tirto.id -
Respons positif konsumen dan investor terhadap upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi dan reformasi struktural membuat perekonomian Indonesia tumbuh. Atas dasar kedua faktor tersebut Bank Pembangunan Asia (ADB) memproyeksikan perekonomian Indonesia tumbuh sampai 5,2 persen pada 2016.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia didukung oleh ekspansi fiskal yang berpengaruh pada investasi pemerintah di semester satu dan kontribusi konsumsi swasta di semester dua," kata ekonom ADB Priasto Aji, di Jakarta, Rabu (30/3/2016).
Priasto menerangkan faktor paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tersebut adalah penyerapan belanja pemerintah khususnya belanja modal yang tinggi sejak awal tahun. "Kita berkeyakinan proses penyerapan lebih cepat karena proses procurement telah dilakukan sejak tahun lalu, sehingga semester satu ini mendapatkan dorongan dari investasi pemerintah, apalagi dana desa juga sudah tersalurkan," ujarnya.
Selain itu, penyerapan belanja ini pemerintah juga didukung dengan deregulasi berupa penerbitan paket kebijakan sejak tahun lalu. Hal ini, kata Priasto, membuka peluang tumbuhnya investasi swasta pada semester dua 2016.
"Upaya untuk meningkatkan iklim investasi akan berdampak pada semester dua. Reformasi kebijakan pemerintah yang sedang berjalan diperkirakan akan memberikan stimulus pada investasi swasta, terutama dalam jangka menengah," kata Priasto.
Secara keseluruhan, perbaikan struktural dan percepatan belanja pemerintah ini memberikan dampak kepada peningkatan konsumsi rumah tangga, yang diproyeksikan tetap menjadi sumber pertumbuhan ekonomi pada 2016.
Prastio juga menjelaskan, meski ekonomi makro mengalami pertumbuhan, kinerja ekspor tetap mengalami kelesuan karena negara mitra dagang Indonesia masih dilanda perlemahan ekonomi.
Dengan kondisi tersebut, Prastio menyarankan agar pemerintah harus mulai mempertimbangkan diversifikasi produk maupun negara tujuan ekspor.
Meskipun prospek ekonomi Indonesia dalam 2016 lebih baik dari tahun sebelumnya, ADB mencatat ada berbagai risiko yang berpotensi mengganggu kinerja perekonomian nasional secara keseluruhan, apabila reformasi tidak dilakukan secara konsisten.
Risiko tersebut antara lain penundaan pelaksanaan proyek infrastruktur pemerintah dan kemungkinan tidak tercapainya penerimaan pajak, yang bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi dan kepercayaan dunia bisnis.
Risiko lainnya, kenaikan laju inflasi akibat terbatasnya pasokan bahan makanan serta tantangan eksternal berupa harga komoditas global yang melemah dan kelesuan ekonomi di negara mitra dagang Indonesia. (ANT)