Menuju konten utama
Review Liga Eropa

Alasan Arsenal Menang Lawan Valencia Meski Lini Belakang Keropos

Saat melawan Valencia pertahanan dan lini tengah Arsenal tampil kurang menjanjikan. Kemenangan 3-1 belum bisa menjamin The Gunners diuntungkan saat melakoni leg kedua.

Alasan Arsenal Menang Lawan Valencia Meski Lini Belakang Keropos
Arsenal Pierre-Emerick Aubameyang, kanan, merayakan dengan rekan satu timnya Alexandre Lacazette setelah mencetak gol ketiga timnya selama pertandingan sepak bola leg pertama semifinal Liga Eropa antara Arsenal dan Valencia di stadion Emirates di London, Kamis, 2 Mei 2019. Kirsty Wigglesworth / AP

tirto.id - Pertandingan leg pertama semifinal Liga Eropa antara Arsenal vs Valencia, Jumat (3/5/2019) dini hari tadi, berakhir dengan skor 3-1. Brace Alexandre Lacazette dan satu gol Pierre-Emerick Aubameyang mengunci kemenangan Meriam London yang sempat tertinggal lebih dulu lewat gol cepat Mouchtar Diakhaby di menit ke-11.

Kemenangan ini jadi modal penting bagi Arsenal untuk menyongsong leg kedua di Stadion Mestalla pekan depan. Namun pelatih The Gunners, Unai Emery, ternyata belum begitu optimis bisa maju hingga final.

"Bagi kami [peluang lolos] masih tetap 50-50," ujar Emery kepada BT Sport.

Bukan cuma Emery yang tak begitu optimis. Pengamat sepakbola ESPN, Alejandro Moreno, mengutarakan hal serupa. Valencia butuh butuh kemenangan minimal 2-0 pada leg kedua, dan itu, bagi Moreno, sangat mungkin terjadi.

"Sederhana saja, karena Arsenal tidak menampilkan performa yang menjanjikan," ungkap Moreno.

Lini Belakang Keropos

Salah satu titik lemah Arsenal adalah bagian belakang. Pertahanan mereka seperti tim yang tak pantas tampil di partai final.

Dalam pertandingan Liga Inggris kontra Leicester City akhir pekan lalu, Emery mendapat banyak kritik karena lini belakang tidak begitu tangguh dengan formasi 4-2-3-1. Dengan skema empat bek, dua fullback kerap terlambat menutup area pertahanan dan daya jelajah dua bek tengah tidak cukup luas.

Akibatnya, banyak lubang di lini pertahanan yang bisa dimaksimalkan tim-tim lawan untuk pesta gol ke gawang Bernd Leno.

Saat melawan Valencia, Emery mengubah formasi. Dia menerapkan skema lima bek. Dengan susunan dasar 3-4-1-2, Emery mengandalkan tiga bek tengah (Laurent Koscielny, Sokratis Papastathopoulos, Shkodran Mustafi) serta Sead Kolašinac dan Ainsley Maitland-Niles sebagai wingback.

Perubahan skema ini toh tetap tidak begitu membantu. Arsenal masih kewalahan menghentikan penetrasi Valencia. Sepanjang 90 menit, klub berjuluk Los Che itu bahkan mendapat kesempatan melepaskan 10 tembakan.

Whoscored menjabarkan 50 persen tembakan itu bahkan dilepaskan Valencia hanya dalam waktu 15 menit di awal pertandingan. Artinya, sepanjang seperempat jam pertama, rata-rata pertahanan Arsenal diancam tiga menit sekali.

Statistik ini, menurut Alejandro, bukan pertanda baik.

"Satu-satunya yang membuat pertandingan terlihat seru adalah tindakan kedua tim yang terlalu banyak membuka lubang sehingga banyak tembakan tercipta. Celah-celah di pertahanan seperti itu harusnya tidak perlu," katanya.

Selain banyak celah, pertahanan Arsenal juga punya masalah genting lain: rentan terhadap bola mati. Gol Diakhaby dini hari tadi berawal dari skema sepak pojok. Fakta ini semakin menegaskan rapor buruk Arsenal menghadapi set-piece.

Dalam tiga pertandingan Liga Inggris sebelumnya, Arsenal juga kerap kebobolan dengan situasi serupa. Melawan Leicester, mereka kemasukan satu gol bola mati (dari tendangan gawang), dua saat melawan Wolves (free-kick dan sepak pojok), dan tiga ketika berhadapan Crystal Palace (free-kick dan sepak pojok).

Singkatnya, hanya dalam empat pertandingan di semua kompetisi, total pertahanan Arsenal kemasukan tujuh gol dari bola mati.

Mantan bek legendaris Arsenal, Martin Keown, sampai geram dan angkat bicara soal ini. Menurutnya pelatih harus memprioritaskan menu latihan untuk mengantisipasi set-piece di sisa musim yang cukup singkat ini. Jika tidak, Keown tak akan terkejut andai pada akhirnya Arsenal gagal meraih trofi atau mendapat tiket tampil di Liga Champions musim depan.

"Itu sebenarnya cuma kesalahan dasar mengantisipasi bola mati. Harusnya cukup diselesaikan dengan latihan. Saya tak mengerti apakah Steve Bould (staf pelatih Arsenal) dan Emery punya visi yang sama untuk membenahi ini," ungkapnya.

Inkonsistensi Lini Tengah

Pentingnya menjaga performa di dua kompetisi membuat Emery dituntut merotasi pemain dengan jitu. Dan itu nampaknya belum begitu berhasil.

Pada laga kontra Valencia, pelatih asal Spanyol itu mengandalkan Mattéo Guendouzi sebagai tandem Granit Xhaka di sektor tengah. Sayangnya, Guendouzi yang di awal musim sempat menunjukkan performa bagus, tak bisa membuktikan konsistensinya. Dia gagal membuat satu pun tekel atau intersep.

Sepanjang pertandingan Guendouzi juga tidak berkontribusi banyak untuk melindungi lini belakang Arsenal. Whoscored sampai harus mengganjarnya dengan nilai paling rendah (6,1) dibanding gelandang lain.

"Ringkasan atas performa Guendouzi di babak pertama: salah umpan, gagal mengontrol tempo, dan tidak melakukan upaya berarti untuk mencegah Dani Parejo (gelandang Valencia) mengkreasi serangan. Sepanjang pertandingan dia justru menurunkan tempo dan tak punya kepedulian membantu pertahanan," tulis kolumnis The Times, Gary Jacob.

Masalah atas kurang piawainya Guendouzi mengatur tempo sempat terselesaikan. Tepatnya pada menit ke-58, Emery memasukkan Lucas Torreira untuk menggantikan pemakai kostum nomor 29 itu. Tampil selama 32 menit, Torreira pun menjalankan tugasnya dengan baik. Dia relatif berkontribusi membantu transisi, mendikte tempo, dan menyelamatkan keunggulan timnya.

Namun untuk solusi jangka panjang, keberadaan Torreira belum bisa sepenuhnya jadi garansi trofi Liga Eropa. Soalnya, sebagaimana Guendouzi, Torreira juga punya masalah dalam hal konsistensi. Dia sempat beberapa kali kurang menunjukkan kontribusi maksimal, khususnya di pertandingan-pertandingan EPL.

Terselamatkan Lini Depan

Arsenal beruntung karena punya penyerang macam Alexandre Lacazette dan Pierre-Emerick Aubameyang. Saat menghadapi Valencia, keduanya mengemban tugas dengan baik. Dari empat tembakan Lacazette ke arah gawang, dua di antaranya berujung gol. Aubameyang yang mendapat satu tembakan ke arah gawang juga menuntaskannya jadi gol dan membikin asis brilian bagi salah satu gol Lacazette.

Saking vitalnya peran Auba dan Laca, jurnalis The Guardian, Amy Lawrence, menyebut Arsenal tak mungkin meraih kemenangan jika tanpa mental dan kontribusi dua sosok tersebut.

“Pertahanan Arsenal tampil buruk, tapi setidaknya Arsenal menunjukkan kalau menyerang adalah pertahanan terbaik. Dua penyerang mereka tampil cemerlang dan membuat Arsenal terselamatkan dari kekalahan,” tulis Lawrence.

Namun di atas semua itu, menurut Amy, performa Auba dan Laca yang sama-sama bagus menjadi bukti jika di sisa musim ini keduanya perlu lebih sering menjadi tandem. Dia menyarankan agar Emery tidak memisahkan duet ini, termasuk saat menghadapi Valencia di leg kedua pekan depan.

Data yang dihimpun SkySports per pertengahan April lalu memang membuktikan hal itu. Saat keduanya sama-sama diplot sebagai striker, Arsenal cuma menderita dua kekalahan dan bahkan 10 kali menang. Di sisi lain, saat Auba tampil dan Laca memulai laga di bangku cadangan, tim menderita empat kekalahan dari delapan pertandingan.

Di semua kompetisi, musim ini keduanya telah menyumbang 43 gol dan 17 asis. 25 gol dan tujuh asis untuk Auba, sementara 18 gol dan 10 asis ditorehkan Lacazette. Rapor ini saja sudah cukup jadi penguat betapa pentingnya Arsenal untuk tetap mengandalkan mereka pada leg kedua pekan depan.

Setidaknya, jika Arsenal mampu mencetak satu gol lebih dulu di kandang Valencia, peluang lolos mereka akan berlipat ganda karena Valencia perlu membalas The Gunners dengan empat gol. Hal itu sukar dilakukan, bahkan meski pertahanan Arsenal tampil seburuk dini hari tadi.

Baca juga artikel terkait LIGA EROPA atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Rio Apinino