tirto.id - Lebih dari 150 media online mendeklarasikan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) pada Selasa, 18 April 2017 di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Atas berdirinya AMSI, Ketua Dewan Pers Yosef Adi Prasetyo berharap asosiasi tersebut bisa memberikan kontribusi untuk masyarakat dan negara Indonesia dan segera didaftarkan ke Dewan Pers.
"Kami berharap asosiasi ini didaftarkan ke Dewan Pers sehingga dapat menjadi konstituen kami. Kami berharap AMSI bisa menjadi verifikator bagi media-media daring," kata Yosef di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (18/4).
Menurut Yosef, selama ini ada tujuh organisasi wartawan dan media yang terdaftar di Dewan Pers. Organisasi itu antara lain Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) dan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI).
Bila konstituen semakin banyak, ujar Yosef, maka kerja Dewan Pers akan semakin mudah, termasuk dalam mendata dan memverifikasi media-media siber di Indonesia.
"Perkiraan Dewan Pers, ada 43.300 media siber di seluruh Indonesia. Media siber akan mengalahkan media-media konvensional melalui konvergensi yang multiplatform," tutur Yosef.
Salah satu peran Dewan Pers diharapkan dari AMSI adalah ikut serta dalam memerangi berita-berita bohong atau "hoax" yang tersebar di masyarakat.
"Saya perhatikan, berita-berita hoax masih marak enam bulan lalu. Namun, sejak diperangi bersama, relatif berkurang. Saya amati tidak banyak lagi hoax di media sosial," katanya.
Meskipun berita-berita bohong sudah berkurang, Yosef menyebut media-media siber palsu masih bermunculan. Biasanya mereka menggunakan nama dengan meniru nama media-media populer.
"Media-media palsu ini mengambil berita dari media-media lain, tetapi diubah beberapa bagian," ujar dia.
Peraturan Etik Pemberitaan di Media Siber
Yosef juga meminta AMSI membuat peraturan-peraturan internal terkait etik dalam pemberitaan di media siber. "Inovasi lahir setiap saat, tetapi hukum selalu tercecer di belakang. Karena itu, hukum harus mengikuti inovasi, termasuk dalam hal etik," kata Yosef.
Ia mencontohkan aturan etik itu mengenai siaran langsung persidangan kasus Antasari dan Wayan Mirna. Pada sidang kasus Antasari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sempat "berteriak" karena media menyiarkan materi persidangan yang berkaitan dengan asusila secara langsung.
Begitu pula dengan persidangan kasus pembunuhan Mirna Wayan Salihin yang kerap disebut "kasus kopi sianida". Penyiaran persidangan yang terus menerus dan secara langsung ternyata bertabrakan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Menurut KUHAP, hakim harus bisa memisahkan antara saksi dan ahli. Namun, karena disiarkan secara langsung, mereka bisa saling mendengarkan keterangan masing-masing," tutur dia.
Bila masyarakat pers tidak bisa mengatur dirinya sendiri melalui peraturan-peraturan terkait etik dalam hal tertentu, maka yang kemudian terjadi adalah masyarakat pers akan diatur oleh pihak lain.
"Itu terjadi pada persidangan Basuki Tjahaja Purnama dan kasus korupsi KTP elektronik. Majelis hakim yang menentukan persidangan terbuka dan bisa diliput langsung atau tidak," kata Yosef seperti dikabarkan Antara.
Bila masyarakat pers bisa menyepakati pedoman dan aturan terkait dengan peliputan di persidangan, Yosef mengatakan Dewan Pers bisa mengomunikasikan etik peliputan kepada Mahkamah Agung.
Dalam siaran pers yang diterima Tirto.id di Jakarta, Senin (17/4/2017), disebutkan bahwa didirikannya AMSI dilatarbelakangi oleh perkembangan teknologi informasi telah meningkatkan dan mengembangkan industri konten digital di Indonesia. Namun sejalan dengan itu, keran kebebasan informasi telah juga melahirkan konten-konten yang jauh dari nilai kejujuran dan dapat dipertanggungjawabkan.
Atas dasar pemikiran itu, AMSI dibentuk oleh sejumlah media digital yang fokus terhadap konten akurat, berimbang, tidak berniat buruk dan dapat dipertanggungjawabkan serta sesuai dengan UU Pers, Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Media Siber.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH