Menuju konten utama
Sidang Ratna Sarumpaet:

Ahli ITE Sebut Penyebar Pesan Tak Ada Niat untuk Menyebarluaskan

Ahli ITE menyebutkan, penyampaian informasi dari seseorang tidaklah serta merta sebagai upaya menyebarluaskan dan perbuatan melanggar hukum saat sidang lanjutan Ratna Sarumpaet, hari ini.

Ahli ITE Sebut Penyebar Pesan Tak Ada Niat untuk Menyebarluaskan
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet (kanan) saat sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pd.

tirto.id - Ahli ITE Teguh Afriyadi dalam sidang lanjutan Ratna Sarumpaet menyebutkan, upaya menyebarkan pesan dari satu orang ke pihak lain yang berbeda bukanlah tergolong upaya menyebarluaskan pesan.

Teguh menyatakan, seseorang baru dianggap menyebarluaskan jika ikut menyampaikan pesan kepada orang yang tidak dikenal.

Menurut Teguh, aksi menyebar pesan dari satu pihak ke pihak lain tidak serta-merta disebut menyebarluaskan.

Pernyataan tersebut berawal saat pengacara Ratna, Insank Nasruddin menanyakan soal penyampaian informasi kebohongan via akun pribadi. Ia menanyakan kepada ahli apakah tindakan penyampaian berita bohong via akun pribadi sebagai upaya menyebarluaskan.

"Ketika si A menyampaikan sebuah berita kebohongan melalui akun pribadi atau via WhassApp apakah si A ini menyebarluaskan?" tanya Insank di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (9/5/2019).

"Penyebaran via WhatsApp itu mentransmisikan tapi apakah dia mendistribusikan? Konteks pasal 157 KUHP itu penyebaran," ujar Teguh menjawab Insank.

Teguh mengatakan, aksi penyebaran merupakan rangkaian informasi yang disampaikan kepada banyak penerima di waktu bersamaan. Untuk membuktikan penyebaran bisa dilakukan dengan melihat kesamaan waktu penerima pesan.

Selain itu, Teguh menjelaskan konteks penerbitan pasal 28 ayat 2. Ia menerangkan, pasal tersebut muncul dari Pasal 156, pasal 156a, dan pasal 157 KUHP.

Oleh karena itu, jika ingin menjerat dengan pasal 28 ayat 2, maka harus ada upaya menyebarkan kepada umum.

"Dalam konteks UU ITE pidana 28 ayat dua yang menyebar itu untuk diketahui secara umum. Umum itu adalah publik, orang yang tidak dikenal," tutur Teguh.

Teguh pun menyampaikan, UU ITE melarang penyebaran berita bohong dalam dunia maya. Akan tetapi, berita bohong yang dimaksud adalah berita bohong kepada konsumen.

Pengacara Ratna pun mempertegas informasi bohong apakah kebohongan pribadi Ratna masuk kategori dilarang dalam UU ITE.

Ratna menyebutkan, kebohongan pemukulan hanya ingin disampaikan untuk keluarga sendiri, dan menurut Teguh hal tersebut bukan kategori melanggar UU ITE.

"(Berita bohong terhadap diri sendiri) tidak termasuk, belum masuk kategori ITE," tegas Teguh.

Aktivis Ratna Sarumpaet terseret ke meja hijau akibat menyatakan menjadi korban pemukulan beberapa waktu yang lalu.

Padahal, Ratna menjalani operasi plastik di RS Bina Estetika, Jakarta. Ratna pun ngotot menceritakan kepada tokoh-tokoh nasional demi mendapat perhatian, termasuk Capres 02 Prabowo Subianto.

Jaksa pun mendakwa Ratna melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Baca juga artikel terkait KASUS RATNA SARUMPAET atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno