Menuju konten utama

Ahok Kesal RPTRA Kalijodo Dianggap Langgar Aturan

RPTRA (Ruang Publik Terbuka Ramah Anak) dan RTH (Ruang Terbuka Hijau) Kalijodo yang dianggap melanggar RDTR (Rencana Detail Tata Ruang).

Ahok Kesal RPTRA Kalijodo Dianggap Langgar Aturan
Pemain 'skateboard' bermain di area 'skatepark' di Ruang Terbuka Hijau Kalijodo, Jakarta, Rabu (18/1). Kawasan Kalijodo saat ini menjadi tempat favorit para warga untuk melakukan aktivitas sore hari dan berolahraga. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Gubenur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa Ahok menanggapi adanya anggapan terkait RPTRA (Ruang Publik Terbuka Ramah Anak) dan RTH (Ruang Terbuka Hijau) Kalijodo yang dianggap melanggar RDTR (Rencana Detail Tata Ruang).

“Itu mah banyak omong, itu kan ada batasan 10% boleh dibangun, permanen atau tidak. Sekarang saya tanya, bangunan yang melanggar peraturan pernah ga mereka komplain? sepanjang pesisir utara ini orang pada nguruk semua. Masyarakat, ada ga komentar? Pulau seribu diuruk ada ga komentar? tinggal di sungai ga ada komentar. Udahlah pokoknya Ahok buat apapun tetep aja salah, buat kepentingan umat, orang apapun salah,” kata Ahok di Balaikota DKI Jakarta, Selasa (23/2).

Sebelumnya, Ketua Rujak Urban Studies Jakarta, Marco Kusuma Wijaya, melalui akun twitternya @mkusumawijaya mengatakan jika pembangunan RTH dan RPTRA Kalijodo menyalahi RTRW.

“#Kalijodo H4: KDB 0 (tanpa bangunan), perkerasan maks 10%, tak boleh ada kegiatan rekreasi/olahraga. Kalau blm tiba2 diubah loh ya,” cuit Marco.

Sementara, pengamat tata kota dari Tri Sakti, Nirwono Yoga menyampaikan penilaiannya tentang RPTRA dan RTH Kalijodo.

“Taman sebagai RTH kota tidak bisa digabungkan dengan RPTRA, karena RTH mengutamakan fungsi ekologis dimana pkerasan lahan sebisa mungkin diminimalkan,” ujar dia saat dihubungi tirto.id, Kamis (23/2/2017).

Menurut Nirwono, RPTRA Kalijodo yang kemarin diresmikan sebenarnya melanggar RDTR DKI Jakarta tahun 2030 dimana lahan RTH Kalijodo 0% perkerasan alias tidak boleh ada perkerasan sama sekali apalagi bangunan seperti RPTRA.

Lebih lanjut, ia menjelaskan jika komposisi RPTRA lebih didominasi perkerasan, bahkan rerata >70 % untuk perkerasan berupa bangunan klinik, perpustakaan, dan area main anak yang dipaving. Dengan demikian, RPTRA bukan RTH.

RTH, kata dia, berfungsi ekologis sebagai daerah resapan air dan paru-paru kota sehingga setiap taman perkerasan hanya diperbolehkan 0-30% dari total luasnya.

Selebihnya ia berharap ke depan RPTRA lebih mendapatkan perhatian mulai dari pemeliharaan perawatannya. Harapannya berdasarkan pada penilaiannya jika banyak SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) DKI yang kurang perhatian. Ia takut, jika Ahok berhenti nanti, hal tersebut akan menjadi masalah sebab pemda tidak ikut merasa memiliki.

“SKPD seperti Dinas Pertamanan hanya jadi penonton sehingga bisa dipastikan kelak tidak akan tumbuh rasa memiliki. Pembentukan UPT yang khusus mengurus RPTRA juga tidak akan berumur panjang,” seloroh dia.

Pembangunan RPTRA di Kalijodo, tambah dia, justru akan menjadi contoh kalau membangun tidak harus mengikuti aturan tata ruang Perda 1/2014 RDTR DKI. Hal tersebutlah yang menurut Nirwono sangat disayangkan.

Akan tetapi, peneliti P2P LIPI sekaligus pengamat kebijakan publik dari UI, Syafuan Rozi Soebhan, menyatakan sebaliknya.

“Semua ruang publik di Jakarta berbayar. Kalau Pemda membuat taman ruang publik dengan uang rakyat, semestinya perlu disambut,” ujar dia kepada tirto.id, Kamis (23/2/2017).

Ia tidak sepakat jika RPTRA Kalijodo dianggap melanggar RDTR sebab pada dasarnya memang diperuntukan bagi kepentingan publik sehingga jika pembangunan tersebut dianggap melanggar, maka pemprov bisa menggunakan hak diskresi. Kebijakan tersebut, lanjut dia, digunakan memang untuk publik bukan untuk UU Pemda.

“Kalau memang permintaan zaman atau masyarakat menurut saya kebijakan itu mengikuti zamannya. Gak masalah, zaman ingin ada ruang publik, taman, ketimbang UU hanya sekadar dipatuhi belaka,” beber dia.

Hanya ia menyayangkan jika RPTRA belum matang dalam hal konsep.

“Kalijodo kan ada sungai di depannya, itu bagus untuk dikembangkan sebagai wisata apung. Kasih pasar malam juga, kita bisa kembangkan lagi dan aktualisasi masyarakat perlu difasilitasi,” tambahnya.

Baca juga artikel terkait KALIJODO atau tulisan lainnya dari Chusnul Chotimah

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Chusnul Chotimah
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Mutaya Saroh