Menuju konten utama
9 Oktober 1967

Akhir Perjalanan Che Guevara, Dia yang Mengimani Revolusi

Dari rimba ke
rimba. Timah panas di  
akhir gerilya.

Akhir Perjalanan Che Guevara, Dia yang Mengimani Revolusi
Che Guevara. tirto.id/Sabit

tirto.id - Revolusi Kuba telah dimenangkan Che Guevara bersama dengan duo Castro, Raul dan Fidel pada 1959. Gaung kemeriahan setelah menumbangkan rezim Batista melanda seantero Kuba. Sebagai bagian dari organ penting revolusi, Che pun diangkat menjadi menteri untuk menjalankan roda-roda hasil revolusinya, dan Fidel Castro didapuk sebagai presiden.

Karier Ernesto Guevara de la Serna diawali sebagai mahasiswa kedokteran di University of Buenos Aires. Memenuhi keinginannya yang ingin menjelajahi dunia, ia memulai petualangannya menyusuri Amerika Latin dengan sepeda motornya pada tahun 1950. Dari Argentina, ia menyusuri mulai dari Cile, Peru, Ekuador, Kolombia, Venezuela, Panama, Miami, dan terakhir singgah di Florida.

Selama di perjalanan itu ia banyak menemui penduduk yang berkubang dalam kemiskinan, kelaparan, dan menderita penyakit. Tekad pembebasannya pun tumbuh. Ia melihat Amerika Latin sebagai persatuan Hispanik Amerika dengan kesamaan entitas kebudayaan dan ekonomi yang membutuhkan strategi pembebasan untuk mengakhiri penderitaan.

Selepas menyelesaikan studi pada Juni 1953, ia segera melanjutkan petualangannya dan pergi ke Guatemala. Di sana ia bertemu Jacobo Arbenz yang baru terpilih sebagai presiden secara demokratis dua tahun sebelumnya. Guevara melihat Arbenz melakukan revolusi dengan menggagas reformasi agraria dan memutus sistem latifundia yang menekankan kepemilikan tunggal lahan tanah yang luas.

United Fruit Company, perusahaan buah khususnya pisang milik Amerika di Guatemala, terkena dampak kebijakan Presiden Arbenz. Benar saja, kudeta atas Arbenz terjadi pada 1954 oleh sayap kanan Armas dengan dukungan CIA.

Kejadian ini menjadi titik balik bagaimana Che Guevara melihat Amerika Serikat tidak menyukai model pemerintahan yang berhaluan kiri dan progresif yang sedang berjuang memperbaiki ketimpangan sosial ekonomi di tanah Amerika Latin. Sejak itu Che melihat jalannya sosialisme harus diwujudkan lewat revolusi bersenjata untuk mengusir para imperialis.

Meninggalkan Guatemala, Che bertolak ke Meksiko. Di sana ia bertemu Fidel dan Raul Castro, dua orang kakak beradik tahanan politik yang sedang mempersiapkan penggulingan diktator Fulgencio Batista di Kuba. Che kemudian bergabung dalam Gerakan 26 Juli yang memulai serangan ke Kuba melawan tentara Batista. Memulai kerja revolusionernya dengan menjadi dokter medis bagi para gerilyawan, ia juga kemudian mengangkat senjata.

BBC menulis kemenangan taktik gerilya telah dicapai oleh Che Guevara, Fidel dan Raul Castro, juga para pejuang lainnya pada 1959. Mereka punya semangat yang sama dalam menjalankan negara: anti-imperialisme. Che Guevara kemudian didapuk menjadi Presiden Bank Nasional Kuba dan setelahnya menjadi menteri industri. Semasa itu ia berkeliling dunia sebagai duta Kuba mengunjungi negara-negara dunia ketiga, termasuk ke Indonesia menemui Sukarno.

Petualangannya tidak berhenti di situ. Ia kemudian meletakkan segala jabatannya di Kuba pada 1965 untuk kembali masuk ke negara-negara berkembang guna menyebarkan revolusi. Bertolak ke Kongo, ia melatih pasukan pemberontak agar bisa berperang gerilya, tetapi mendapati kegagalan karena terpecahnya perjuangan dan faktor-faktor lain.

Karena telah berpamitan dengan Kuba, ia enggan kembali dan Radio Praha menuliskan bahwa ia pernah tinggal di Praha selama enam bulan. Pada 1966, ia diam-diam kembali lagi ke Kuba dan melanjutkan perjalanan ke Bolivia memimpin pasukan memberontak terhadap pemerintah René Barrientos Ortuno.

Akhir Perjalanan Revolusi

National Security Archive dari The George Washington University melaporkan Félix Rodríguez, seorang eksil Kuba dari rezim Batista, menjadi bagian dari divisi kegiatan khusus CIA yang punya andil dalam penangkapan Che Guevara. Rodríguez tampil sebagai anggota penting dari kelompok ini setelah interogasi panjangnya dengan satu gerilyawan yang ditangkap dan berperan memfokuskan dua batalyon tentara Bolivia untuk bergerak di lokasi target tempat Guevara beroperasi.

Pagi hari pada 8 Oktober 1967, pasukan Bolivia menyerbu dengan kekuatan 1.800 tentara dan pertempuran tidak terhindarkan. Guevara terluka dan menjadi tawanan sedangkan Rodríguez sebenarnya tidak menginginkan Guevara mati. Sesuai dengan keinginan CIA untuk menangkapnya hidup-hidup. Namun perintah eksekusi mati datang dari Presiden Bolivia René Barrientos Ortuno.

Gary Prado, kapten Bolivia yang mendapat perintah penangkapan Guevara, mengatakan alasan Barrientos memerintahkan eksekusi segera adalah agar Guevara tak melarikan diri dari penjara. Juga mencegah publik Bolivia menjadi simpatisan Guevara jika ia menjalani serangkaian sidang di pengadilan terbuka.

Adalah Mario Teran, seorang sersan tentara Bolivia berusia 31 tahun, yang secara pribadi meminta agar dirinyalah yang menembak Guevara. Ia melakukan itu karena ketiga rekannya tewas dalam baku tembak dengan gerilyawan Guevara. Rodríguez juga berpesan untuk tidak menembaknya di kepala agar terlihat bahwa ia tewas dalam sebuah pertempuran.

Infografik Mozaik Ruta Del che

Pada 9 Oktober 1967, tepat hari ini 51 tahun lalu, Che dieksekusi di La Higuera, sebuah desa di Bolivia. Seperti terpacak dalam buku Lee Anderson berjudul Che Guevara: A Revolutionary Life (1997), Che berucap kepada Teran, “Aku tahu kau datang untuk membunuhku. Tembak, kau hanya membunuh seorang laki-laki.”

Timah panas dari senjata Karabin M1 buatan Amerika Serikat pun bersarang di kedua lengan, kaki, dan dada yang mengoyak paru-paru sang komandante.

Laporan BBC mengenai Che Guevara menyebutkan, setelah dieksekusi, tubuhnya dimakamkan di sebuah lokasi rahasia. Baru pada 1997 jenazahnya ditemukan dan dibawa ke Kuba untuk dimakamkan kembali.

Empat puluh sembilan tahun berlalu, Che Guevara tetap bersinar sebagai ikon sebuah perjuangan perlawanan dan progresif. Fotonya dengan tampilan gerilyawan maupun yang sedang menghisap cerutu khas Kuba tampil di banyak tempat seantero dunia.

Tidak hanya di Kuba dan Amerika Latin, Che menjadi ikon budaya populer dunia dengan banyak adaptasi kisah hidupnya dalam film dan musik. Gambar wajah tampan dengan janggutnya yang khas itu pun hidup dalam mural-mural dan baju kaus anak-anak muda.

==========

Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 9 Oktober 2016 dengan judul "Akhir Perjalanan Comandante Che". Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait REVOLUSI KUBA 1959 atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Humaniora
Penulis: Tony Firman
Editor: Ivan Aulia Ahsan & Maulida Sri Handayani