tirto.id - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi mengalihkan akta saham seri B milik negara sebesar 56,96 persen di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk kepada PT Pertamina (Persero).
Pengalihan berlaku sejak Menteri BUMN Rini Soemarno menandatangani akta tersebut pada 11 April 2018. Dengan demikian, Holding BUMN Migas (minyak dan gas) resmi berdiri dengan Pertamina sebagai induk perusahaan dan PGN sebagai anggotanya.
“Ini merupakan holding kedua di masa Menteri Rini Soemarno, setelah holding tambang. (Holding BUMN Migas) Sudah diperintahkan sejak Oktober 2015,” kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno di kantornya, Jakarta pada Rabu (11/4/2018).
Setelah pengalihan akta saham, PT Pertagas yang merupakan anak perusahaan Pertamina bakal diintegrasikan ke PGN. Proses integrasi tersebut bertujuan agar PGN bisa menjadi pengelola midstream sampai distribusi dan niaga gas.
Fajar menyebutkan, bentuk integrasi tersebut merupakan akuisisi Pertagas secara penuh oleh PGN. Selanjutnya tim transaksi akan melakukan pembahasan mengenai bentuk, skema, dan cara pembayarannya.
“Ada kajian-kajian yang dilihat dari berbagai sisi, seperti waktu dan komplikasi legal. Lalu mengerucut pada akuisisi. Nilainya berapa, masih dalam bentuk kajian. Dalam waktu dekat, konsultan akan menemukan nilainya berapa untuk akuisisi Pertagas,” jelas Fajar.
Lebih lanjut, Fajar menekankan bahwa Kementerian ESDM hanya menyetujui izin prinsip dari akuisisi tersebut. Setelah ini, pemerintah bakal menyerahkan penyelesaian dari aksi korporasi tersebut kepada dua belah pihak. Fajar pun menilai langkah penyelesaian bakal sama seperti halnya aksi korporasi biasa.
Selain karena memiliki lini bisnis yang sama dalam hal transportasi dan niaga gas, akuisisi Pertagas oleh PGN juga dinilai dapat memberikan sejumlah dampak positif lain. Di antaranya seperti menghemat biaya operasional dan belanja modal, menciptakan kinerja keuangan konsolidasi yang sehat, serta meningkatkan setoran dividen serta pajak kepada negara.
Seusai resmi bergabung dalam holding, PGN secara administratif tidak lagi berstatuskan “Persero”. Akan tetapi PGN masih akan tetap diperlakukan seperti perusahaan pelat merah lain untuk hal-hal yang sifatnya strategis.
Untuk sejumlah hal seperti perubahan anggaran dasar dan pengusulan pengurus perusahaan, PGN masih harus dengan persetujuan saham dwiwarna. Apalagi untuk melakukan perubahan struktur modal atau right issue, juga masih harus dengan persetujuan DPR RI sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto