tirto.id - Seperti biasa, Aulia Hafidz, 9 tahun, segera mengambil tablet 7 inch sesudah mengaji di sebuah TPA masjid perumahan. Sebelum memilih permainan, ia melongok menu playstore untuk mencari gim terbaru dari saran teman-teman sebayanya di sekolah. Sore itu ia memilih sebuah gim di ponsel pintarnya yang, dari penampakannya, sangat tidak asing. Aulia rupanya tengah memainkan dakon.
“Kok main dakon pakai tablet, sih?"
“Tandingnya sama komputer," kata Aulia. "lebih enak, bisa diatur easy-hard-nya. Bisa menang terus." Aulia tertawa.
Dakon, atau sering disebut congklak/congkak, adalah sebuah permainan memakai papan oval memanjang, dan ada lubang-lubang di barisan sisi papan tersebut. Bila kita memainkannya lewat papan beneran, bukan virtual, biasanya kita memakai batu kerikil atau biji-bijian untuk mengisi lubang-lubang tersebut.
Permainan dakon sangat populer di kalangan anak perempuan dua puluh tahunan lalu. Kini anak-anak seumuran Aulia memainkannya lewat ponsel pintar atau gawai, dan sangat mungkin belum pernah menjumpai dakon beneran. Anak-anak ini bertanding dengan 'mesin komputer’, bukan dengan teman sebaya.
Kondisi ini ialah satu bentuk konsekuensi dari perkembangan teknologi, termasuk merambah ke permainan digital bagi anak-anak dan remaja. Mereka minim interaksi dengan teman sebaya saat asyik bermain lewat gawai. Ada kekhawatiran bahwa bila medium permainan tradisional ini diganti lewat layar ponsel, fungsi permainan itu sendiri hilang. Yang paling utama adalah interaksi dan komunikasi antar teman sebaya.
Permainan anak tradisional, yang dijalankan dengan teman sebaya, dapat membantu mengembangkan keterampilan emosi dan sosial anak.
Euis Kurniati, mahasiswa program studi bimbingan konseling dari Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, dalam penelitiannya, menyatakan bahwa permainan tradisional mampu secara efektif membantu anak dalam mengembangkan karakter sosial mereka. Penelitian Euis dilakukan di kalangan anak usia kelas 1, 2, dan 3 di sebuah sekolah dasar di Lembang, Bandung Barat.
Euis menyatakan bahwa permainan anak tradisional dapat menstimulasi anak dalam mengembangkan kerjasama, membantu anak menyesuaikan diri, saling berinteraksi secara positif, dapat mengondisikan anak mengontrol diri, mengembangkan sikap empati terhadap teman, menaati aturan, dan menghargai orang lain.
Indonesia kaya dengan permainan tradisional. Sebut saja petak umpet. Sebelum bermain, anak-anak terlebih dulu menyusun peraturan. Misalnya, seberapa jauh dan seberapa lama mereka boleh bersembunyi.
Ada juga engklek atau taplak gunung. Cara bermainnya: anak-anak menggambar 8 kotak dan setengah lingkaran di atas tanah atau lantai, dan menulis angka secara berurutan di kotak tersebut. Mereka lantas melempar gacoan ke dalam kotak, lalu meloncat ke kotak-kotak itu dengan satu kaki, dan mengakhirinya dengan mengambil gacoan dengan cara berjongkok dan membelakanginya. Tantangannya adalah mereka tidak boleh menyentuh garis kotak-kotak tersebut. Anak-anak melakukan permainan ini secara bergantian.
Dari sebuah permainan yang melibatkan banyak anak tersebut, anak diajarkan bagaimana membangun sebuah permainan bersama-sama, mengorganisir kelompok, membuat dan menaati kesepakatan. Sisi paling indah dari sebuah permainan: Anak mau mengakui kesalahan di depan teman sebaya tanpa paksaan. Bahkan mereka tertawa ketika tahu salah dan menggoda teman lain berbuat kesalahan serupa. Ada keriangan dan solidaritas yang jadi fungsi utama permainan, bukan kompetisi.
Permainan macam itu sangat dikenal bagi generasi orangtua Aulia, menjadi memori menyenangkan di masa kanak mereka.
Sebuah riset yang dipublikasikan dalam Jurnal Penelitian Paudia menyatakan bahwa permainan tradisional dapat menstimulasi aspek perkembangan anak. Ia memengaruhi aspek perkembangan fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial, dan emosional anak. Permainan ini memperkaya pengalaman anak dalam mengeksplorasi lingkungan dan bersosialisasi dengan teman sebaya.
Perkembangan motorik memengaruhi perkembangan fisik, psikologis, dan intelektual anak pada usia dini. Sejak lahir, bayi bergerak secara alamiah. Dalam prosesnya, kemampuan bayi untuk duduk, merangkak, jongkok, menendang, berjalan, melompat, berlari, naik-turun tangga, dan sebagainya dipengaruhi dari perkembangan motorik kasar mereka.
Adapun apa yang disebut keterampilan motorik halus atau keterampilan manipulasi digambarkan lewat kemampuan anak menulis, menggambar, memotong, melempar dan menangkap bola, serta memainkan benda-benda atau alat-alat mainan.
Kedua kemampuan itu bisa dirangsang lewat permainan anak tradisional.
Karena itu, ajaklah anak atau ponakan Anda mengenali kembali permainan tradisional. Kurangi waktu anak bermain di layar ponsel. Ajak mereka ke permainan luar ruang. Permainan-permainan ini membantu anak bersikap peka, cepat menyesuaikan diri, dan mengenal kerjasama sejak dini.
======
Rekomendasi: Anda bisa melongok situs ini untuk mengetahui beragam jenis permainan tradisional anak-anak Indonesia.
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Fahri Salam