tirto.id - Amirmachmud besar jasanya kepada Orde Baru. Bersama Mayor Jenderal M. Jusuf dan Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Mayor Jenderal Amirmachmud adalah salah satu jenderal yang terlibat dalam sejarah Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Namanya dikenang sebagai "kurir" Supersemar hingga ia meninggal pada 21 April 1995, tepat hari ini 23 tahun lalu.
Kala itu, Amir adalah Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) Jakarta Raya (Jaya), menggantikan Umar Wirahadikusumah yang dijadikan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Umar sendiri menggantikan Soeharto.
Wakil Perdana Menteri Dr. Soebandrio dalam bukunya, Kesaksianku Tentang G-30-S (2002), mengaku ada di Istana Bogor ketika Supersemar ditandatangani. “Saya masuk ruang pertemuan. Bung Karno sedang membaca surat. Basuki Rachmat, Amir Machmud dan M Jusuf duduk di depannya. Lantas saya disodori surat yang dibaca oleh Bung Karno, sedangkan Chaerul Saleh duduk di sebelah saya” (hlm. 79).
Sukarno bertanya kepada Soebandrio, apa dia setuju dengan isi Supersemar itu. Namun Soebandrio enggan menjawab. Ia mengaku mendengar Amirmachmud menyela: “Bapak Presiden tanda tangan saja. Bismillah saja, Pak.”
Seingat M Jusuf, seperti ditulis Atmadji Sumarkidjo dalam Jenderal M. Jusuf: Panglima Para Prajurit (2006:183), Presiden Sukarno menengok kepada tiga jenderal yang menghadap di Istana Bogor itu.
“Ini semua sudah benar?” tanya Sukarno.
Serentak tiga jenderal itu bilang: “Itulah yang terbaik.”
“Bung Karno membubuhkan tanda tangan dalam Surat Perintah Sebelas Maret adalah karena digerakkan oleh Allah SWT setelah adanya ucapan Bismillahirrahmannirahim yang serempak dari semuanya yang hadir di lstana Bogor pada waktu itu,” aku Amirmachmud dalam H. Amirmachmud, Prajurit Pejuang: Otobiografi (1987: 270). Bagi Amirmachmud, “Supersemar itu benar-benar mukjizat.”
Supersemar yang dibawa tiga jenderal itu pun membuka jalan bagi Letnan Jenderal Soeharto menjadi orang nomor satu di Indonesia. Tiga jenderal itu ikut meninggi pula kariernya. M. Jusuf menjadi Menteri Perindustrian hingga 1978, setelahnya jadi Panglima ABRI merangkap Menteri Pertahanan Keamanan. Sementara itu Basuki Rachmat dan Amirmachmud jadi Menteri Dalam Negeri.
Karier Naik Berkat Supersemar
Sebelum jadi Menteri Dalam Negeri, yang dilantik pada 28 Januari 1969, persis setelah Basuki Rachmat meninggal dunia, Amirmachmud cukup lama jadi Panglima Kodam Jaya. Menurut Harsya Bachtiar dalam Siapa Dia Perwira Tinggi TNI-AD (1988: 180-181), ia menjabat dari 7 Desember 1965 hingga 26 Januari 1969.
Ketika hendak dijadikan Menteri Dalam Negeri menggantikan Basuki Rachmat, menurut catatan Julius Pour dalam Baramuli Menggugat Politik Zaman (2000: 270), “Amirmachmud semula menolak dengan halus tawaran tersebut.” Amirmachmud mengaku kaget karena tidak terbayang olehnya yang lama berkarir sebagai militer (setidaknya dari 1943) dan tak terbayang posisi sipil untuknya.
“Pendidikan saya hanya Sekolah Teknik (Ambachtschool) setelah menamatkan HIS. Ditambah berbagai kursus sehingga dapat disamakan hanya setingkat SMA sekarang. Menyadari kemampuan bahasa Inggris saya yang juga minim,” aku Amirmachmud, seperti dicatat Julius Pour.
Tapi, yang terjadi terjadilah. Ia pun menambah daftar orang Sunda yang jadi Menteri Dalam Negeri setelah Ipik Gandamana, Sanusi Hardjadinata, dan, tentu saja, Menteri Dalam Negeri pertama R.A.A. Wiranatakoesoema V.