Menuju konten utama

Ahok Dijerat dengan Dua Pasal Alternatif

Jaksa penuntut umum menjerat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan dua pasal alternatif atas kasus dugaan penistaan agama.

Ahok Dijerat dengan Dua Pasal Alternatif
Ratusan orang dari FPI dan ormas lainnya melakukan aksi dengan berorasi di depan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tempat persidangan kasus Ahok, Selasa, (13/12). Mereka menuntut Ahok segera ditahan karena kasus penistaan agama. [TIRTO/Andrey Gromico]

tirto.id - Jaksa penuntut umum menjerat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan dua pasal alternatif atas kasus dugaan penistaan agama.

"Alternatif pertama adalah pelanggaran terhadap pasal 156 a huruf a KUHP, alternatif kedua adalah pasal 156 KUHP," kata Jaksa Penuntut Umum Ali Mukartono dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa, (13/12/2016) seperti dikutip dari Antara.

Materi di dalam dakwaan alternatif pertama, terkait dengan kualifikasi penodaan terhadap agama saat Ahok selaku gubernur DKI Jakarta pada 27 September melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu, tempat dia menyebut adanya pihak yang menggunakan Alquran Surat Al Maidah Ayat 51 untuk keperluan tertentu.

"Demikian pula dakwaan alternatif kedua pada hakikatnya sama, hanya kualifikasinya yang berbeda," ujar Ali.

Setelah jaksa membacakan dakwaan, Ahok langsung menyampaikan pembelaan dengan menukil buku "Berlindung di Balik Ayat Suci" yang dia tulis pada 2008. Ahok juga mengungkapkan kedekatan hubungannya dengan keluarga angkatnya yang Muslim.

Sementara itu, Pengacara Ahok Sirra Prayuna, juga menyampaikan pembelaan bahwa Ahok banyak melakukan kebaikan untuk umat Islam selama menjadi pejabat publik.

"Berbagai perbuatan yang dilakukan, jelas menyatakan bahwa Ahok bukan pembenci Islam, Ahok banyak melakukan kebaikan untuk umat Islam," kata Sirra.

Sirra menyampaikan hal tersebut saat pembacaan nota keberatan pada sidang perdana kasus dugaan penistaan agama yang digelar di Pengadilan Negeri Perikanan Jakarta Utara, Selasa.

Dalam nota keberatan, Sirra memaparkan, Ahok membangun beberapa masjid, seperti Masjid Fatahillah di Balai Kota yang menghabiskan anggaran Rp18,8 miliar selama menjadi Gubernur DKI Jakarta,

Selain itu, lanjut Sirra, Ahok juga menginisiasi pembangunan Masjid Raya Provinsi DKI Jakarta di Daan Mogot dengan anggaran Rp170 miliar, yang rencananya akan selesai pada akhir 2016.

"Ahok ingin Provinsi DKI Jakarta memiliki Masjid Raya, sehingga dibangunlah masjid di Daan Mogot. Karena Masjid Istiqlal merupakan masjid negara, bukan provinsi," ungkap Sirra.

Kemudian, Ahok juga membangun masjid Al-Hijrah di rumah susun Marunda, Jakarta Barat, dan Masjid Al-Muhajirin di rusun Besakih, Jakarta Barat.

Sirra menyampaikan, Ahok juga memajukan Masjid Jakarta Islamic Center, Jakarta Utara, sebagai etalase keilmuan keislaman dan wisata religi. Ditambah lagi dengan Ahok mengumrohkan 40 orang penjaga masjid, marbot dan kuncen makam di Jakarta pada 2015, 50 orang pada 2016 dan rencananya 100 orang pada 2017.

"Ahok menutup lokalisasi prostitusi di Kalijodo dan beberapa diskotek," tukas Sirra.

Dengan perilaku di atas, lanjut Sirra, Ahok jelas berupaya menyejahterakan umat Islam saat menjadi pejabat publik.

"Sangat ironis jika hari ini kita sedang menonton pengadilan yang didesak massa. Ahok yang menyejahterakan Islam, justru didakwa dengan tuduhan menodai agama Islam," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PROSES HUKUM KASUS AHOK atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Hukum
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh