, presiden dari firma konsultasi Career Strategies, menyebut jika banyak kliennya di usia menjelang pensiun tidak benar-benar pensiun total, tapi beralih ke pekerjaan lepas atau menjadi konsultan. “Pekerjaan lepas menjadi jembatan antara masa bekerja dan pensiun. Selain itu, bagi perempuan yang ingin kembali berkarier setelah menjadi ibu rumah tangga, banyak yang memulai dari freelancing, sebelum menjadikannya sebagai pekerjaan penuh waktu,” paparnya.
Dari sudut pandang perusahaan dan penyedia kerja pun, menyewa pekerja lepas memiliki beberapa keuntungan. Misalnya, perusahaan kecil yang baru merintis bisnis tidak perlu mengeluarkan modal besar untuk menyewa lahan kantor jika semua pekerja mereka bekerja dari rumah. Selain itu, menyewa pekerja lepas juga dapat menghemat waktu.
Belum lagi risiko kehilangan pekerja yang pindah ke perusahaan lain. Dengan iklim bisnis yang kompetitif, bukan hal yang aneh bagi pekerja untuk berpindah-pindah kerja dengan berbagai alasan, khususnya generasi milenial yang mendapat stigma sebagai “kutu loncat” karena tidak ragu berpindah kerja. Studi yang dilakukan oleh Dale Carniage Indonesia tentang kultur bekerja milenial mengungkap jika hanya 1 dari 4 pekerja milenial yang loyal terhadap perusahaan. Biaya rata-rata yang harus dikeluarkan untuk mengganti seorang karyawan adalah 20 persen dari gaji tahunan mereka. Tidak termasuk kerugian lain seperti produktivitas perusahaan yang terpangkas dan waktu yang dibutuhkan untuk mencari pekerja pengganti.
Dibanding mencari calon pekerja lewat tumpukan resume yang memakan waktu, sekarang ini perusahaan dimudahkan dengan beberapa situs pencari kerja, khususnya yang berfokus pada pekerja lepas, di mana orang tinggal mengunggah profil, portofolio, dan rekomendasi untuk dilirik oleh perusahaan. Perusahaan pun lebih mudah mencari pekerja dengan keahlian khusus di satu bidang untuk pekerjaan yang sifatnya spesifik. Masih berdasar laporan Freelancers Union dan Upwork, 71 persen pekerja lepas saat ini mengaku jika jumlah pekerjaan yang mereka dapat dari internet jauh meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Hal tersebut senada dengan hasil analisis Jora Indonesia, sebuah situs info lowongan kerja yang menampilkan lowongan dari halaman karier perusahaan dan situs loker seperti JobStreet dan JobsDB, yang melaporkan jika 80,87 persen pekerja Indonesia menggunakan perangkat mobile untuk mencari info lowongan kerja.
Informasi yang disusun berdasarkan data pencarian dari kata kunci yang dipakai pengguna di situs Jora Indonesia hingga pertengahan bulan November 2017 tersebut juga memaparkan jika mayoritas pencari kerja di Indonesia saat ini berasal dari kategori usia 18-24 tahun (58,02%) di mana pekerjaan freelance dan paruh waktu masuk ke dalam lima besar pekerjaan paling dicari.
Dari risetnya, Jora menemukan bahwa bidang kerja desain, guru bahasa Inggris, admin, dan web developer adalah jenis pekerjaan yang paling banyak menarik tenaga kerja freelancer, dengan Jakarta sebagai lokasi yang paling banyak menawarkan pekerjaan freelance. Tren pencarian lowongan kerja paruh waktu dan freelance ini pun diperkirakan semakin meningkat menjelang akhir tahun karena banyaknya peminat yang mencari kerja sampingan menjelang libur akhir tahun.
Sampai saat ini, Jora Indonesia telah menampilkan sekitar 80 ribu lowongan kerja dari lebih 500 situs loker dan halaman karir perusahaan. Lowongan kerja Jakarta menjadi yang paling banyak diminati para pencari kerja dengan proporsi 20%, disusul Medan (10%) dan lowongan kerja Surabaya (8%).
Memudahkan pekerja Indonesia mencari lowongan kerja, Jora yang telah hadir di 32 negara meluncurkan versi Bahasa Indonesia sejak akhir Januari tahun lalu sebagai situs agregator atau pengumpul info lowongan kerja dari situs-situs loker yang sudah ada, khususnya hak eksklusif untuk menampilkan lowongan kerja dari situs lowongan terbesar, JobStreet dan JobsDB Indonesia.
Selain versi desktop, Jora juga telah meluncurkan aplikasi Android Lowongan Kerja Jora dan Jora Job Search di iOS dalam Bahasa Indonesia yang bisa diunduh secara gratis dengan fitur pencarian kerja, menyimpan lowongan, dan berlangganan info lowongan yang dikirim melalui email (Job Alert).
Seiring dengan kian populernya pekerjaan lepas, itu juga berarti kompetisi yang makin ketat. Anda tentu tak ingin lengah dan kehilangan peluang di depan mata hanya karena tak memanfaatkan fitur yang ditawarkan oleh Jora Indonesia.
Penulis: Advertorial
Editor: Advertorial