tirto.id - Tahun 2015 lalu, Ketua Umum DPP Partai Demokrat sekaligus Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengajak semua masyarakat untuk ikut memerangi narkoba. Hal ini ia katakan dalam forum Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja atau PB3 AS.
"Mari kita perangi tiga hal dalam membantu presiden, pemerintah, dan gubernur sekarang, yakni tindakan memerangi dan mencegah kejahatan narkoba, korupsi, dan terorisme," kata SBY, dikutip dari Antara.
Kata SBY, hal itupenting agar warga juga turut serta berkontribusi memajukan negara.
Ia tak mengatakan ini satu kali saja. Saat masih jadi Presiden, pada Hari Anti Narkotika Internasional 26 Juni 2011, dia bahkan meluncurkan Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika (P4GN) 2011-2015.
Gerakan itu ia luncurkan dengan cita-cita Indonesia bebas narkoba pada 2015--yang kita tahu bersama tidak terealisasikan.
"Kejahatan narkotika merusak generasi muda bangsa, karakter dan fisik masyarakat dan dalam jangka panjang merusak daya saing bangsa," katanya, di hadapan ribuan pelajar dan mahasiswa di Monas,Jakarta.
Bukan cuma SBY, kader Demokrat lain juga tak jarang menyuarakan hal serupa. Hinca Panjaitan, Sekjen Demokrat, juga pernah mengatakan hal serupa pada momen Sumpah Pemuda 2015 lalu. Dia bilang, partainya secara serentak mengajak kaum muda untuk "memerangi narkoba."
"Dalam momentum hari Sumpah Pemuda ini, anak muda Indonesia harus berani tinggalkan narkoba. Mari berpolitik, politik itu mulia," katanya.
Hal serupa pernah disuarakan anggota DPR RI dari Demokrat, Erma Suryani Ranik. Dia bilang: "narkoba adalah musuh kita bersama".
Para politikus Demokrat ini boleh saja getol berkampanye soal bahaya narkoba ke masyarakat. Tapi sepertinya mereka lupa melakukan hal yang sama ke kader partai sendiri. Buktinya, hari ini, Senin (4/2/2019), salah seorang kader cum pejabat teras Demokrat ditangkap karena kepemilikan narkoba.
Orang itu adalah Andi Arief. Di Partai Demokrat, ia menjabat sebagai Wakil Sekjen. Dia ditangkap di kamar nomor 1214 Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat.
Dia ditangkap oleh tim Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri. Penangkapan dibenarkan Kabareskrim Polri Komjen Idham Azis.
"Benar [ditangkap]," katanya, Senin siang.
Dalam laporan kepolisian yang beredar di kalangan wartawan, sebelum ditangkap Andi Arief disebut baru menggunakan sabu. Sabu dan bong--pipa berisi air yang dipakai untuk menghisap zat--dibuang ke kloset, tapi bong bisa diambil kembali dengan bantuan pengurus hotel.
Andi Arief bukan orang sembarangan di Demokrat. Dia punya masa lalu 'heroik' sebagai pembangkang. Dia adalah aktivis reformasi yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID). Dia juga bergabung dalam Partai Rakyat Demokratik--partai terlarang dan dicap 'PKI' oleh Orde Baru, dan bahkan pernah diculik aparat.
Dia, dalam derajat tertentu, juga merupakan influencer. Berkali-kali cuitannya mengundang kontroversi. Misalnya ketika ramai ibu-ibu di Karawang ditangkap karena menyebar berita bohong soal "jika Jokowi terpilih tak ada lagi suara azan".
Dia membela ibu-ibu itu. "Mereka bicara tentang kemungkinan. Apa yang mereka bicarakan mungkin saja terjadi," katanya, 25 Februari 2019.
Contoh lain pada 2 Januari 2019. Ketika itu ia bicara soal kemungkinan adanya 70 juta surat suara yang sudah dicoblos capres-cawapres 01 di Jakarta Utara. Tak lama kemudian cuitannya dihapus dan KPU memastikan kabar itu tidak benar.
Beberapa bulan sebelumnya dia juga bikin gaduh. Ketika Prabowo belum punya cawapres, dia mengatakan Prabowo adalah "Jenderal Kardus" karena lebih menghargai uang ketimbang perjuangan.
"Prabowo ternyata kardus. Malam ini kami menolak kedatangannya ke Kuningan [rumah SBY]. Bahkan keinginan dia menjelaskan lewat surat sudah tidak perlu lagi. Prabowo lebih menghargai uang ketimbang perjuangan. Jenderal Kardus," katanya.
Kita tahu bersama kemudian Prabowo memilih Sandiaga Uno, setelah sebelumnya beredar beberapa nama calon, termasuk Agus Harimurti Yudhoyono, anak SBY.
Imelda Sari, Ketua Divisi Komunikasi Publik Demokrat, mengaku belum tahu kabar ini ketika pertama kali dihubungi reporter Tirto. Dia bilang baru tahu ketika dikontak wartawan. Dia pun meminta reporter Tirto untuk menghubungi polisi saja.
Tapi kemudian dia bilang lagi: "Kami semua kaget dengan berita ini. Seperti [tersambar] petir di siang bolong."
Ketika berita ini ditulis, Demokrat kabarnya akan menggelar konferensi pers. Tapi belum jelas kapan persisnya.
Penulis: Rio Apinino
Editor: Mufti Sholih